Bentuk Bantuan Sosial Psikologis

 Kemungkinan tidak dilaksanakannya hukuman dan diperlukan pengawasan.  Prosedur hukum yang tidak memihak perempuan  Prasangka kultural, rasial dan seksual oleh petugas.

C. Bentuk Bantuan Sosial Psikologis

Ketika negara menangani perempuan dan anak perempuan yang direkrut menjadi pekerja seks, penanganan dilakukan tanpa membedakan anak-anak dari orang dewasa dan pendekatan yang dilakukan bersifat pemenuhan kebutuhan korban. Bentuk bantuan yang sering diterima oleh perempuan dan anak perempuan korban trafficking, di antaranya tinggal di rumah aman shelter, pengobatan fisik dan penguatan psikis; di samping bantuan hukum litigasi. Semua perempuan yang terlibat pelacuran, baik yang masih anak-anak maupun yang dewasa, dianggap secara sukarela mau menjadi pekerja seks dan dijatuhi sanksi hukum. Dalam hal ini polisi atau aparat penegak hukum dapat menggunakan Pasal 281 a KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menghukum mereka yang dengan sengaja mengabaikan norma-norma etika dalam masyarakat. Aturan hukum lainnya yang dapat digunakan untuk penanggulangan perdagangan perempuan tertera pada pasal 297 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 297 KUHP Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki tidak dibatasi umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Sayangnya, pasal ini tidak pernah dilaksanakan, setidak-tidaknya karena tiga alasan. Pertama, perdagangan perempuan sering dihubungkan atau dianggap berkaitan dengan pelacuran atau proses jual beli dan ada harga yang disepakati. Kedua, perdagangan anak perempuan tidak dibedakan dari perdagangan perempuan dewasa. Ketiga, penegak hukum jarang menemukan kasus anak laki- laki yang diperdagangkan. Dalam kasus polisi menemukan anak perempuan dikurung untuk tujuan prostitusi, pasal 332 digunakan untuk menjerat pelaku. Pasal 332 menetapkan: 1. Diancam dengan pidana penjara: Ke-1. Paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum cukup umur, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar pernikahan; Ke-2. Paling lama sembilan tahun barangsiapa membawa seorang wanita dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar pernikahan; 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan 3. Pengaduan dilakukan a. Jika wanita ketika dibawa pergi belum cukup umur, oleh dia sendiri, atau orang lain yang harus memberi ijin bila dia nikah; b. Jika wanita ketika dibawa pergi sudah cukup umur, oleh dia sendiri atau oleh suaminya; Hakim dapat mempertimbangkan hukuman tambahan berdasarkan pasal 334 dan 335 tentang pembatasan kebebasan dengan paksaan. Aparat penegak hukum lainnya mengunakan peraturan pemerintah daerah misalnya, Perda No.11 1995 di DKI Jakarta mengenai keamanan umum gangguan ketertiban umum. Hal ini berlawanan dengan hukum karena menurut hukum, hukuman harus ditujukan kepada orang yang merekrut perempuan untuk dijadikan pekerja seks dan mucikarinya Irwanto dkk, 2001. Aturan-aturan perangkat hukum yang dapat digunakan untuk menangani masalah perdagangan perempuan dan anak perempuan untuk tujan seks sangat terbatas dan sangat tidak jelas untuk dapat digunakan menjerat atau menjatuhkan sanksi hukum terhadap agen yang terlibat dalam prostitusi.

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lifeherstory dengan pendekatan pada kebutuhan korban dan bersifat kualitatif. Hal ini dikarenakan masalah yang akan dijawab dalam penelitiann ini lebih bersifat kualitatif dan sangat membutuhkan pemahaman verstehen peneliti dalam mengungkap atau menggali pengalaman hidup perempuan korban trafficking. Di samping itu, untuk tiidak menjadikan informan atau korban trafficking menjadi korban kedua kalinya dari peneliti atau dalam bahasa penelitian untuk tidak hanya menjadi obyek peneliti maka digunakan pendekatan kkebutuuhan korban attau menjadikan informan atau korban traffiicking sebagai subyek yang ingin berbagai pengalaman dan menyampaikan pengalamannya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, salah satu Lembaga Perempuan yang ada di Kotamadya Bandar Lampung. Bersamaan dengan pesatnya perkembangan kota, tentunya dibarengi pula dengan semakin kompleksnya masalah sosial, di antaranya trafficking. Berdasar data yang ada yang dihimpun oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, kasus trafficking yang terekspose di media massa lokal tahun 2007 sebanyak 22 kasus.