PENGARUH CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDENTITAS DIRI REMAJA USIA SMA DI KOTA YOGYAKARTA.

(1)

i

PENGARUH CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDENTITAS DIRI

REMAJA USIA SMA DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Sunarni NIM 11104241035

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (Terjemahan QS. Al Ahzab: 21)

Setiap manusia mempunyai orang yang dicintai dan yang dibenci. Tapi bagimu, jika ada maka berkumpullah kamu dengan orang-orang yang bertaqwa”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Suwito dan Ibunda Paryanti serta kakak saya Niken Utami

2. Almamater saya BK FIP UNY 3. Agama, bangsa, dan negara


(7)

vii

PENGARUH CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDENTITAS DIRI REMAJA USIA SMA DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh Sunarni NIM 11104241035

ABSTRAK

Penelitian dilakukan berdasarkan fenomena celebrity worship pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuantitatif sebab-akibat. Sampel yang diambil sebanyak 164 siswa yang berasal dari tiga sekolah menegah atas di Kota Yogyakarta.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan multistage area random sampling. Instrumen yang digunakan ialah skala celebrity worship dan skala identitas diri. Uji regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri. Uji regresi linear sederhana dilakukan setelah uji korelasi menggunakan korelasis product moment.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan 1) karakteristik celebrity worship remaja usia SMA di Kota Yogyakarta mayoritas pada kategori hiburan sosial sejumlah 86 orang (52,44%), kategori perasaan pribadi yang intens sejumlah 43 orang (26,22%), kategori patologis sejumlah 19 orang (11,59%), hiburan sosial dan perasaan pribadi yang intens sejumlah 8 orang (4,88%), perasaan pribadi intens dan patologis sejumlah 4 orang (2,44%), berada pada tiga kategori sejumlah 2 orang(1,22%) dan tidak memiliki celebrity worship sejumlah 2 orang (1,22%). 2) Karakteristik identitas diri remaja usia SMA di Kota Yogyakarta mayoritas kecenderungan pada kategori proses identitas diri model informasi sejumlah 118 orang(71,95%), norma sejumlah 31 orang (18,90%), penolakan sejumlah 6 orang (3,66%), informasi dan norma sejumlah 6 orang (3,66%) serta informasi dan penolakan sejumlah 3 orang (1,88%). 3) Hanya terdapat hubungan antara celebrity worship: hiburan sosial dan proses identitas diri model norma. Nilai signifikansi keduanya adalah 0,019 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,019<0,05). 4) Hanya terdapat pengaruh pada celebrity worship: hiburan sosial terhadap proses identitas diri model norma pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta. Sumbangan celebrity worship: hiburan sosial terhadap proses identitas diri norma sebesar 3,3%. Persamaan regresi keduanya adalah Y=32,218 + 0,046X.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan pertolongan atas segala hal, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi berjudul “Pengaruh Celebrity Worship Terhadap Identitas Diri pada Remaja Di Kota Yogyakarta” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa uluran tangan dan doa dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan izin penelitian dan telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak A. Aryadi Warsito, M.Si, sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Nanang Erma Gunawan, M.Ed, sebagai dosen pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing, memotivasi, meluangkan waktu, perhatian, tenaga dan juga pemikirannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Bapak-Ibu guru dan siswa SMA N 6 Yogyakarta, SMK N 5 Yogyakarta,

MAN 1 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dalam membantu penelitian ini.

6. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Suwito dan Ibunda Paryanti yang kasih sayang dan doanya tiada batas.

7. Kakakku Niken Utami yang senantiasa memberikan motivasi, kedua adikku Diyah Utami dan Siti Aisah Nur Fitriani atas semangat yang diberikan.

8. Seluruh keluarga besarku yang memberikan doa dan dorongan yang memotivasi.

9. Sahabat-sahabat terbaikku Desi, Fitria, Tia, Alfi, Rani dan Resta, teman-teman seperjuangan prodi Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 khususnya kelas A yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih telah membagi semangat, keceriaan, juga segala hal yang membelajarkan.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PESERTUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAHAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 17

C. Pembatasan Masalah... 18

D. Perumusan Masalah... 18

E. Tujuan Penelitian... 18

F. Manfaat Penelitian... 19

G. Batasan Istilah... 19

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Celebrity Worship... 20

1. Definisi Celebrity Worship... 20

2. Tingkatan/Dimensi Celebrity Worship... 22

3. Pengaruh Celebrity Worship pada Penggemar... 28

4. Celebrity Worship pada Remaja... 32

B. Kajian Identitas Diri... 34

1. Definisi Identitas Diri... 33


(11)

xi

3. Status Identitas Diri... 38

C. Kajian Karakteristik Remaja Usia Sekolah Menengah Atas (SMA).... 42

1. Definisi Remaja... 42

2. Batasan Usia Remaja... 44

3. Aspek Perkembangan Remaja... 45

4. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja... 49

5. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)... 52

D. Kerangka Berpikir... 57

1. Pengaruh Celebrity Worship terhadap Identitas Diri Remaja Usia SMA... 57

E. Paradigma... 61

F. Hipotesis... 62

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian... 63

B. Subyek Penelitian... 63

1. Populasi... 63

2. Sampel Penelitian... 63

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 65

D. Variabel Penelitian... 65

E. Definisi Operasional... 65

F. Metode Pengumpulan Data... 67

G. Instrumen Penelitian... 68

1. Instrumen Celebrity Worship... 68

2. Instrumen Identitas Diri... 70

H. Pengujian Instrumen... 72

1. Uji Validitas Instrumen... 72

2. Uji Reliabilitas Instrumen... 76

I. Teknik Analisis Data... 77

1. Uji Prasyarat Analisis Data... 77


(12)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi dan Hasil Penelitian... 80

1.Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian... 80

2.Deskripsi Subyek Penelitian... 80

3.Deskripsi Data... 81

B. Pengujian Prasyarat Analisis... 76

1.Uji Normalitas... 88

2.Uji Linearitas... 89

3.Pengujian Hipotesis... 90

4.Uji Korelasi... 90

5.Uji Regresi... 96

6.Pembahasan... 97

7.Keterbatasan Penelitian... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 109

B. Saran ... 110

1.Bagi Remaja Usia SMA di Kota Yogyakarta... 110

2.Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Remaja Usia SMA di Kota Yogyakarta... 111

3.Bagi Peneliti Selanjutnya... 112

DAFTAR PUSTAKA... 113


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Daftar Nama Sekolah Sebagai Lokasi Penelitian... 65

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Celebrity Worship... 69

Tabel 3. Kisi-Kisi Skala Identitas Diri... 71

Tabel 4. Rangkuman Item Valid Skala Celebrity Worship Hasil Uji Coba... 74

Tabel 5. Rangkuman Item Valid Skala Identitas Diri Hasil Uji Coba... 75

Tabel 6. Karakteristik Subyek Berdasarkan Sekolah... 81

Tabel 7. Karakteristik Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81

Tabel 8. Data Celebrity Worship: Hiburan Sosial ... 82

Tabel 9. Data Celebrity Worship: Perasaan Pribadi yang Intens ... 82

Tabel 10. Data Celebrity Worship: Patologis ... 83

Tabel 11. Karakteristik Siswa Berdasarkan Kecenderungan Tipe Celebrity Worship... 83

Tabel 12. Karakteristik Kecenderungan Tipe Celebrity Worship Berdasarkan Asal Sekolah... 84

Tabel 13. Data Identitas diri : Proses Identitas Diri Model Informasi... 86

Tabel 14. Data Identitas Diri: Proses Identitas Diri Model Norma... 86

Tabel 15. Data Identitas Diri : Proses Identitas Diri Model Penolakan... 87

Tabel 16. Karakteristik Siswa Berdasarkan Status Identitas Diri... 87

Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Celebrity Worship Identitas Diri... 88

Tabel 18. Hasil Analisis Linearitas Sub Variabel Celebrity Worship dan Identitas Diri... 89

Tabel 19. Hasil Analisis Hiburan Sosial dengan Proses Identitas Diri Model Informasi... 91

Tabel 20. Hasil Analisis Hiburan Sosial dan Proses Identitas Diri Model Norma... 91

Tabel 21. Hasil Analisis Hiburan Sosial dan Proses Identitas Diri Model Penolakan... 92

Tabel 22. Hasil Analisis Perasaan Pribadi yang Intens dan Proses Identitas Diri Model Norma... 93

Tabel 23. Hasil Analisis Perasaan Pribadi yang Intens dan Proses Identitas Diri Model Penolakan... 93

Tabel 24. Hasil Analisis Korelasi Celebrity Worship: Patologis dan Proses Identitas Diri Model Informasi... 94 Tabel 25. Hasil Analisis Korelasi Celebrity Worship: Patologis dan


(14)

xiv

Proses Identitas Diri Model Norma... 95 Tabel 26. Hasil Analisis Korelasi Celebrity Worship: Patologis dan


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Validasi Ahli Instrumen Penelitian... 119

Lampiran 2. Uji Coba Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 145

Lampiran 3. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 154

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 159

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 167

Lampiran 6. Skala Celebrity Worship dan Identitas Diri Setelah Uji Coba... 169

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Identitas Diri... 177

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Skor Celebrity Worship... 188

Lampiran 9. Hasil Uji Prasyarat... 204

Lampiran 10. Uji Hipotesis... 210


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu fase yang harus dilalui dalam kehidupan manusia. Jika ditinjau dari rentang kehidupan manusia, masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Rita Eka Izzaty dkk, 2008:124). Peralihan inilah yang sering menyebabkan berbagai permasalahan dan kebingungan pada remaja. Pada masa ini remaja tidak dapat disebut sebagai anak-anak namun juga bukan orang yang dewasa. Pada kehidupannya, remaja sering kali mendapatkan tuntutan dari lingkungan untuk menjadi sosok dewasa namun di sisi lain para remaja merasa bahwa dirinya masih seperti anak-anak. Sejalan dengan pemaparan ini Rita Eka Izzaty dkk (2008: 125) menyebutkan pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

Pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan Anna Freud (dalam Yudrik Jahja, 2013:220). Proses inilah yang membuat remaja hendaknya terus belajar dan mengembangkan diri guna membentuk orientasi masa depan yang baik.

