perkembangan idolanya dikarenakan keinginan pribadi untuk melakukannya. Ketika fans memiliki intensitas yang tinggi dalam
memuja idolanya, maka fans akan mulai melihat idola sebagai seseorang yang dianggap dekat dengannya. Hal ini menyebabkan
berkembangnya hubungan parasosial dengan idola mereka. Menurut Horton dan Whol 1956 bahwa hubungan parasosial
merupakan hubungan tatap muka fans dengan idolanya melalui perantara media dimana fans menganggap seolah-olah idola
merupakan orang yang dekat dengannya dan berada pada lingkungan yang sama. Hubungan ini merupakan hubungan yang diimajinasikan
oleh fans terhadap sosok idolanya dan hanya bersifat satu arah saja. c.
Borderline-pathological tendency Adanya perilaku menyimpang pada pemujaan seorang fans terhadap
idolanya yang menyebabkan adanya pemikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol bahkan sampai melanggar hukum yang berlaku.
Hubungan parasosial pada tipe ini telah memasuki tingkat terparah.
C. Fangirl
Menurut Lewis 1992, fans adalah seseorang yang rela memakai atribut yang berhubungan dengan idolanya, mengantre tiket konser idola,
dan mengetahui berbagai hal tentang idolanya. Sedangkan pendapat lain yang dikemukakan oleh Hill 2002 menyatakan seseorang yang terobsesi
terhadap artis, selebriti, film, acara di televisi, band, dan sebagainya,
disebut sebagai fans. Para penggemar biasanya menamai diri mereka sebagai fangirl bagi perempuan dan fanboy bagi laki-laki.
Jadi, fangirl adalah seseorang berjenis kelamin perempuan yang terobsesi dan melakukan berbagai hal demi idolanya.
D. Dewasa Awal
Hurlock 1999 menyatakan bahwa masa dewasa awal dimulai sejak usia 18 tahun hingga 40 tahun. Sedangkan Santrock 2002
mengatakan bahwa tahap ini individu akan mulai bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, dan terkadang juga akan membagi sedikit
waktunya dengan kegiatan-kegiatan lain.
E. Hubungan Celebrity Worship Dengan Intensi Berpacaran
Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan suatu hal, terdapat prediktor dalam menentukan perilaku tersebut yang disebut intensi. Intensi
adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang dalam melakukan suatu perilaku Schiffman, dalam Barata, 2007. Hal ini juga
berlaku pada keputusan untuk berpacaran. Intensi berpacaran adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang dalam memutuskan
untuk melakukan sebuah hubungan romantis yang bertujuan memilih pasangan.
Intensi berpacaran berkaitan dengan enam komponen intimasi yang saling mempengaruhi satu sama lain dan memiliki peran dalam
memutuskan untuk berpacaran. Komponen tersebut yaitu knowledge, caring, interdependence, mutuality, trust, dan commitment Marston et al,
1998, Ben-Ari Lavee, 2007, dalam Miller, 2012. Jika ditinjau dari masing-masing komponen, knowledge akan
terpenuhi ketika seseorang sudah dapat saling berbagi informasi pribadi tentang diri mereka yang tidak diceritakan kepada semua orang Marston
et al, 1998, Ben-Ari Lavee, 2007, dalam Miller, 2012. Saling berbagi informasi merupakan suatu bentuk keintiman pribadi karena hanya
dibagikan kepada orang-orang tertentu saja yang dianggap dekat dengannya. Keintiman pribadi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi individu memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran DeGenova Rice, 2005.
Ditinjau dari komponen selanjutnya yaitu caring, komponen ini akan terpenuhi ketika individu saling memiliki rasa peduli dan kasih
sayang yang dapat diberikan kepada seseorang yang jauh lebih besar dibandingkan untuk orang lain Marston et al, 1998, Ben-Ari Lavee,
2007, dalam Miller, 2012. Apabila individu mendapatkan curahan kasih sayang dan kepedulian dari orang lain, maka hal ini dapat dijadikan salah
satu cara dalam pemenuhan cinta dan kasih sayang yang merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran
DeGenova Rice, 2005.
Ditinjau dari komponen interdependence yaitu individu merasa saling bergantung satu sama lain, saling membutuhkan, dan saling
mempengaruhi Marston et al, 1998, Ben-Ari Lavee, 2007, dalam Miller, 2012. Hal ini juga merupakan bentuk dari keintiman dan proses
sosialisasi, yang merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang menjalin hubungan pacaran DeGenova Rice, 2005.
