Dasar Pendidikan Islam Pembaharuan Metode Pendidikan Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan

44 dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoretis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptannya. 17 Islam menekankan kepada umatnya untuk mendayagunakan semua kemampuan yang ada pada dirinya dalam rangka memahami fenomena alam semesta, baik alam makro maupun mikro. Meskipun dalam banyak tempat al- Qur`an senantiasa menekankan pentingnya menggunakan akal, akan tetapi al- Qur`an juga juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal. Ada fenomena yang tak dapat dijangkau oleh indera dan akal manusia. Hal in disebabkan, karena wujud yang ada di alam ini memiliki dua dimensi, yaitu pisika dan metapisika. Manusia merupakan integrasi dari kedua dimensi tersebut, yaitu dimensi ruh dan jasad. Batasan di atas memberikan arti, bahwa dalam epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik manusia mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu, aktifitas pendidikan dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengembangan ke semua dimensi tersebut. Pengembangan tersebut merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengtahuan secara langsung, sesuai prinsip-prinsip al-Qur`an dan Sunnah, bukan semata-mata dari kitab tertentu. Dari sumber-sumber di atas, dapat dipahami bahwa landasan pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah Al- Qur’an dan hadist, maka dalam menetapkan tujuan pendidikan Islam juga sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Al- Qur’an yaitu sesuai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi, dalam ungkapan lain disebut dengan rehumanisasi yaitu mengembalikan kedudukan manusia kepada kedudukan yang sebenarnya yaitu sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi. Untuk tercapainya tujuan pendidikan Islam tersebut, manusia harus mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan. Potensi diri itu sebagaimana yang dianugerahkan oleh Allah antara lain; fitrah beragama, potensi akal, roh, qalbu 17 Hery Sucipto, Op.Cit, h. 120 45 dan nafs. Prinsip Al- Qur’an dan Al-Sunnah yang dipegang teguh oleh K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya terlihat dalam dunia pendidikan, akan tetapi juga terlihat dalam kondisi sosial masyarakat pada waktu itu. Sebagaimana yang dikemukakan olehnya, ajaran Islam tidak akan pernah membumi dan dijadikan pandangan hidup pemeluknya, kecuali dipraktikan. Betapapun bagusnya suatu program, menurut Dahlan, jika tidak dipraktikan, tidak akan bisa mencapai tujuan bersama. Karena itu, K.H. Ahmad Dahlan dengan mencoba mengelaborasikan ayat-ayat Al- Qur’an dengan langsung mempraktikan dalam alam nyata dari hasil pemahaman dari sebuah ayat tersebut. Praktik amal nyata yang fenomenal ketika menerapkan apa yang tersebut dalam surah Al- Ma’un ayat 1-3, yang secara tegas memberikan peringatan kepada kaum Muslimin agar mereka menyayangi anak- anak yatim dan membantu fakir miskin. Maka dengan berlandaskan itu, K.H. Ahmad Dahlan membentuk rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang miskin. Kemudian ketika menerapkan Al- Qur’an surat Asy-Syu’araa’ ayat 80, yang mengatakan bahwa Allah menyembuhkan sakit seseorang, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan balai kesehatan masyarakat atau rumah sakit. Lembaga ini didirikan tidak hanya memberikan perawatan pada masyarakat umum, akan tetapi juga memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin, dan juga untuk memberikan penyuluhan. Sedangkan amal nyata yang diterapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang terinspirasi dari ayat Al- Qur’an surat Al-„Alaq ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan pendidikan, akan ada upaya pemberantasan buta huruf. Dari penjelasan diatas, jelaslah sudah bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah sosok yang mampu mengkolaborasikan antara perintah yang tertuang dalam teks Al- Qur’an dengan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sosial dalam upaya untuk memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat agar mencapai peradaban umat manusia saat ini. Pada hakikatnya, K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya berhenti dalam tataran yang sudah disampaikan diatas, beliau mencurahkan sebagian hidupnya untuk memikirkan bagaimana pendidikan yang ideal yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. 46