Selain itu remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masanya guna kelancaran pada masa perkembangan berikutnya. William Kay (dalam Yudrik Jahja, 2013:220) menyebutkan tugas-tugas perkembangan


(17)

2

tersebut antara lain adalah menerima fisiknya sendiri, mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur yang mempunyai otoritas, menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya, menerima dirinya sendiri , memperkuat pengendalian diri dan mengembangkan kertampilan komunikasi interpesonal.

Tugas-tugas perkembangan ini penting untuk dipenuhi karena akan mempengaruhi perkembangan pada masa berikutnya. Upton (2012:5) mengemukakan bahwa setiap perilaku atau ketrampilan dikembangkan atas perilaku dan ketrampilan sebelumnya dan perkembangan berikutnya dapat diprediksi dari pengalaman-pengalaman usia dini. Hal ini menunjukan bahwa tugas-tugas perkembangan pada masa sekarang yang dalam hal ini adalah masa remaja jika tidak dipenuhi maka akan mengganggu perkembangan pada masa berikutnya. Remaja dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Remaja pada masa sekarang menghadapi kehidupan maju dan perkembangan zaman yang begitu cepat, baik dalam bidang teknologi, komunikasi, ekonomi dan budaya. Perkembangan zaman yang begitu cepat mendorong masyarakat untuk mengubah gaya hidupnya secara cepat pula, misalnya dalam tingkat konsumsi, gaya berpakaian, perilaku sosial dan pergaulan sosial. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kemajuan dan perkembangan zaman menjadikan masyarakat untuk hidup dalam kemajuan pula. M. Imam Zamroni (2007:27) menuliskan terutama di kalangan usia muda, di mana budaya pop (pop culture) menjadi trand yang berkiblat pada barat. Negara-negara barat sendiri seperti disebutkan oleh Roberts


(18)

3

(2007:350) in New Zeala nd, Australia, Canada, Britain and United States, among other coutries, neoliberal ideas have exerted a strong influence on the formation of policy agenda, under both conservations and progresive political regimes.

Neoliberalisme yang merupakan wujud baru dari liberalisme klasik berusaha mewujudkan dunia baru yang bertolak pada kebebasan. Menurut pemaparan Rudnycky dalam M. Zamzam Fauzanafi (2013:2) neoliberal merupakan sebuah proyek reformasi etika individu yang bertujuan untuk memunculkan tipe subjektivitas yang sejalan dengan norma-norma neoliberal. Sistem neoliberalisme sendiri menurut Awalil Rizki & Nasyith Majidi (2008:233) banyak “bersembunyi” dibalik tema globalisasi. Melalui teknik ini paham kebebasan dalam berbagai bidang kehidupan yang diusung oleh neoliberalisme mudah masuk dan mempengaruhi kehidupan remaja yang tidak dapat lepas dari produk-produk globalisasi seperti teknologi informasi dan komunikasi. Media yang digunakan oleh paham neoliberal melalui tema globalisasi sendiri berupa media populer, media cetak dan elektronika (Awalil Rizki & Nasyith Majidi, 2008:249)

Pengaruh neoliberal menjadikan masyarakat terutama remaja hidup dalam dunia kebebasan yang berpegang pada kemewahan yang disampaikan lewat isu globalisasi. M. Kholid Syeirazi (2003:2) menuturkan bahwa globalisasi memiliki fungsi integratif yakni menyediakan serangkaian simbol, norma dan citra yang menghimpun dan merekatkan identitas individu ke dalam lingkungan kolektif. Melalui isu globalisasi, neoliberal berusaha untuk mempengaruhi budaya bangsa secara global hingga sesuai dengan paham mereka. Hal ini didukung oleh pernyataan Selu Margaretha Kushendrawati (2006: 50) yang menyatakan bahwa


(19)

4

dalam bidang kebudayaan, globalisasi dikaitkan dengan semakin merosotnya pandangan dan tata hidup eksotis-religius bangsa-bangsa Timur akibat terpaan budaya MTV dan Hollywood Barat.

Pengaruh neoliberal memberikan pandangan kepada masyarakat mengenai kebebasan individu yang mengarah pada individualisme baru. Individualisme baru ini menurut Selu Margaretha Kushendrawati (2006:54) adalah kebebasan individu untuk berkonsumsi sekaligus bisa dilihat sebagai keterikatan dan ketergantungan individu terhadap nilai-nilai dan tanda-tanda yang diperkenalkan oleh kaum kapitalis global melalui media massa. Tanda-tanda tersebut antara lain pengagungkan kehidupan instan melalui pembangunan besar-besaran tanpa mempedulikan pihak lain, kemudahan hidup melalui teknologi komunikasi hingga mengurangi silaturahmi, gaya hidup mewah, dan masih banyak lagi contoh lain. Serangkaian tanda tersebut disebarkan oleh paham neoliberal dan diusung sebagai bentuk identitas kehidupan manusia modern.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa neoliberal merupakan paham yang menjual mimpi-mimpi dunia kepada manusia, mimpi-mimpi untuk mewujudkan dirinya di dunia. Hal ini sejalan dengan filsafat humanisme yang memegang pada eksistensi manusia di dunia melalui pengembangan potensi-potensi yang ada pada dirinya. Pengembangan potensi-potensi-potensi-potensi itu menurut Atang Abdul Hakin & Beni Ahmad Saebani (2008:345) bisa dilakukan dengan cara memberikan kebebasan pribadi dan kebebasan berpikir kepada manusia dalam penelitian ilmiah, mengemukakan pendapat, dan produk-produk ekonomi. Sayangnya kebebasan-kebebasan yang diyakini dapat menyempurnakan sosok


(20)

5

manusia justru memberikan efek negatif apalagi di era sekarang yang semakin maju. Kemajuan, kemudahan dan kesejahteraan yang dijanjikan neoliberal nyatanya tak dapat dinikmati oleh setiap lapisan masyarakat dan tak memberikan kepuasan rohani.

Zaprulkhan (2012:163) menyatakan bahwa era abad ke-21 memang memberikan segalanya yang melampaui mimpi-mimpi setiap manusia, tapi malah menimbulkan fenomena paradoksal : sebuah realitas kehidupan yang begitu sarat hiburan begitu miskin kedalaman, begitu sarat kegairahan begitu miskin pencerahan, begitu sarat informasi begitu miskin kontemplasi, begitu sarat eksistensi begitu miskin sosialisasi, begitu kaya perlengkapan begitu miskin pemaknaan, dan begitu banyak kesenangan begitu miskin kedamaian. Penjualan mimpi-mimpi melalui isu globalisasi dilakukan melalui berbagai cara yang salah satunya adalah melalui media komunikasi dan informasi baik cetak maupun elektronik dari lembaga-lembaga atau institusi yang berada di bawah naungan neoliberal.

Heron (2008:89) menuliskan bahwa The ideology of neoliberalism, works through specific institutions and regimes that significantly controls the way in which globalization is directed. Neoliberalism is becoming more far -reaching in its ideational impact. Imbued with a promethean impulse, this brand of globalization presents us with a world of limitless opportunity of things: a world of technological rapidity, a borderless culture of material contentment, available at the click of a button or the swipe of a card. Increasingly the role that TV media plays and the news and angles that the media takes, are controlled for the most part by these same corporations will carry nothing serious or any kind of critical analysis of the conditions of a globalized world.


(21)

6

Pernyataan Heron di atas dapat diartikan bahwa ideologi neoliberal bekerja melalui lembaga dan rezim khusus yang secara signifikan mengontrol arah dan tujuan globalisasi Dampak neoliberalisme semakin luas, dijiwai oleh semangat promethean (pandangan ke masa depan), globalisasi menyajikan dunia tanpa batas, sebuah dunia dengan kecanggihan teknologi, perasaan tidak puas terhadap materi, penggunaan kartu. Ditambah lagi dengan peran media televisi, surat kabar yang sebagian besar dikendalikan oleh lembaga-lembaga yang sama tidak akan memberikan kritikan dan analisis terhadap kondisi globalisasi

Media yang sering kali digunakan adalah majalah, surat kabar, televisi dan internet. Melalui media-media ini penganut paham neoliberal berupaya untuk memberikan gambaran kehidupan modern secara langsung kepada masyarakat. Gambaran kehidupan modern yang penuh dengan kemewahan dan kemudahan disebarkan melalui media sering kali dilakukan dengan menggunakan selebriti sebagai model bagi masyarakat. Selebriti yang disebut Kurzman (2005:353) sebagai agen kapitalis, “unlike status groups celebriti are a creature of capitalism : they involve the commodification of reputation”. Selebriti merupakan ciptaan kapitalisme: mereka merupakan dijadikan sebagai alat untuk menunjukkan seperti apa gambaran kehidupan modern menurut neoliberal.

Cara yang dilakukan dengan memanfaatkan popularitas selebriti pun dikemas secara menarik melalui berbagai program atau acara seperti film, sinetron atau serial televisi, acara musik, iklan, infotainment dan masih banyak lagi. Karakter selebriti sebagai bintang dalam program televisi dibuat sedemikian rupa sehingga mampu memikat penonton. Dyer (1998:20) menuliskan bahwa Stars are, like


(22)

7

characters in stories representation of people. Thus they relate to ideas about people are (supposed to be) like. Gambaran kehidupan di televisi misalnya tayangan sinetron, acara musik, dan infotainment dijadikan patokan bagi sebagian orang sebagai bentuk kehidupan modern.