Apabila ditinjau dari komponen mutuality dimana individu bertindak sebagai ‘kita’ bukan ‘aku’ dan ‘dia’ bersama dengan individu
lainnya Marston et al, 1998, Ben-Ari Lavee, 2007, dalam Miller, 2012. Adanya rasa kebersamaan ini dapat menjadi proses sosialisasi bagi
individu tersebut. Proses sosialisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan
pacaran DeGenova Rice, 2005. Ditinjau dari komponen trust, yaitu adanya rasa saling percaya satu
sama lain dan berharap pasangannya memperlakukan mereka secara adil dan terhormat Marston et al, 1998, Ben-Ari Lavee, 2007, dalam Miller,
2012. Hal ini dapat menjadi sebuah sarana dalam mengembangkan kepribadian individu. Individu dapat belajar untuk mempercayai, bersikap
adil, dan menghormati orang lain. Pengembangan kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjalin
hubungan pacaran DeGenova Rice, 2005. Dan jika ditinjau dari komponen terakhir, commitment merupakan
ikatan yang membuat seseorang merasa memiliki pengharapan akan masa
depan hubungan yang terjalin Marston et al, 1998, Ben-Ari Lavee, 2007, dalam Miller, 2012. Dengan melihat bagaimana individu
menjalankan komitmen yang dipegangnya, maka kita dapat melihat kesungguhan dari individu tersebut sehingga dapat dijadikan cara untuk
menyeleksi pasangan hidup. Menjadi salah satu cara menyeleksi pasangan juga termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi keputusan individu
untuk menjalin hubungan pacaran DeGenova Rice, 2005. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa seorang individu
tidak dapat hidup seorang diri. Setiap individu pasti membutuhkan individu yang lain dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
termasuk mencari pasangan hidup Maududi, 2012. Pencarian pasangan hidup ini dapat dilakukan dengan cara berpacaran.
Namun, ketika seorang fans telah memiliki keterikatan yang merupakan hasil dari pemujaannya terhadap idola celebrity worship,
maka beberapa faktor yang disebutkan di atas seakan menjadi terpenuhi. Celebrity worship terdiri dari tiga tipe yaitu entertainment-social value,
intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency Maltby dkk, 2006.
Ditinjau dari masing-masing tipe, entertainment-social value adalah tipe dimana fans terus melakukan pencarian informasi secara aktif
mengenai idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana untuk berinteraksi sosial dengan orang lain Maltby dkk, 2006. Pada tipe ini,
informasi mengenai idola dijadikan sarana untuk menjalin interaksi
dengan orang lain. Nilai sosial yang dimiliki oleh fans membuatnya menjalin interaksi dengan orang lain sebagai bentuk hiburan baginya juga
sebagai proses bersosialisasi dengan orang lain. Kedua hal ini masuk ke dalam faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk berpacaran
DeGenova Rice, 2005. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan individu dikarenakan adanya kesempatan yang mengarah kepada
kemungkinan individu untuk berpacaran. Ditinjau dari tipe kedua, intense-personal feeling adalah tipe
dimana fans memiliki perasaan intensif dan kompulsifnya terhadap idolanya yang mendorong fans memiliki kebutuhan mengetahui berbagai
informasi terkait dengan idolanya Maltby dkk, 2006. Apabila fans telah mengetahui berbagai hal mengenai sang idola, pemujaan fans terhadap
idola akan semakin intens dan menyebabkan terjadi hubungan parasosial. Ketika hubungan parasosial telah terbentuk, maka fans akan menganggap
idola sebagai orang yang dekat dengannya sehingga fans memberikan kasih sayang dan kepeduliannya hanya kepada idola Horton dan Wohl,
1956. Jika dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk berpacaran, dengan adanya hal ini, maka fans merasa
kebutuhan kasih sayang telah dipenuhi oleh idolanya, dan telah terbentuk keintiman pribadi yang dirasakan fans pada idolanya. Hal ini dapat
menghambat fans dalam memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran. Ditinjau dari tipe ketiga, borderline-pathological tendency, fans
akan rela melakukan apapun demi sang idola dikarenakan pada tipe ini
telah terjadi penyimpangan perilaku pemujaan terhadap sang idola yang menyebabkan fans mulai berpikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol
Maltby dkk, 2006. Pada tipe ini hubungan parasosial yang dimiliki fans dengan idolanya telah parah yang membuatnya semakin sulit menerima
orang lain untuk menjadi pasangannya dalam suatu hubungan berpacaran karena baginya idola adalah segalanya dan rela berbuat apapun demi idola.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bagaimana hubungan ketiga tipe celebrity worship yang berkaitan dengan intensi berpacaran
fangirl, khususnya pada fangirl dewasa awal karena pada tahapan perkembangan usia awal, karena pada usia ini seharusnya fans sudah
memfokuskan diri terhadap hubungan sosial untuk menghindari diri dari kemungkinan negatif pada kesejahteraan emosi dan psikologis yang dapat
timbul apabila fans tidak menemukan sosok yang dapat dijadikan pasangan hidupnya.
F. Hipotesis