E. Pembaharuan-pembaharuan KH. Ahmad Dahlan

1. Bidang Agama Dalam bidang Agama, bagi K.H. Ahmad Dahlan Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara t radisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Al Qur’an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Al Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya.Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. 2. Bidang Pendidikan Menurut Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. disatu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang shalih, muttaqien, dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang di dalamnya tidak diajarkan agama sama sekali yang mengarah kepada pendangkalan terhadap agama. 18 Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi: a. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al- Qur’an dan As-Sunnah. b. Pendidikan individu yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara 18 H. Ridjaluddin, Muhammadiyah dalam Tinjauan Filsafat Islam, Jakarta: Pusat Kajian Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, 2011, h. 172 47 perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat. c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat. 19 Di dalam menyampaikan pelajaran agama Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Di samping menggunakan penafsiran yang kontekstual, Ahmad Dahlan berpendapat bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya dihapalkan atau dipahami secara kognitif tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. untuk mewujudkan gagasan tersebut Ahmad Dahlan melakukan dua langkah startegis yaitu dengan mengajarkan pelajaran agama ekstra kurikuler di sekolah Gubernuran dan mendirikan lembaga pendidikan sendiri. 20 Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sekolah model madrasah yang bertempat dirumahnya sebagai penampung masyarakat muslim yang ingin belajar agama dan pelajaran umum, pelajaran agama diberikan olehnya sendiri sedangkan untuk pelajaran umumnya diberikan oleh salah seorang anggota Boedi Oetomo. 21 Dalam mengajar Ahmad Dahlan menggunakan kapur, papan tulis, meja, kursi dan peralatan lain. Berkaitan dengan langkah tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa untuk memajukan pendidikan diperlukan cara-cara sebagaimana yang digunakan dalam sekolah yang maju. Meniru model penyelenggaraan sekolah tidak berarti mengabaikan ajaran agama, sebab penyelenggaraan sistem pendidikan merupakan wilayah mu’amalah yang harus ditentukan dan dikembangkan sendiri. Pada awalnya masyarakat kurang begitu merespon apa yang telah diusahakan oleh Ahmad Dahlan tentang pemberian pelajaran umum di Madrasahnya, hal ini terbukti dengan adanya sembilan murid saja pada tahun pertama, hal ini sangat tidak sebanding dengan jumlah masyarakat yag ada, ini dapat juga dijadikan parameter berapa kurang perhatiannya umat Islam pada ilmu- ilmu umum. Usaha lain yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan agar masyarakat 19 Al-Wasat, Islam Berkemajuan, Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, Ciputat: Al-Wasath, 2009, h. 6 20 H. Ridjaluddin, Op.Cit, 173 21 Ibid, 174 48 tertarik ia mendatangi rumah-rumah guna membujuk anak-anak agar mau sekolah serta meminta bantuan keuangan pada anggota-anggota Boedi Oetomo. Usaha ini tidaklah sia-sia hal ini terbukti dengan bertambahnya dua puluh murid selama enam bulan terakhir. 22 Di dirikannya madrasah Muhammadiyah tersebut merupakan terobosan baru yang berusaha memadukan model pendidikan pesantren dan Barat. Karena itu lembaga pendidikannya berbeda dengan pesantren. Perbedaanya adalah sebagai berikut: 23 a. Cara belajar-mengajar: Jika sistem belajar mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal sebagaimana sekolah Barat. b. Bahan pelajaran: Sumber belajar di pesantren diambil dari kitab-kitab agama yang umumnya ditulis oleh para ulama klasik. Di Madrasah Muhammadiyah bahan pelajaran di ambil dari buku-buku pengetahuan umum dan juga kitab- kitab agama yang ditulis oleh para ulama klasik dan ulama pembaharu. c. Rencana pelajaran: Pendidikan pesantren tidak mengembangkan, bahkan tidak mengenal rencana pelajaran. Madrasah Muhammadiyah mengembangkan rencana pelajaran supaya lebih teratur dan efisien. d. Pendidikan diluar kegiatan formal: pesantren tidak memberikan perhatian serius terhadap hal tersebut akan tetapi Madrasah Muhammadiyah mulai memperhatikan hal tersebut dan mengatur dengan baik kegiatan diluar pelajaran formal. e. Pengasuh dan guru: Pengasuh dan guru dipesantren hanyalah mereka yang menguasai agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah mulai merintis pengembangan guru dibidang studi yang mengajar berdasarkan keahliannya. f. Hubungan guru-murid: Di pesantren guru-murid terkesan otoriter karena para Kiai dan ustadz memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid akrab. 22 Ibid 23 www.goggle.com, di akses pada tanggal 28 Maret 2014, Pukul 20.00 WIB