Kehidupan serba mewah dan mudah para selebriti cenderung memikat banyak orang untuk mendapatkan kehidupan serupa. Status sebagai selebriti yang lekat dengan kekayaan dan popularitas, tentu menarik minat banyak orang untuk menjadi selebriti pula. Tidak heran jika dewasa ini kita melihat ribuan orang berlomba-lomba untuk mengikuti ajang-ajang pencarian bakat yang diadakan oleh beberapa stasiun televisi. Sebut saja Indonesian Idol, X Factor Indonesia, Indonesia Mencari Bakat, Dangdut Academy dan masih banyak lagi acara pencarian bakat lain yang selalu ramai diserbu ribuan peserta audisi. Acara pencarian bakat tak hanya menarik minat remaja maupun orang dewasa, anak-anak pun antusias. Seperti yang dikutip dari Renni Susilawati (2014) dalam stitus (http://m.beritajatim.com/gaya_hidup/214977/ratusan_peserta_antri_audisi_indon esian_idol_junior.html) tercatat ratusan peserta antri untuk mengikuti audisi Indonesian Idol Junior yang dilaksanakan di Surabaya. Hal serupa juga terjadi pada audisi X Factor Indonesia di Yogyakarta yang dilaksanakan pada 25 januari 2015 di Jogja Expo Center. Dikutip dari Ridho Hidayat & Lia Nasution dalam situs (

http://www.koran-sindo.com/read/955408/149/ribuan-orang-antusias-ikuti-audisi-1422165178) peserta audisi mencapai 5000 orang di hari pertama

sedangkan total peserta yang mendaftar secara online untuk wilayah Yogyakarta telah mencapai lebih dari 9000 peserta.


(23)

8

Tidak hanya menyebabkan banyak orang menjadi ingin seperti selebriti yang terkenal dan bergelimang harta tetapi juga terobsesi terhadap selebriti itu sendiri. Informasi besar-besaran mengenai selebriti yang diekspos melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, mengenai kehidupan pribadi selebriti ataupun penampilan mereka di sinetron, film dan atau acara musik menjadikan mereka semakin dikenal oleh masyarakat dan dikagumi oleh penggemarnya. Kekaguman penggemar pada selebriti idola ini disebut oleh Maltby & Liza (2011:3) sebagai celebrity worship. Celebrity Worship is a para -social relationship (one side relationship in which an individual know the other, but the other does not. Hubungan ini menyebabkan para pelaku celebrity worship yang biasanya adalah remaja dan dewasa muda merasa sangat terikat dengan selebriti idolanya meskipun di sisi lain selebriti yang diidolakan sama sekali tidak mengenalnya. Penggemar yang terlalu mengidolakan atau memuja selebriti favoritnya sering kali mengikuti sikap dan perilaku selebriti. Pengaruhnya sendiri bermacam-macam baik positif maupun negatif, contohnya pakaian, gaya rambut, dan gaya berbicara.

Selebriti sering kali menjadi penyemangat bagi remaja untuk mengembangkan potensi diri dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi. Selebriti yang dianggap penggemar sebagai tokoh panutan menjadi penyemangat bagi mereka untuk dapat meraih cita-cita seperti selebriti favorit mereka yang berhasil meraih cita-citanya. Di sisi lain, selebriti memiliki kumpulan penggemar yang biasa disebut dengan Fandom, biasanya penggemar saling berkenalan dengan sesama penggemar atau anggota fandom melalui media sosial dan atau


(24)

9

secara langsung atau tatap muka. Fandom menjadikan remaja memiliki lebih banyak teman yang akan membantunya dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi. Teman sebaya dengan minat yang sama yang dalam hal ini adalah selebriti idola, menjadikan anggota-anggotanya sangat akrab dan menjadi sahabat. Selain meningkatkan kemampuan bersosialisasi, Berndt & Perry (dalam Papalia & Feldman, 2014:69) menuturkan bahwa remaja yang memiliki persahabatan yang dekat, stabil, dan mendukung, umumnya memiliki opini yang tinggi akan diri mereka sendiri, melakukan hal yang baik di sekolah, lebih mudah bersosialisasi dan cenderung tidak menjadi bermusuhan, cemas dan depresi .

Di sisi lain, penggemar dengan celebrity worship rela melakukan apa saja demi selebriti idolanya. Menghabiskan materi dan waktu bukan lagi masalah bagi para penggemar jika hal tersebut dilakukan demi sang idola. Seperti yang terjadi pada ribuan penggemar One Direction (sebuah boyband asal Inggris-Irlandia) di Indonesia yang mengantri pembelian tiket konser, bahkan sejak dini hari padahal loket baru dibuka pukul 10:00 (Jawapos, 1 Juni 2014). Selain itu, kemunculan WOTA (sebutan fans JKT48) yang terbilang sangat fanatik terhadap para member JKT48, hingga seperti disebutkan dalam artikel Hai Online (2014) “...terlalu banyak waktu yang dimiliki fans untuk sang idolanya, maka fans seperti ini kadang ikhlas kalau harus mengikuti adik, kakak bahkan teman dan sahabat oshi (member JKT48) tersebut,”.

Kecintaan fans terhadap idola membuat waktu fans tersita untuk idolanya, mereka rela tidak tidur untuk mengetahui aktivitas idola melalui akun pribadi atau


(25)

10

juga menghabiskan waktu untuk memikirkan idolanya tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikutip dari Hai Online (2014) “setiap hari dan malam itulah mereka memikirkan member JKT48. Sedang apa dan dimana adalah dua hal yang selalu ditanyakan mereka, entah via timeline atau berputar-putar cuma di hati dan pikiran mereka saja.” Pikiran yang terus disibukkan dengan memikirkan selebriti idola ini tentunya hanya menghabiskan waktu. Waktu yang digunakan untuk memikirkan selebriti idola dan menunggu selebriti tersebut untuk membuat status di facebook atau twitter akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk hal-hal yang lebih positif, belajar dan membantu orang tua misalnya.

Selain itu, meniru selebriti merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh penggemar. Dapat diamati sekarang banyak sekali remaja yang mengikuti gaya selebriti yang sering tampil di televisi. Mulai dari cara berpakaian hingga cara berbicara. Tidak masalah jika yang diikuti atau ditiru tersebut sayangnya selebriti sering kali memiliki gaya yang cenderung tidak sesuai dengan budaya timur.

Dikutip dari Kompasiana.com

http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/06/09/dampak-sinetron-bagi-para-generasi-muda-indonesia-567359.html (2013) jenis peran yang dimainkan oleh para artis sering kali bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan psikologinya. Selain itu, terdapat beberapa penggemar yang melakukan tindakan lebih ekstrim lagi supaya menjadi mirip dengan selebriti idolanya yaitu melakukan operasi plastik. Dari situs kapanlagi.com http://www.kapanlagi.com/foto/berita-foto/internasional/kenali-claire-leeson---rela-oplas-agar-mirip-kim-kardashian.html (2014) diketahui bahwa


(26)

11

beberapa waktu yang lalu, publik sempat digemparkan dengan kemunculan seorang wanita bernama Claire Leeson yang rela operasi plastik agar tampil mampu menyaingi pesona Kim Kardashian. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, di tahun 2013 lalu juga ada seorang pria yang rela melakukan operasi plastik besar-besaran agar mirip dengan Justin Bieber.

Yogyakarta yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, fenomena celebrity worship juga mudah dijumpai. Disampaikan oleh Arum Riyadini dalam situs (http://hot.detik.com/read/2014/09/06/134818/2683262/1577/100-fans-rela-pulang-pergi-yogyakarta-jakarta-demi-konser-exo) ada 100 EXO-L (penggemar EXO, boyband asal Korea Selatan) melakukan perjalanan pulang pergi tanpa istirahat dari Yogyakarta ke Jakarta demi menonton konser idolanya. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh 300 remaja penggemar CJR Yogyakarta yang mengeluarkan uang ratusan ribu untuk buka bersama dengan personil boyband ini di Hotel Jayakarta pada 27 Juli 2013 (Jogja.com, 29 Juli 2013). Lain lagi dengan penggemar JKT 48 yang rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli lebih dari satu CD album supaya mendapatkan tiket handshake (berjabat tangan dengan member JKT 48). Ada juga yang membeli merchandise berupa foto yang harganya dibanderol mulai Rp.50.000,00 hingga 2,5 Juta rupiah per foto di Jogja

Expo Center pada 10 Mei 2014 (Nathalia D. Madanie, 2014,

http://m.solopos.com/2014/05/15/fans-jkt48-rela-keluarkan-uang-sampai-jutaan-rupiah-507887)


(27)

12

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada bulan Desember pada siswa SMA di Kota Yogyakarta dapat ditemui beberapa siswa SMA yang memakai berbagai jenis aksesoris atau merchandise yang berhubungan dengan selebriti favoritnya. Beberapa aksesoris atau merchandise tersebut antara lain adalah jaket EXO dan Super Junior (Boyband asal Korea Selatan). Tas, gantungan kunci, pin dan kaos berlogo JKT-48 juga dipakai oleh beberapa siswa SMA untuk pergi ke sekolah.

Tak hanya pengorbanan berupa materi dan waktu saja, berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada 23 Desember 2014, terdapat beberapa penggemar yang tidak dapat berhenti memikirkan selebriti favoritnya. Seorang penggemar mengaku bahwa dia sering kali mengingat selebriti favoritnya yakni Niall Horan (Personil boyband One Direction) meskipun dia sama sekali tidak ingin memikirnya. Dia bahkan mengaku bahwa segala hal selalu dia hubungkan dengan idolanya tersebut. Misalnya, ketika teman-temannya mengatakan kata biru, maka dia akan langsung mengingat Niall yang bermata biru.

Selain itu, di Yogyakarta juga terdapat beberapa fandom atau kelompok penggemar selebriti tertentu ssalah satunya adalah Directioners Jogja. Pada 24 Desember 2014, Directioners Jogja mengadakan gathering yang dilaksanakan di Kalui Cafe. Acara yang diikuti oleh 46 remaja yang rata-rata pelajar di Sekolah Menengah Atas ini dilakukan dengan kegiatan menonton film Where We Are Tour. Film ini merupakan film dokumentasi konser dari boyband One Direction, sehingga selama pemutaran film peserta ikut serta menyanyi dan menari bersama.


