Tradisi Masyarakat Dalam Mengelola Hutan Pesan Moral Orang Tua Tentang Hutan

55 pohon yang paling di sakralkan didaerah hutan bahkan dilingkungan penduduk. Masyarakat menganggap pohon tersebut sebagai pohon yang keramat. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sesajen atau alat ritual disekitar pohon tersebut. Bapak Agus Sagala juga mengatakan bahwa: “Ai anggo hinan angka masyarakat mangalean sesajen lao manjalo hasehaton, pasahathon pangidoan, dohot manjalo rezeki”Kalau dahulu masyarakat memberikan sesajen dibawah pohon untuk meminta kesembuhan dari penyakit, menyampaikan permintaan dan meminta rezeki. Hal ini senada dengan penjelasan dari E.B. Taylor dalam Koentjaraningrat. 1982 yang mengatakan bahwa manusia mempercayai benda-benda yang ada disekelilingnya memiliki roh yang menjaga daerah tersebut.

3.7. Tradisi Masyarakat Dalam Mengelola Hutan

Sebelum berangkat kehutan, masyarakat melakukan ritual doa di desa yang dipanjatkan kepada penghuni hutan dengan media demban sirih. Hal ini bertujuan agar perjalanan ke hutan dapat berjalan mulus. Melalui ritual ini juga dilihat hari apa saat yang tepat bagi masyarakat untuk pergi ke hutan. Karena masyarakat meyakini ada hari-hari yang ditentukan dalam setiap melakukan tindakan. Marsiruppa mengambil Kayu: Saat sampai di Hutan, saat masyarakat akan mengambil kayu di salah satu lokasi terlebih dahulu melakukan doa lagi di depan pohon tersebut. Apabila pohon yang akan ditebang berdekatan atau bersebelahan, maka tidak perlu lagi dilakukan ritual doa. Namun apabila letak Universitas Sumatera Utara 56 pohon yang satu dan yang lainnya berjauhan meski dalam satu lingkungan hutan, masyarakat harus melakukan ritual doa lagi di setiap pohon. Hal ini dilakukan sebagai permohonan kepada penghuni pohonhutan mengizinkan masyarakat mengambil kayu yang diinginkan oleh masyarakat tersebut. Marburu Berburu. Setelah menginjakkan kaki di kawasan hutan maka masyarakat akan terlebih dahulu melakukan prosesi do’a yang ditujukan kepada penguasa hutan agar dapat mempermudah mereka dalam proses perburuan. Hal ini mereka lakukan dengan harapan agar mendapatkan hewan yang ingin diburu tanpa ada kesulitan.

3.8. Pesan Moral Orang Tua Tentang Hutan

Pesan moral yang diturunkan para orang tua kepada anak sebenarnya sudah ada sejak dulu. Namun, entah kenapa hal ini sudah banyak dilupakan. Hal ini dapat disimpulkan dengan pernyataan seorang tokoh adat yang bernama Bapak A Sagala 73 tahun: “Adong do nian pesan moral na ipasahat-natua-tua hinan, contohna unang sembarangan masuk Tu Harangan Alana adong do isi panjagana. ikkon marsantabi do hita asa boi masuk tusi ”sebenarnya ada pesan moral yang disampaikan oleh orangtua dulu, contohnya jangan sembarangan masuk kedalam hutan karena disana ada penjaganya, harus permisi dahulu kita baru bias masuk kedalam Melalui pesan tersebut orang tua pada zaman dulu menyampaikan bahwa untuk masuk kedalam hutan saja kita harus sangat berhati-hati dan menjunjung Universitas Sumatera Utara 57 tinggi kesopanan dan menghormati hutan, bagaimana pula dengan merusaknya? Untuk masuk saja kita belum tentu diizinkan, apalagi merusaknya? Hal ini ditarik juga melalui pernyataan dari salah seorang pejabatDinas Kehutanan Kabupaten Samosir yaitu Bapak Limbong 54 tahun. Ia menyatakan bahwa : “Melihat keadaan saat ini sulit kita meyakini adanya larangan perusakan hutan yang masih diyakini masyrakat. Karena pembakaran, penebangan liar, tidak adanya perawatan hutan sama sekali tidak memperlihatkan adanya hubungan emosional yang masih terjaga saat ini antara masyrakat dan Hutan. Kemungkina ada, pesan moral yang disampaikan oleh para leluhur dan orang tua zaman dahulu, namun tidak dijalankan sampai saat ini ” Melihat kenyataan ini tentu sangat disesalkan bagaimana pesan dan nasihat dari orang tua sejak zaman dahulu sudah tidak didengarkan lagi oleh sebagian besar masyarakat Samosir. Walau sebenarnya maksud dari nasihat tersebut untuk kebaikan bersama. Universitas Sumatera Utara 58

BAB IV PENGELOLAAN HUTAN

4.1. Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Lokal

Pengelolaan hutan oleh masyarakat Samosir telah berlangsung sejak turun temurun. Cara-cara yang ada pada zaman dahulu diwariskan kepada para generasi penerus yang saat ini masih setia mendiami Samosir. Cara-cara yang dipakai oleh masyarakat Samosir dalam mengelola hutan selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pengelolaan hutan oleh masyarakat ditujukan untuk pembuatan lahan pertanian, untuk memperoleh makanan ternak, pemenuhan kebutuhan sehari-hari pengambilan kayu dan makanan dari hutan. Berikut ini adalah cara-cara pengelolaan hutan di Samosir yang mengealami perkembangan dari masa kemasa.

4.1.1 Pada Zaman Dahulu zaman setelah adanya penggunaan besi.

Mengambil kayu: Marsiruppa saling membantugotong royong saat akan mengambil kayu, setelah melakukan ritual doa Martongo di kampung, maka mereka akan memperoleh petunjuk dari penguasa yang disampaikan kepada ketua adat sebagai pemimpin ritual. Petunjuk-petunjuk yang diperoleh adalah seperti waktu yang tepat untuk melakukan penebangan pohon. Sesampainya di hutan, mereka akan melakukan ritual doa dan meletakkan daun sirih didepan pohon tersebut. Universitas Sumatera Utara