Gambaran darah Pembahasan Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik

0,025, 0, 0,2, dan terendah pada penambahan 0,4 mg Sekg pakan dengan nilai 1,82+0,17. Tingginya nilai rasio T3T4 pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan mengindikasikan bahwa aktivitas enzim iodotironin deiodinase ID pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi ID yang merupakan salah satu selenoprotein adalah sebagai katalisator pembentukan T3 dari T4. Aktivitas ID yang tinggi juga memungkinkan T3 yang terbentuk semakin banyak. T3 sendiri adalah bentuk aktif hormon tiroid yang mempunyai fungsi khusus dalam mengatur pertumbuhan. Kenyataan ini sejalan dengan nilai retensi lemak dan rasio RNADNA Tabel 10, yaitu perlakuan terbaik didapatkan pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan. Terkait dengan nilai retensi lemak dan rasio RNADNA yang merupakan salah satu parameter kinerja pertumbuhan, maka rasio T3T4 tersebut memperkuat hasil yang didapatkan pada percobaan ini.

4.6.3 Gambaran darah

Hasil pengamatan gambaran darah disajikan pada Tabel 12 dan 13. Pada Tabel 12 terlihat bahwa nilai total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan seiring dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite dalam pakan sampai dengan dosis 0,05 mg Sekg pakan, kemudian menurun kembali pada dosis yang lebih tinggi. Respons yang terbentuk cenderung kuadratik dengan nilai maksimum pada titik 0,05 mg Sekg pakan. Hasil dan respons yang cenderung sama diperlihatkan pula oleh jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik Tabel 13. Namun, hasil analisis statistik Lampiran 24 dan 25 menunjukkan bahwa penambahan sodium selenite dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada semua parameter gambaran darah yang diamati. Hal ini memberi gambaran bahwa penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Sekg pakan belum mampu meningkatkan respons imunitas ikan.

4.6.4 Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ

Hasil perhitungan retensi Se seperti terlihat pada Gambar 12 menunjukkan pola yang relatif sama dengan pengamatan gambaran darah, yaitu retensi Se juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan seiring dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,05 mg Sekg pakan, kemudian mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Namun, hasil analisis statistik Lampiran 26 menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan penambahan Se dalam bentuk sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Sekg pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada retensi Se juvenil kerapu bebek. Berdasarkan distribusi Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek Gambar 13 dan Lampiran 26.2 terlihat bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan adalah perlakuan terbaik, yaitu kadar Se pada semua organ hati, usus, ginjal, otot, dan darah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Organ hati misalnya, kadar Se tertinggi didapatkan pada perlakuan 0,05 mg Sekg pakan dengan nilai 3,95 µg100 g, diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,2 mg Sekg pakan dengan nilai 2,55 µg100 g, penambahan 0,1 mg Sekg pakan dengan nilai 2,35 µg100 g, penambahan 0,4 mg Sekg pakan dengan nilai 1,95 µg100 g, dan terendah pada kelompok ikan tanpa penambahan Se dengan nilai 0,36 µg100 g. Pada semua organ, kecuali otot, terlihat bahwa penambahan Se dalam bentuk sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Sekg pakan menyebabkan kadar Se di beberapa organ lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Distribusi Se di organ pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan menunjukkan bahwa hati merupakan organ dengan konsentrasi Se terbesar, disusul usus, otot, ginjal, dan terendah pada darah. Selenium yang tersimpan dalam organ-organ tersebut terutama hati dan otot akan menjadi cadangan apabila suplai Se dari pakan berkurang. Karena fungsi mineral Se sangat penting bagi tubuh maka dapat dipastikan bahwa keberadaan Se dalam organ sangat dibutuhkan. Hasil pengukuran yang menunjukkan bahwa kadar Se tertinggi pada semua organ ikan yang diamati didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan memperkuat nilai kinerja pertumbuhan retensi lemak dan rasio RNADNA dan rasio T3T4 tertinggi juga didapatkan pada dosis yang sama.

4.6.5 Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan

Hasil pengujian daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek dengan perendaman dalam air tawar disajikan pada Gambar 14 dan 15, serta Lampiran 27. Pada semua perlakuan seperti terlihat pada Gambar 14, tampak pola yang sama, yaitu kadar glukosa darah meningkat ketika dimasukkan ke dalam air tawar selama 10 menit tanpa aerasi, dan masih mengalami peningkatan pada jam pertama setelah ikan dimasukkan kembali ke dalam air laut, sedangkan pada jam kedua, nilai kadar glukosa darahnya sudah turun dan mendekati nilai awal. Berdasarkan gambar tersebut, perlakuan terbaik didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan. Kadar glukosa darah awal juvenil kerapu bebek pada perlakuan 0,05 mg Sekg pakan ini adalah 66,67 mgdL, kemudian meningkat menjadi 76,53 mgdL naik 14,78 ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan pada jam pertama di air laut, kadar glukosa darahnya meningkat menjadi 112,68 mgdL naik 69,01. Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya sudah berada pada kondisi normal 62,02 mgdL. Sementara itu, pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se, terlihat bahwa kadar glukosa darah awal ikan adalah 61,03 mgdL, kemudian meningkat menjadi 68,55 mgdL naik 12,32 ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan meningkat kembali pada jam pertama di air laut menjadi 154,46 mgdL naik 153,08. Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya menurun tetapi belum mencapai kondisi normal 93,05 mgdL. Kondisi yang hampir sama dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se diperlihatkan oleh keempat perlakuan yang lain. Pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan terlihat bahwa kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek pada jam pertama di air laut nilainya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dan pada jam kedua nilainya sudah berada pada kondisi normal awal. Kadar glukosa darah yang tinggi menunjukkan ikan mengalami stres. Sebaliknya, pada kelompok ikan tanpa penambahan Se, kadar glukosa darah pada jam pertama di air laut paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, dan pada jam kedua belum menunjukkan tanda-tanda ke posisi normal awal. Sebagai pembanding, dilakukan pula pengukuran kadar kortisol ikan seperti terlihat pada Gambar 15. Pada gambar tersebut, secara umum terlihat