(28)

13

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terdapat beberapa penggemar menangis dan terus meneriakkan nama personil favoritnya selama pemutaran film. Hal seperti ini dapat terjadi pada intense personal celebrity worship, penggemar merasa bahwa selebriti adalah bagian dari dirinya sehingga mempengaruhinya secara emosi meskipun dia menyadari bahwa selebriti tersebut tidak mengenalnya secara langsung. Selain menonton film, acara gathering ini juga dilakukan dengan rangkaian kegiatan lain berupa makan bersama, merayakan ulang tahun salah satu personil boyband dengan menyanyikan lagu happy brithday dilanjutkan tiup lilin dan memotong kue ulang tahun. Panitia juga memberikan doorprize berupa DVD album terbaru boyband One Direction dan mug. Acara ditutup dengan foto bersama dan foto dengan banner One Direction yang telah disiapkan oleh panitia.

Berdasarkan wawancara pula pada 24 Desember dalam Gathering yang diadakan oleh fandom Directioners Yogyakarta, diketahui bahwa mereka akan menonton konser boyband favoritnya tersebut pada bulan maret nanti. Sebagian penggemar mengaku bahwa sudah menabung jauh-jauh hari supaya dapat membeli tiket konser yang harganya berkisar antara Rp. 750.000 hingga 2,5 Juta rupiah. Peneliti juga sempat melakukan wawancara singkat dengan seorang penggemar yang menuturkan bahwa dia sudah sering mengikuti acara gathering yang diadakan oleh Directioners Jogja, baginya ini merupakan wujud rasa cintanya terhadap sang idola. Dia juga sangat bersemangat untuk menonton konser yang akan diadakan bulan Maret 2015 nanti, “Baru nonton film dokumentasi konser saja sudah heboh banget, aku nggak bisa bayangin gimana nanti pas di GBK,” tuturnya.


(29)

14

Penggemar sering kali juga rela menghabiskan waktunya untuk bertemu dengan selebriti idolanya. Hal ini nampak pada hasil observasi tanggal 23 Juli 2015 di Candi Plaosan. Pada tanggal tersebut rumah produksi Sinemart sedang melakukan pengambilan gambar untuk sebuah judul sinetron di Candi Plaosan. Proses pengambilan gambar tersebut melibatkan beberapa artis ibukota seperti Yuki Kato, Ammar Zoni dan Ranti Maria. Berdasarkan observasi, peneliti menemukan belasan penggemar Yuki Kato yang merupakan pelajar Kota Yogyakarta datang dan menunggu berjam-jam di Candi Plaosan supaya dapat berfoto dan berbincang dengan pemain film dan sinetron tersebut. Mereka rata-rata datang sejak dhuhur dan pulang setelah maghrib untuk menunggu pengambilan gambar selesai dan para pemerannya istirahat sehingga dapat meminta foto dan berbincang.

Celebrity worship yang banyak dialami remaja terutama yang memiliki selebriti idola tentunya sangat mempengaruhi perilaku remaja. Celebrity worship menyebabkan penggemarnya mengalami obsesi terhadap selebriti idola sehingga mereka sulit untuk mengontrol perilaku, ucapan, dan pemikiran mengenai selebriti idola dan menyeimbangkannya dengan dunia nyata. Selain menghabiskan waktu, uang dan pikiran demi selebriti idola, remaja sering kali meniru gaya, perilaku dan pandangan selebriti idola mereka. Hal ini berkaitan dengan masa remaja yang merupakan masa pencarian identitas diri. Santrock (2003:340) menjelaskan bahwa ketika remaja mengeksplorasi dan mencari identitas budayanya, remaja seringkali bereksperimen dengan peran-peran yang berbeda.


(30)

15

Berkaitan dengan penjelasan tersebut di atas, peneliti melakukan wawancara dengan seorang pelajar sebuah SMA di Kota Yogyakarta yang merupakan penggemar boyband One Direction, sebut saja RR. Wawancara ini dilakukan guna mengetahui fakta di lapangan mengenai bagaimana identitas diri penggemar selebriti tertentu. Wawancara ini dilakukan pada 24 Juli 2015, berdasarkan wawancara diketahui bahwa dia menyukai One Direction sejak Oktober 2012. Awalnya, dia sekadar mengetahui nama boyband ini sebagai sebuah boyband yang salah satu lagunya diparodikan oleh simpatisan calon gubernur Jakarta, saat itu. Kemudian, seorang teman menyuruhnya untuk melihat dan mendengarkan beberapa video One Direction, karena menurutnya lagunya enak didengar dia mulai mencari lebih banyak informasi tentang Boyband tersebut. Intensitas pencarian informasi tentang lagu, video dan fakta-fakta kehidupan pribadi personil boyband membuatnya semakin menyukai boyband ini.

RR menyatakan bahwa One Direction telah memberinya banyak inspirasi dan mengubah kebiasaan serta pandangannya. RR dulu tidak suka mendengarkan lagu-lagu barat (berbahasa Inggris) namun sekarang dia lebih menyukai lagu-lagu barat daripada lagu dalam negeri. Lebih dari itu, dia menyatakan pula bahwa sekarang dia berkeinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri dengan harapan dapat bertemu dengan One Direction yang bermukim di Inggris. Di sisi lain, kegemarannya dengan One Direction menjadikannya sering kali berpikir untuk memiliki pacar yang berkepribadian seperti personil One Direction karena baginya itu akan menyenangkan.


(31)

16

Di sisi lain pada observasi yang dilakukan pada 23 Juli 2014 diketahui bahwa beberapa penggemar menilai dirinya sebagai penggemar Yuki Kato hal ini terbukti dengan ketika peneliti menyapa dan menanyakan alasan mereka pergi ke Candi Plaosan beberapa menjawab untuk bertemu dengan Yuki Kato karena saya Yukers/Yukavers (sebutan penggemar Yuki Kato). Sementara beberapa remaja lain mengaku menonton karena penasaran saja ingin tahu bagaimana proses pembuatan sinetron berlangsung. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa pada penggemar, selebriti merupakan panutan yang mampu memberikan inspirasi maupun pengaruh. Remaja menjadikan kesukaannya terhadap selebriti tertentu menjadi bagian dari identitas dirinya. Selain itu, selebriti mampu memberikan pandangan terhadap penggemar mengenai sosok ideal seperti apa yang dapat dijadikan sebagai pacar.

Dalam proses perkembangan identitas diri remaja, sering dijumpai bahwa remaja mempunyai seorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olahraga, bintang film, penyanyi atau siapapun yang dikagumi. Orang-orang tersebut menjadi tokoh ideal (idola) karena mempunyai nilai-nilai ideal bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri.

Kota Yogyakarta sebagai sebuah kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, nampak mulai mendapatkan pengaruh yang signifikan dari perkembangan zaman terutama dari bidang teknologi dan komunikasi. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang melibatkan selebriti di dalamnya


(32)

17

mampu memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap penggemar dari selebriti, terutama pada remaja yang berada dalam tahap pencarian jati diri. Proses imitasi dan identifikasi pada remaja terhadap perilaku dan sikap selebriti telah memberikan inspirasi bagi peneliti untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang celebrity worship dan pengaruhnya terhadap identitas diri pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Remaja abad 21 ini dihadapkan pada perkembangan zaman yang memberikan pengaruh pada perkembangannya baik positif maupun negatif

2. Dampak negatif paham neoliberal menjadikan manusia berpandangan bahwa eksistensi seseorang diwujudkan dalam bentuk kebebasan dan kemewahan.

3. Selebriti dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai orang yang berhasil menunjukkan eksistensinya.

4. Selebriti memberikan pengaruh negatif terhadap penggemarnya.

5. Kecintaan penggemar terhadap selebriti idola menjadikan penggemar terus-menerus memikirkan selebriti idolanya sehingga membuang-buang waktu.


(33)

18

6. Penggemar rela menghabiskan uang demi membeli berbagai barang yang berhubungan dengan selebriti idola.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan penelitian ini pada hubungan antara celebrity worship dengan identitas diri pada remaja di kota Yogyakarta.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri pada remaja di kota Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri pada remaja di kota Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini secara teoritis dapat menambah khasanah keilmuan mengenai celebrity worship dan identitas diri yang kemudian akan memperkaya teori dan ilmu pengetahuan mengenai celebrity worship dan


(34)

19

identitas diri pada dunia pendidikan pada umumnya dan bimbingan dan konseling pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai celebrity worship dan pengaruhnya terhadap identitas diri dan perilaku remaja untuk kemudian dapat dijadikan sebagai acuan bagi orang tua, guru dan pembimbing atau konselor sekolah dalam mendidik siswa.

G. Batasan Istilah

1. Celebrity Worship merupakan perilaku obsesif adiktif penggemar terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan artis atau selebriti idola mereka yang menyebabkan sebuah hubungan satu arah dari penggemar terhadap idola.

2. Identitas Diri merupakan perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu.


(35)

20 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Celebrity Worship

1. Definisi Celebrity Worship

Selebriti menurut Boorstin (dalam Turner, 2013:4) is a person who is well known for their well-knowness. Selebriti berdasarkan definisi ini, dipahami sebagai orang-orang yang terkenal karena kemampuan mereka. Kemampuan dapat bermacam-macam, dari berbagai bidang baik bidang olahraga, politik, seni, ekonomi dan bidang-bidang lainnya.

Sementara Schlecht (2003:3) menyebutkan bahwa celebrity are people who enjoy public recognition by a large share of a certain group of people. Menurut definisi kedua ini, celebrity dapat diartikan sebagai orang-orang yang mendapatkan perhatian dari masyarakat luas.

Berdasarkan definisi kedua diatas, dapat dipahami bahwa selebriti adalah orang yang populer atau dikenal oleh masyarakat luas, melalui kemampuan-kemampuan mereka. Meskipun begitu, dewasa ini selebriti lebih dikenal sebagai mereka yang sering muncul di media, utamanya televisi sebagai pemain film, drama, sinetron, presenter atau penyanyi.

Selebriti yang sering kali muncul di berbagai media cenderung akan semakin dikenal penonton dan mampu mempengaruhi penonton tersebut. Seperti yang diungkapkan King dalam Dyer (1998:8) bahwa bintang/selebriti memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat yang menontonnya,


(36)

21

termasuk memberikan kontrol tentang bagaimana seseorang harus berperilaku. Intensitas penggemar dalam menyaksikan selebriti favoritnya di media cenderung meningkatkan timbulnya hubungan parasosial (pada diri penggemar tersebut.

Hubungan parasosial menurut Horton & Wohl (dalam Ballatine & Martin, 2005: 197) defined as the apparent fa ce to face interaction that can occur between media characters and their audience. Pengertian ini menjelaskan bahwa hubungan parasosial merupakan hubungan yang nampak seperti hubungan langsung yang dapat terjadi antara karakter di media dengan penontonnya.

Sedangkan Lawry (2013: 55) menyebutkan bahwa parasosial interaction is defined as a history of interactions between a consumer and celebrity that manifests into a seemingly imagined or illusory relationship, because no “true” face-to-face relationship exists and the interaction is primarily constructed within a fantasy cultivated through the mass media.

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan parasosial merupakan hubungan satu arah antara penonton dengan selebriti dan atau karakter fiksi. Pada hubungan ini penonton memiliki ikatan kuat terhadap selebriti atau karakter fiksi favoritnya sehingga penonton merasa seolah-olah penonton sangat dekat dengan selebriti atau karakter fiksi tersebut. Hubungan parasosial sering kali muncul pada penggemar selebriti yang sangat menyukai


(37)

22

atau mengagumi selebriti idolanya. Hubungan ini, oleh Maltby et all (2011:483) disebut sebagai celebrity worship.

Celebrity Worship oleh Chapman (dalam Evita Puspita Sari, 2013:4) didefinisikan sebagai sebuah sindrom perilaku obsesif adiktif terhadap artis dan segala sesuatu yang berhubungan dengan artis tersebut. Celebrity worship biasanya melibatkan satu atau lebih selebriti yang sangat disukai oleh individu sehingga individu seakan-akan tidak bisa terlepas dari hal-hal yang berhubungan dengan selebriti tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa celebrity worship merupakan perilaku obsesif adiktif penggemar terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan artis atau selebriti idola mereka yang menyebabkan sebuah hubungan satu arah dari penggemar terhadap idola (hubungan parasosial).

2. Tingkatan/Dimensi Celebrity Worship

a. Entertainment Social (Hiburan-Sosial)

Entertainment Social (Hiburan sosial) ini berisi motivasi-motivasi yang mendasari pencarian aktif fans terhadap selebriti (Dita Darfiyanti & MG. Bagus Ani Putra, 2012:55). Tingkatan ini merupakan tingkatan paling rendah dalam celebrity worship. Pada tingkatan ini biasanya penggemar menggunakan internet atau media sosial sebagai alat untuk mencari informasi mengenai selebriti favoritnya. Ada pula yang sering dan selalu membicarakan mengenai selebriti favoritnya dengan teman. Penggemar


(38)

23

biasanya membentuk fandom (kumpulan penggemar) di media sosial untuk saling bertukar informasi dan membicarakan selebriti favorit dengan sesama penggemar. Hal ini dikemukakan oleh Baym (2012: 286) yang menyatakan It has now been at least thirty years since music fans took to the internet, creating fan communities and building relationships. When audiences began using the internet to share and build their fandoms, those they were discussing were rarely online. Faktanya, hal seperti ini tidak hanya terjadi pada penggemar musisi tetapi juga pada penggemar bintang film, komedian, presenter dan profesi dunia hiburan lainnya.

Liu (2013:16) menjelaskan bahwa the entertainment-social type, people worship their favourite celebrities solely for entertainment purposes and they have a normal level of interest in their favourite celebrities‟ lives. The behaviours of worshippers of this type include reading news about the celebrities and gossiping about the celebrities. Secara singkat dapat diketahui bahwa Liu berpendapat bahwa pada tingkatan entertainment social (hiburan sosial), penggemar memiliki ketertarikan dalam taraf normal yang ditunjukkan dengan suka membaca berita terbaru tentang selebriti dan membicarakannya dengan orang lain.

Di sisi lain, Stever (dalam Maltby et all. 2004:1476) yang menjelaskan bahwa a fan attracted to a favourite celebrity because of their perceived ability to entertain and capture our attention. Penggemar atau fans pada dengan tingkat celebrity worship, entertainment social (Hiburan sosial)


(39)

24

tertarik atau mengidolakan selebriti karena kemampuan selebriti dalam memberikan hiburan sehingga menarik perhatian

Jadi dalam hiburan sosial, penggemar tertarik untuk terus-menerus mendapatkan informasi dan membicarakan selebriti idola mereka sebagai wujud ketertarikan mereka atas kemampuan yang dimiliki oleh selebriti tersebut. Lebih dari itu, menurut Maltby, McCuthen & Ashe (dalam Reeves, 2012: 675) memaparkan bahwa “..the entertainment-social subscale of the CAS was most strongly related to social dysfunction and depression...”. Pemaparan ini menjelaskan bahwa pada celebrity worship scale (skala celebrity worship) menunjukkan bahwa entertainment social (hiburan sosial) memiliki hubungan yang kuat terhadap ketidakmampuan sosial dan depresi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa hiburan sosial merupakan tingkat terendah dalam celebrity worship. Pada tingkat ini penggemar tertarik untuk mendapatkan informasi terbaru selebriti, termasuk kehidupan pribadinya. Penggemar senang membicarakan selebriti idola mereka sebagai wujud ketertarikan mereka terhadap kemampuan yang dimiliki oleh selebriti tersebut.

b. Intense-P ersonal Feeling (Perasaan Pribadi yang Intens)

Maltby et al (2004;412) menyebutkan bahwa pada tingkatan ini fans memiliki pemikiran bahwa selebriti idolanya adalah bagian dari dirinya


(40)

25

serta dia selalu memikirkan selebriti tersebut meskipun dia tidak ingin memikirkannya.

North et al (2007 : 4) menyebutkan bahwa Intense personal celebrity worship involves the participant feeling that he / she has a strong personal „connection‟ with the celebrity. It is manifested by for example a feeling that the celebrity is a faultless soulmate, a bout whom the individual has frequent thoughts. Berdasarkan penjelasan North ini, dapat diketahui bahwa pada „intense personal‟ celebrity worship, penggemar memiliki perasaan bahwa dirinya mempunyai ikatan yang kuat dengan selebriti favoritnya. Hal ini memunculkan adanya pikiran terus-menerus terhadap selebriti favoritnya tersebut.

Aspek ini merefleksikan perasaan intensif dan kompulsif terhadap selebriti, hampir sama dengan tendensi obsesif pada fans. Hal ini menyebabkan penggemar kemudian menjadi memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang selebriti tersebut, mulai dari berita terbaru hingga informasi mengenai pribadi selebriti.

Seiring dengan meningkatnya intensitas keterlibatan dengan selebriti, penggemar mulai melihat selebriti orang yang dianggap dekat dan mengembangkan hubungan parasosial dengan selebriti tersebut (Dita Darfiyanti & M.G. Bagus Ani Putra,2012:55). Pada orang-orang dengan daya imajinasi tinggi, menurut Shrum (2010:378) akan lebih cenderung memperluas kehidupan para tokoh favorit di televisi hingga mencakup aktivitas atau latar yang lain. Pada tingkatan ini, penggemar memiliki obsesi


(41)

26

terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebriti idolanya sehingga dia terus menerus memikirkan selebriti idolanya meskipun dia tidak menginginkannya. Pemikiran itu sendiri datang begitu saja tanpa diketahui oleh individu atau fans tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa Perasaan pribadi yang intens merupakan tingkat kedua dalam celebriti worship. Pada tingkat ini penggemar memiliki obsesi terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebirti idolanya. Penggemar tergolong impulsif dan kompulsif terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebriti idolanya.

c. Borderline Patological Tendency (Patologis)

Tingkatan ini merupakan tingkatan paling ekstrim dari hubungan parasosial dengan selebriti atau celebrity worship. Maltby et all (2004:412) mencontohkan bentuk hubungan ini menggunakan pernyataan sebagai berikut :

“Jika seseorang memberiku ratusan dollar atau pounds untuk kebahagiaanku, maka aku akan menghabiskannya untuk keperluan pribadi seperti sapu tangan atau piring yang pernah digunakan oleh selebriti idolaku” dan “Jika aku beruntung untuk bertemu dengan selebriti favoritku, dan dia memintaku untuk melakukan hal-hal ilegal sekalipun, aku akan dengan senang hati mungkin aku akan melakukannya”.

Contoh di atas menjelaskan bahwa pada tingkatan ini fans akan bersedia untuk melakukan demi selebriti favoritnya meskipun tindakan tersebut ilegal atau melanggar hukum. Nampak sekali bahwa fans dengan celebrity worship pada tingkatan ini memiliki pemikiran yang tidak


(42)

27

terkontrol dan cenderung irasional. Pemikiran tidak terkontrol ini kembali ditegaskan lagi oleh Malbty et al (2006: 281) yang memaparkan bahwa patologismerupakan tipe celebrity worship yang menunjukkan perilaku dan fantasi tidak terkontrol yang melibatkan selebriti favoritnya.

Sheridan et al (2006:527) menjelaskan bahwa the borderline pathological facet of celebrity worship is typified by uncontrollable behavior and fantasies regarding scenarios involving a favourite celebrity. Disini, Sheridan menjelaskan bahwa pada tipe „borderline pathological‟ celebrity worship, penggemar memiliki perilaku dan fantasi tidak terkontrol yang melibatkan selebriti favoritnya.

Lebih Lanjut, Liu (2013:16) memaparkan bahwa:

the most radical type of celebrity worship is borderline-pathological behaviours and traits displayed by those who believe in the benevolent omnipotence of the celebrities. They also have an obsession with the details of celebrities‟ lives, over- identify with the celebrities, and believe that they can communicate with their favourite celebrities through a shared secret code

dari penjelasan Liu ini, dapat diketauhi bahwa salah satu fantasi yang dimiliki oleh penggemar dengan celebrity worship: patologisadalah berupa keyakinan bahwa dia (penggemar) dapat berkomunikasi dengan selebriti favorit melalui cara rahasia.

Berdasarkan pemaparan di atas, disimpulkan bahwa patologis merupakan tingkat tertinggi dan paling ekstrim dalam celebrity worship. Pada tingkatan ini penggemar cenderung memiliki fantasi irasional dan tidak terkontrol tentang selebriti idolanya. Selain itu penggemar juga rela melakukan apa saja demi selebriti idolanya.


(43)

28

3. Pengaruh Celebrity Worship pada Penggemar

Maltby et al (2006:274) menjelaskan bahwa the adoration of celebrity, as idols or role models is a normal part of identity development in childhood and adolecens. Kekaguman atau mengagumi idola merupakan hal yang normal dan merupakan bagian dari perkembangan identitas diri seseorang.

Sosok idola dijadikan oleh remaja dan anak-anak sebagai model untuk kemudian diidentifikasi karena dinilai sebagai sosok yang memiliki kemampuan. Akan tetapi hubungan parasosial ini dapat menjadi tidak normal jika penggemar menjadi terobsesi secara virtual terhadap selebriti idolanya. menjadikan penggemar merasa sangat mengenal idolanya dan memiliki kedekatan khusus meskipun sebenarnya sang idola sama sekali tidak mengenal penggemar tersebut. Kedekatan seperti ini mengakibatkan adanya pengaruh secara emosional dari hal-hal yang terjadi pada diri selebriti tersebut. Greene dan Adams Price dalam Maltby (2003:25) menyebutkan bahwa hubungan parasosial ini merupakan fenomena abnormal tidak biasa pada seseorang dengan asumsi identitas yang tidak rusak menjadi terobsesi secara virtual terhadap satu atau lebih selebriti baik secara biasa hingga maniak, yang merupakan salah satu tipe gangguan delusional.

Celebrity worship banyak dipengaruhi oleh tingginya frekuensi mengenai idola atau selebriti di media masa sehingga mengakibatkan penggemar membawa hubungan tersebut dalam kehidupan nyata. Shrum (2010:375-376) memaparkan bahwa seorang pemirsa yang sanagat terkoneksi memiliki


(44)

29

hubungan lebih dalam dan intim dengan suatu acara, para tokoh dalam acara tersebut (acara televisi) dan para pemirsa lain. Hubungan lebih dalam dan intim ini dapat memunculkan perasaan memiliki yang sering kali muncul dalam celebrity worship. Perasaan memiliki artis atau selebriti idola ini menurut Pierce dalam Evita Puspita Sari (2013;4) membuat penggemar menjadikan selebriti idola sebagai objek yang dia miliki,sehingga dia akan terus-menerus memikirkan dan mempertahankan miliknya tersebut.

Celebrity Worship sebagai sebuah fenomena semakin berkembang, kasusnya sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, memiliki dampak nyata pada individu. Celebrity Worship sering kali menyebabkan individu lupa waktu, mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk duduk di depan komputer untuk mengetahui informasi terbaru mengenai selebriti idolanya.

Sebagian besar penggemar memanfaat media sosial seperti twitter dan instagram untuk berkomunikasi atau mendapatkan informasi terbaru tentang selebriti favoritnya.Melalui akun pribadi milik selebriti favorit ini, penggemar berharap untuk mendapatkan informasi secara langsung dari selebriti favorit. Lebih dari itu, tidak sedikit juga penggemar meminta untuk diikuti kembali akunnya oleh selebriti favorit. Marwick & Boyd (2011: 147-148) memaparkan bahwa if we accept that Twitter creates a sense of ongoing connection with one‟s real life acquaintances and friends, following a famous person‟s tweet over a period of time may create an equally valid feeling of knowing them. Dari pemaparan Marwick dan Boyd ini, dapat diketahui bahwa penggemar yang


(45)

30

terus menerus mengikuti perkembangan selebriti melalui twitter dapat memberikan perasaan lebih mengenal selebriti tersebut.

Selebriti dapat memberikan banyak pengaruh pada fans baik positif maupun negatif. Banyak sekali perilaku selebriti yang ditiru oleh fansnya. Tidak menjadi masalah jika yang ditiru adalah perilaku-perilaku positif namun tidak jika perilaku negatif yang diikuti oleh fans yang pada umumnya adalah remaja.

Pengaruh positif idola sebagaimana yang disampaikan oleh Anggiedania (2008:8) idola merupakan inspirasi bagi fans dalam hal meraih mimpi dan mengembangkan kreativitas, menjadikan individu untuk meniru kedisiplinan selebriti idola mereka dalam melakukan pekerjaan serta membuat fans untuk meniru gaya hidup positif para selebriti.

Di sisi lain, pengaruh negatif selebriti jika ditinjau dari sisi celebrity worship, ada beberapa pengaruh negatif yang diketahui berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. CQ Researcher (2010:3) menyebutkan bahwa Celebrity culture is having other negative impacts on society. According to British researcher Satoshi Kanazawa, of The London School of Economics and Science, children‟s mental health suffers the more they believe that hap- piness comes from money, fame and beauty. Berdasarkan kutipan ini, diketahui bahwa selebriti telah memberikan pengaruh buruk pada masyarakat di antaranya adalah memunculkan adanya pandangan kebahagian berasal dari uang, popularitas dan kecantikan.


(46)

31

Selain yang telah disebutkan di atas, berikut ini merupakan beberapa pengaruh negatif celebrity worship dari beberapa peneliti lain :

a. Celebrity worship syndrome memiliki hubungan dengan

ketergantungan (addiction) dan kriminalitas. Sheridan et al (2007:559) mengungkapkan bahwa terdapat korelasi postif antara komponen celebrity woship dengan kriminalitas.

b. Celebrity worship menjadikan penggemar kurang pecaraya diri terhadap dirinya sendiri, terutama terhadap penampilannya. Hal ini didukung oleh Maltby & Day (2011: 11) dalam penelitiannya mengungkap bahwa celebrity worship pada tingkat intense personal feeling memiliki hubungan atau mempengaruhi remaja dalam melakukan operasi plastik.

c. Celebrity Worship membuat fans ingin menjadi seperti idola mereka. Sebagai contoh, seseorang yang mengidolakan Andy Lau rela menghabiskan uang sejumlah 20.000 dollar untuk melakukan operasi plastik dan mengubah wajahnya menjadi mirip dengan wajah Andy Lau (Wei & Jiun.2010:2)

Habisnya waktu dan materi. Tidak lagi menjadi rahasia jika para fans rela menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer supaya tidak tertinggal berita mengenai selebriti idolanya, berbagi info mengenai selebriti idola dengan sesama fans dan mau meluangkan waktu untuk menemui selebriti idolanya di rumah atau hotel tempat selebriti tersebut menginap. Selain waktu yang terbuang, fans juga rela menyisihkan uang jajan atau tabungan untuk


(47)

32

membeli barang-barang yang berhubungan dengan selebriti idola. Bahkan rela menguras tabungan untuk membeli tiket konser yang tentu tidak murah harganya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Reeves (2012) menunjukkan bahwa celeberity worship memiliki korelasi yang positif terhadap perilaku compulsive buying.

4. Celebrity Worship pada Remaja

Kekaguman remaja kepada selebriti merupakan sebuah hal yang normal, hal ini diungkapkan oleh Maltby (2006: 273) sebagai salah satu bagian dari pembentukan identitas diri pada remaja. Selebriti sebagai salah satu figur di masyarakat, disebutkan oleh Syamsu Yusuf (2006: 202) merupakan salah satu dari tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas diri. Ketiga faktor tersebut adalah iklim keluarga, tokoh idola dan peluang pengembangan diri. Selebriti sendiri termasuk dalam kategori tokoh idola.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada masa remaja, individu dihadapkan pada sosok idola terutama selebriti. Terlebih, di zaman dengan kemajuan teknologi seperti sekarang yang memudahkan remaja untuk mendapatkan informasi tentang selebriti melalui media baik eletronik maupun cetak. Informasi yang terus menerus, bukan tidak mungkin menjadikan remaja tertarik dan kagum pada selebriti tertentu.

Kekaguman pada selebriti yang semula merupakan hal yang normal sebagai salah satu tahap pembentukan identitas diri menjadi sebuah fenomena tidak normal karena intensitasnya yang berlebihan. Maltby (2006: 274)


(48)

33

menjelaskan bahwa The dynamics of the motivational forces driving this absorption might, in turn, take on addictive component, leading to more extreme (and the perhaps delusional) behaviors to sustain the individual‟s satisfaction with the parasocial relationship. Pada pernyataan ini, dapat diketahui bahwa kekaguman terhadap selebriti dapat berubah menjadi ketergantungan terhadap selebriti favoritnya hingga membentuk adanya hubungan parasosial dengan selebriti favoritnya.

Ketergantungan pada selebriti hingga menimbulkan adanya hubungan parasosial inilah yang disebut dengan celebrity worship. Celebrity worship menurut Raviv & McCutheon (dalam Dita Darfiyanti & M.G. Bagus Ani Putra, 2012 : 54) umumnya terjadi pada remaja dan akan menurun seiring bertambahnya usia. Celebrity worship umum terjadi pada remaja karena pada masa ini remaja sedang mencari jati diri dan dalam pencariannya, remaja membutuhkan figur sebagai contoh dalam berperilaku. Figur ini disebutkan oleh Syamsu Yusuf (2006 : 202) adalah orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya, tokoh yang menjadi idola atau pujaan adalah remaja berasal dari kalangan selebritis seperti para penyanyi, bintang film dan olahragawan. Berdasarkan pemaparan inilah, peneliti memutuskan untuk meneliti celebrity worship pada masa perkembangan remaja. Remaja SMA pada khususnya.


(49)

34 B. Kajian Identitas Diri

1. Definisi Identitas Diri

Istilah identitas diri banyak dipahami melalui pemikiran dan analisis Erik Erikson. Menurut Santrock (2003:340) Erikson merupakan orang pertama yang memahami arti penting pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan identitas diri, seperti : Siapakah saya? Apakah yang ada pada diri saya? Apa yang akan saya lakukan dengan hidup saya? Apakah yang berbeda dengan diri saya? Dan bagaimanakah caranya saya melakukan sesuatu sendiri?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sering kali muncul di benak remaja yang sedang berada pada masa pencarian identitas diri. Erikson (dalam Hasanah Uswatun,2013: 181) mendeskripsikan identitas diri sebagai kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada dirinya dengan tepat di dalam konteks kehidupan yang akan datang menjadi sebuah kesatuan gambaran diri yang utuh dan berkesinambungan untuk menemukan jati dirinya.

Sedangkan Allport (dalam Baihadi, 2008:93) berpendapat bahwa segi yang sangat penting dalam identitas diri adalah nama orang. Nama itu menjadi lambang dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan membedakannya dari semua diri yang lain di dunia. Karena itu, untuk identitas nama, kebanyakan orang tua akan memberikan nama yang baik dan indah bagi putera-puterinya.


(50)

35

Selain itu Sri Rumini & Sri Sundari (2004 : 75) identitas merupakan persatuan yang terbentuk dari asas-asas, cara hidup, pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya di dalam masyarakat.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat diketahui identitas diri merupakan pemahaman seseorang mengenai gambaran dirinya sekarang sebagai pribadi yang unik dan pandangannya mengenai masa depannya. Orang yang memiliki dan memahami identitas dirinya akan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri ini membuatnya memiliki gambaran terhadap masa depan, memiliki tujuan hidup yang jelas dan terarah.

2. Perkembangan Identitas Diri

Perkembangan identitas diri merupakan sebuah proses yang kompleks, sehingga akan lebih mudah dipahami sebagai sebuah rangkaian interaksi proses perkembangan daripada dipandang sebagai kejadian tunggal (Steinberg dalam Mulyono, 2007: 21). Identitas diri terbentuk sebagai hasil dari sebuah proses panjang akan tetapi identitas diri mencapai tahap terpentingnya pada masa remaja. Berdasarkan teori psikososial Erikson (dalam Santrock, 2013:50) perubahan dalam perkembangan berlangsung sepanjang masa hidup, kemudian pada masa remaja-lah seseorang mengalami proses pembentukan identitas diri.

Papalia, Old & Feldman (2008:587) mengemukakan bahwa remaja tidak membentuk identitas mereka dengan meniru orang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh anak yang lebih muda, tetapi dengan memodifikasi dan


(51)

36

menyintesiskan identifikasi lebih awal ke dalam “struktur psikologis baru yang lebih besar”. Oleh karenanya, maka dapat dipahami bahwa dalam membentuk identitasnya, remaja harus mampu mengorganisasi kemampuan, kebutuhan, ketertarikan dan hasrat mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks sosial. Kompleksnya, pembentukan identitas diri pada remaja inilah yang kemudian menimbulkan adanya kebingungan identitas pada diri remaja.

Perkembangan identitas diri terdapat pada tahap kelima perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Tahap kelima ini dikenal sebagai tahap Identitas versus Kebingungan Identitas yang berlangsung pada masa remaja (Santrock, 2013:51). Pada tahap ini, remaja dihadapkan pada tantangan untuk menemukan siapakah diri mereka, bagaimana mereka kelak, dan arah mana yang akan mereka tempuh untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.

Tantangan untuk menemukan identitas diri ini dilakukan oleh remaja melalui uji coba atau mencoba-coba banyak peran berbeda yang menurut mereka sesuai dengan diri mereka. Menurut Erikson dalam Crain (2007:442) dalam proses pembentukan identitas diri tanpa disadari kita sudah mengidentifikasi diri dengan mereka yang tampak kepada kita, menjadikan diri kita seperti mereka. Remaja sering kali mengidentifikasi diri dengan komunitas atau geng tertentu berdasarkan lingkungan sosial tempat remaja tersebut bergaul.


(52)

37

Selain pergaulan seperti yang telah dijelaskan di atas, perkembangan identitas diri juga dipengaruhi berbagai faktor lain, seperti yang disebutkan oleh Syamsu Yusuf (2006:202) yaitu :

a. Iklim Keluarga : iklim keluarga dinilai sangat mempengaruhi perkembangan identitas diri. Iklim keluarga ini berkaitan dengan interaksi antar anggota keluarga, termasuk sikap dan perlakuan orang tua. Santrock (2007:58) memaparkan bahwa dalam studi-studi yang mengkorelasikan perkembangan identitas dengan gaya pengasuhan orang tua menunjukkan bahwa setiap gaya pengasuhan memberikan pengaruh berbeda terhadap perkembangan identitas diri remaja.

Remaja dengan gaya pengasuhan demokratis dijelaskan oleh Santrock (2007: 58) bahwa gaya pengasuhan demokratis yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, akann menghambat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan mengizinkan mereka engambil keputusan-keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas.

b. Tokoh Idola : Tokoh idola merupakan figur yang sering dipersepsi oleh remaja sebagai sosok yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya, tokoh yang menjadi idola remaja berasal dari kalangan selebriti.

c. Peluang Pengembangan diri : Merupakan kesempatan untuk melihat masa depan dan menguji dirinya dalam berbagai keadaan kehidupan.


(53)

38

Pengalaman-pengalaman yang berbeda dalam berbagai hal ini akan sangat penting dalam perkembangan identitasnya.

3. Status Identitas Diri

James Marcia, mengembangkan teori identitas diri Erikson, melalui teori ini Marcia (dalam Luyckx et all, 2013:702) menyebutkan bahwa proses pembentukan identitas diri atau identity formation terjadi melalui dua jenis proses yakni eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi merupakan usaha mencari informasi dan pemahaman yang mendalam. Sedangkan komitmen adalah bagai sesuatu sikap yang cenderung menetap dan memberikan kesetiaan terhadap alternatif yang telah dipilih dan diyakini sebagai paling baik dan berguna bagi masa depannya. Hasil dari eksplorasi dan komitmen inilah yang menurut Marcia (dalam Purwadi, 2004:49) merupakan dasar pembentukan status identitas.

Status identitas menurut James Marcia (dalam Santrock, 2003:344) merupakan cara yang ditempuh dalam menyelesaikan krisis identitas. Krisis identitas didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan identitas dimana individu berusaha melakukan eksplorasi terhadap berbagai macam alternatif yang bermakna.

Berikut ini merupakan empat status identitas menurut Marcia (dalam Santrock, 2012:439)


(54)

39 a. Difusi Identitas (Identity Difusion):

Syamsu Yusuf (2006:202) mendefinisikan difusi identitas sebagai kebingungan tentang siapa dirinya dan mau apa dalam hidupnya. Pada status ini, individu belum pernah mengalami krisis ataupun membuat komitmen apapun.

Individu dengan difusi identitas tidak hanya tidak membuat keputusan yang menyangkut pilihan pekerjaan atau ideologi, mereka juga cenderung kurang berminat terhadap hal-hal semacam itu. Karakteristik individu yang mengalami difusi identitas: pertama kurang memiliki konsep diri yang kokoh. Kedua individu menunjukkan tingkat kecemasan dan tegangan internal yang tinggi. Ketiga, tidak memiliki definisi yang jelas tentang siapa dirinya dan tidak dapat memperkirakan ciri dan sifat kepribadian yang dimiliki

b. Penyitaan Identitas (Identity Foreclosure):

Identity foreclosure berarti menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan (Syamsu Yusuf, 2006:202). Pada status ini, individu telah membuat komitmen namun tidak pernah mengalami krisis. Status identitas ini sering kali terjadi jika orang tua menurunkan komitmen pada remajanya, biasanya secara otoriter, sebelum remaja tersebut memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologis dan pekerjaannya sendiri.


(55)

40

c. Moratorium Identitas (Identity Moratorium)

Identity Moratorium merupakan status individu yang berada di pertengahan krisis namun yang komitmennya tidak ada atau hanya didefinisikan secara kabur. Syamsu Yusuf (2006: 202) menjelaskan bahwa Marcia memperluas pengertian moratorium sebagai usaha-usaha yang aktif remaja untuk menghadapi krisis pembentukan identitas diri.

d. Pencapaian Identitas (Identity Achievement)

Identity Achievement adalah status individu yang telah mengalami krisis dan membuat komitmen. Pada status identitas ini, berdasarkan tulisan Syamsu Yusuf (2006:201) diketahui bahwa remaja telah memahami pilihan yang realitik, maka remaja mampu membuat pilihan dan berperilaku sesuai dengan pilihannya.

Berdasarkan pada teori status identitas Marcia ini, Berzonsky et al (2013 : 893) mengembangkan tiga model pembentukan identitas diri sosial-kognitif yang terdiri dari : informatif, normatif dan penolakan. Ketiga model ini dikembangkan berdasarkan perbedaan proses sosial dan kognitif yang dilakukan oleh indvidu dalam mengatasi konflik identitas dan pengambilan keputusan. Berbeda dengan model status identitas Marcia yang fokus pada hasil eksplorasi dan komitmen, Berzonsky lebih fokus pada proses pembentukan identitas diri. Berzonky (2011: 296) bahwa dia proposed a model identity formation that focused on differences in the social cognitive


(56)

41

processes and strategies individual use to engage or avoid the tasks of constructicng, maintaining and/or reconstructing a sense of identity..

Berikut ini merupakan pemaparan terkait tiga model status identitas diri menurut Berzonsky et al (2013: 894) :

a. Proses Identitas Diri Model Informasi

Individu dengan Proses Identitas Diri Model Informasi merupakan individu yang memiliki pencapaian status identitas moratorium dan pencapaian identitas. Individu dijelaskan oleh Berzonsky sebagai individu yang reflektif, skeptis, tertarik untuk mempelajari hal-hal baru tentang diri mereka dan melakukan instropeksi diri. Selain itu, individu dengan gaya proses identitas ini juga selalu berpikir sangat kompleks dalam mengatasi masalah dan waspada dalam mengambil keputusan.

b. Proses Identitas Diri Model Norma

Individu dengan proses identitas diri ini merupakan individu individu yang teliti,disiplin, memiliki komitmen yang kuat dalam mencapai tujuan. Individu ini cenderung menginternalisasikan dan mematuhi tujuan dan standar dari kelompok atau lingkungannya. Individu dengan proses identitas ini cenderung memiliki status penyitaan identitas, tidak mentoleransi ketidakpastian, tujuan utama dari individu ini adalah untuk mempertahankan pandangan dan identitas diri mereka.


(57)

42 c. Proses Identitas Diri Model Penolakan

Individu dengan proses identitas ini merupakan individu yang mencoba untuk menghindari konflik dan pengambilan keputusan identitas selama mungkin. Ketika dihadapkan pada pengambilan keputusan, individu ini cenderung mengambil sikap dan perilaku berdasarkan tuntutan situasi dan konsekuensi yang diterima dari keputusannya. Keputusan invidu ini tergantung pada pilihan mayoritas kelompok atau lingkungannya. Secara teoritis, individu dengan gaya proses identitas ini memiliki komitmen tetapi tidak stabil dan mudah berubah tergantung dari situasi, akibat yang diperoleh dan keadaan. Individu ini merupakan individu dengan status difusi identitas.

C. Kajian Karakteristik Remaja Usia Sekolah Menengah Atas (SMA)

1. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia sejak anak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia (Life span development). Masa remaja memiliki ciri yang yang berbeda dengan masa sebelumnya dan masa sesudahnya karena berbagai hal yang mempengaruhi.

Kata remaja berasal dari bahasa Inggris adolescence yang berarti tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. (Rita Eka Izzaty dkk, 2008:123), sedangkan berdasarkan bahasa Latin berasal dari kata „adolescere‟ yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita. 2009:189).


(58)

43

Papalia, Old & Feldman (2008: 535) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar fisik, kognitif dan psikososial. Masa ini secara umum dianggap dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah kepada kematangan seksual atau fertilitas – kemampuan untuk bereproduksi. Remaja tidak hanya mengalami perubahan fisik tetapi juga perkembangan pada dimensi kognitif dan sosial.

Hurlock dalam Taufik (2013:34) mendefinisikan remaja menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja bermula dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun yaitu usia matang secara hukum.

Meskipun begitu, hingga sekarang definisi remaja masih belum dapat dirumuskan secara pasti sebab masa remaja sendiri tidak dapat diketahui berakhir kapan dan kapan anak remaja tumbuh dewasa tidak dapat ditetapkan secara pasti. Hal ini menurut Desmita (2009:189) dipengaruhi oleh pengaruh budaya karena konsep remaja sendiri merupakan ciptaan dari budaya, yakni suatu konsep yang muncul dalam masyarakat modern.

Terlepas dari definisi dan kapan masa remaja dimuai atau berakhir, pada masa remaja seseorang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, sifat-sifat remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya, tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa (Hurlock.1991:206).


(59)

44

Berdasarkan pemaparan berbagai pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dijalani oleh individu pada usia belasan tahun. Masa remaja merupakan masa perkembangan secara pesat pada aspek fisik, kognitif dan psikososial.

2. Batasan Usia Remaja

Terdapat beberapa mendapat berbeda terkait batasan usia remaja berikut ini beberapa pendapat dari peneliti yang berbeda :

Pertama, Konopka dalam Syamsu Yusuf (2006 : 184) menyebutkan bahwa masa remaja meliputi (a) remaja awal : dengan usia 12- 15 tahun, (b) remaja madya: dengan usia 15 – 18 tahun dan (c) remaja akhir : dengan usia 19 – 22 tahun.

Kedua, Hurlock (dalam Rita Eka Ezzaty, dkk, 2010: 124) memaparkan bahwa awal masa berlangsung kira-kira dari tigas belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun. Akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara huku.

Ketiga, Papalia, Old & Feldman (2008 ; 534) berpendapat bahwa masa remaja dimulai pada usia sebelas atau sebelas tahun sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan.

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa masa remaja berlangsung pada usia dua belas tahun hingga usia dua


(60)

45

puluh tahun. Sedangkan untuk remaja usia Sekolah Menengah Atas adalah remaja dengan rentang usia antara 14 atau 15 tahun hingga usia 18 tahun.

3. Aspek Perkembangan Remaja

a. Perkembangan Fisik dan Psikoseksual

Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Perkembangan fisik ini berupa berat badan dan tinggi badan yang berjalan paralel dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon mammptropik, serta hormon gonadotropik (kelenjar seks) yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan sekunder. (Rita Eka Izzaty .2008:127).

Ciri-ciri seks primer dan sekunder pada remaja laki-laki dan perempuan berbeda. Pada remaja laki-laki, ciri-cirik seks primer ditandai dengan pertumbuhan testis hingga mencapai tingkat kematangan penuh pada usia 20-21 tahun. Proses pematangan organ-organ seks pada laki-laki ini menyebabkan terjadinya mimpi basah yang disampaikan oleh Syamsu Yusuf (2009:195) terjadi pada usia sekitar 14-15 tahun. Sedangkan pada remaja perempuan, ciri-ciri seks primer ditandai dengan adanya tanda kematangan seksual berupa tumbuhnya payudara dan menarche, munculnya menstruasi pertama. Menurut Wade & Tavris (2007:265) mulainya pubertas tergantung dari faktor baik biologis maupun lingkungan. Menstruasi pertama misalnya, tergantung dari lemak tubuh pada anak perempuan yang diperlukan untuk mempertahankan kehamilan.


(61)

46

Ciri-ciri seks sekunder pada remaja pun juga berbeda pada laki-laki dan perempuan. Pada remaja laki-laki akan nampak ciri-ciri sekunder berupa tumbuhnya rambut atau buku di sekitar kemaluan dan ketiak, terjadinya perubahan suara, tumbuhnya kumis dan tumbuhnya jakun. Sedangkan pada perempuan akan ditandai dengan tumbuhnya rambut atau bulu pada kemluan dan ketiak, bertambah besarnya payudara dan bertambah besarnya pinggul.

Terdapat perubahan psikologis dalam jumlah besar yang menyertai perkembangan pubertas remaja. Perkembangan fisik dan seksual yang begitu cepat sering kali menimbulkan kegusaran batin yang cukup mendalam karena pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya (Monks, 2002:268). Citra tubuh merupakan salah aspek psikologis dari pubertas yang pasti muncul pada laki-laki dan perempuan adalah praokupasi (perhatian) remaja terhadap tubuhnya (McCabe & Ricciardelli dalam Santrock.2007:91). Di masa pubertas, remaja mengembangkan citra individual mengenai seperti apakah tubuhnya itu. Preokupasi terhadap citra tubuh ini cukup kuat di masa remaja; secara khusus kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas.

b. Aspek Perkembangan Kognitif

Berdasarkan teori kognitif Piaget, remaja memasuki tahapan pemikiran operasi formal yang merupakan tahap keempat dan terakhir dari perkembangan kognitif menurut Piaget (Santrock,2007:126). Pada tahap ini remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman-pengalaman yang aktual atau konkret sebagai titik tolak pemikirannya. Mereka dapat


(62)

47

menciptakan situasi-situasi fantasi , peristiwa-peristiwa yang murni berupa kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau hanya berupa proporsi abstrak dan mencoba menalar secara logis mengenainya.

Apabila ditinjau dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget pada remaja, maka remaja telah memiliki kemampuan untuk introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berpikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berpikir berdasarkan hipotesis (adanya pengujiann hipotesis), menggunakan simbol-simbol, berpikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan. (Rita Eka Izzaty,2008:133).

c. Aspek Perkembangan Emosional

Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut sebagai masa badai dan topan (storm and stress) yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Reed Larson dan Maryse Richards dalam Santrock (2007:201) bahwa remaja melaporkan emosi yang lebih ektrem dan berlalu cepat dibandingkan orang tuanya.

Emosi yang meledak-ledak dan cepat berubah pada remaja menjadikan remaja sulit untuk mengendalikan emosinya. Hal ini menyebabkan kesulitan-kesulitan baik pada diri remaja itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Meskipun begitu, menurut (Sarwono, 2012: 99) emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja itu terus mencari identitas dirinya. Hal ini


(63)

48

dikarenakan emosi yang sulit dikendalikan ini sebagiann disebabkan oleh konflik peran yang sedang dialami oleh remaja.

d. Aspek Perkembangan Sosial Remaja

Perkembangan sosial remaja berdasarkan tulisan Poerwanti & Widodo (2002: 116) merupakan masa perkembangan yang menjadi masalah penting dalam keseluruhan perkembangan remaja karena perkembangan sosial merupakan salah satu ciri menonjol dalam kehidupan remaja. Pada masa ini, remaja mulai lebih banyak bergaul atau menghabiskan waktu dengan teman sebayanya daripada dengan keluarga atau orang tua.

Pergaulan dengan teman sebaya pada masa remaja mengembangkan sikap konformitas (Syamsu Yusuf, 2006:198) yaitu sebuah kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Sikap konformitas ini dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Apabila kelompok atau teman sebaya yang diikuti atau diimitasi menampilkan sikap dan perilaku positif maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadi yang baik pula. Sebaliknya, apabila kelompok atau teman sebaya menampilkan sikap dan perilaku negatif maka bukan tidak mungkin remaja tersebut akan menampilkan sikap dan perilaku yang negatif pula.

Selain ditinjau dari aspek-aspek di atas, ada lagi beberapa ciri remaja lain baik yang bersifat spiritual maupun badaniah seperti yang disebutkan Soekanto dalam Taufik (2013:34-35) sebagai berikut :


(1)

215

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .182a .033 .027 4.549 a. Predictors: (Constant), Hiburan_sosial

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 115.313 1 115.313 5.573 .019a

Residual 3351.827 162 20.690 Total 3467.140 163

a. Predictors: (Constant), Hiburan_sosial

b. Dependent Variable: Normative_identity_processing_style

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 32.218 1.308 24.638 .000 Hiburan_sosial .046 .020 .182 2.361 .019 a. Dependent Variable: Normative_identity_processing_style


(2)

216


(3)

(4)

(5)

(6)