g.  Retensi Se Retensi  Se  dihitung  mengikuti  formula  yang  dikemukakan  oleh  Rider  et
al. 2009:
dengan:        RSe               = retensi selenium Se akhir        = jumlah Se tubuh pada akhir percobaan mg
Se awal         = jumlah Se tubuh pada awal percobaan mg Se konsumsi = jumlah total Se yang dikonsumsi mg
h.  Kecernaan Se Koefisien  kecernaan  nutrien  Se  pakan  diukur  dengan  rumus  yang
dikemukakan oleh Takeuchi 1988: Nda = 100
– 100 x   x dengan: Nda  = koefisien kecernaan Se
IP = kadar Cr
2
O
3
dalam pakan IF
= kadar Cr
2
O
3
dalam feses NP
= kadar Se dalam pakan NF
= kadar Se dalam feses
i.  Aktivitas enzim GPx dan SOD Aktivitas  enzim  GPx  hati  dan  plasma,  serta  aktivitas  enzim  SOD
dilakukan dengan metode pembacaan pada spektrofotometer Lampiran 8 dan 9.
j.  Konsentrasi hormon T3, T4, dan kortisol Pengukuran  konsentrasi  hormon  T3,  T4,  dan  kortisol  dilakukan  dengan
metode RIA radioimmunoassay Lampiran 10 dan 11.
k.  Gambaran darah Pengukuran  total  eritrosit  dan  diferensial  leukosit  dilakukan  mengikuti
prosedur  Blaxhall  dan  Daisley  1973;  kadar  hemoglobin  diukur  menurut metode  Sahli  dengan  sahlinometer  Wedemeyer    Yasutake  1977;  kadar
hematokrit  dan  indeks  fagositik  diukur  dengan  metode  yang  dikemukakan oleh  Anderson  dan  Siwicki  1993  Lampiran  6;  sedangkan  kadar  glukosa
darah diukur melalui pembacaan pada spektrofotometer Lampiran 7.
3.6 Analisis data 3.6.1 Percobaan I
Data  koefisien  kecernaan  Se  dianalisis  dengan  menggunakan  analisis ragam.  Jika  terdapat  pengaruh  yang  berbeda  nyata  pada  taraf  5,  maka
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Data kadar Se di dalam darah dianalisis secara  deskriptif.  Pengolahan  data  dilakukan  dengan  bantuan  program  Microsoft
Excel 2007 dan Minitab versi 14.
3.6.2 Percobaan II
Data  tingkat  kelangsungan  hidup,  laju  pertumbuhan  harian,  konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, glikogen hati, glikogen otot,
aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim superoksida dismutase SOD hati, rasio RNADNA,  retensi  Se  dan  gambaran  darah  diferensial  leukosit,  total  eritrosit,
kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik dianalisis dengan menggunakan  analisis  ragam.  Jika  terdapat  pengaruh  yang  berbeda  nyata  pada
taraf  5,  maka  dilanjutkan  dengan  uji  beda  nyata  terkecil.  Data  aktivitas  enzim GPx  plasma,  aktivitas  enzim  SOD  plasma,  dan  rasio  T3T4  dianalisis  secara
deskriptif.  Pengolahan  data  dilakukan  dengan  bantuan  program  Microsoft  Excel 2007 dan Minitab versi 14.
3.6.3 Percobaan III
Data  tingkat  kelangsungan  hidup,  laju  pertumbuhan  harian,  konsumsi pakan,  efisiensi  pakan,  retensi  protein,  retensi  lemak,  aktivitas  enzim  GPx  hati,
aktivitas  enzim  GPx  plasma,  rasio  T3T4,  rasio  RNADNA,  retensi  Se,  dan
gambaran darah diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik dianalisis dengan menggunakan analisis ragam.
Jika  terdapat  pengaruh  yang  berbeda  nyata  pada  taraf  5,  maka  dilanjutkan dengan  uji  beda  nyata  terkecil.  Data  glikogen  hati,  glikogen  otot,  kadar  Se  di
beberapa  organ,  kadar  glukosa  darah,  dan  kadar  kortisol  dianalisis  secara deskriptif.  Pengolahan  data  dilakukan  dengan  bantuan  program  Microsoft  Excel
2007 dan Minitab versi 14.
3.6.4 Percobaan IV
Data  tingkat  kelangsungan  hidup,  laju  pertumbuhan  harian,  konsumsi pakan,  efisiensi  pakan,  retensi  protein,  retensi  lemak,  aktivitas  enzim  GPx  hati,
aktivitas enzim GPx plasma, aktivitas enzim SOD hati, retensi Se, dan gambaran darah  diferensial  leukosit,  total  eritrosit,  kadar  hemoglobin,  persentasi
hematokrit, dan indeks fagositik dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Jika  terdapat  pengaruh  yang  berbeda  nyata  pada  taraf  5,  maka  dilanjutkan
dengan  uji  beda  nyata  terkecil.  Data  rasio  T3T4,  rasio  RNADNA,  kadar  Se  di beberapa  organ,  kadar  glukosa  darah,  dan  kadar  kortisol  dianalisis  secara
deskriptif.  Pengolahan  data  dilakukan  dengan  bantuan  program  Microsoft  Excel 2007 dan Minitab versi 14.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan I: Uji kecernaan Se
Hasil pengujian kecernaan Se dari dua sumber yang berbeda, yaitu sodium selenite dan selenometionin disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 12.
Tabel 5. Nilai koefisien kecernaan Nda dan kadar Se di darah pada dua sumber Se yang berbeda
Sumber Se Nda
Kadar Se di darah ppm
Sodium selenite 60,36 + 0,55
b
0,99 Selenometionin
68,68 + 1,76
a
1,64
Huruf  superskrip  di  belakang  nilai  standar  deviasi  yang  berbeda  pada  lajur  yang  sama  menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata P0.05
Tabel  5  dan  Lampiran  12  menunjukkan  bahwa  nilai  koefisien  kecernaan selenometionin 68,68+0,55 lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite
60,36+1,76.  Hasil  yang  sama  terlihat  pada  kadar  Se  di  dalam  darah  yang menunjukkan  nilai  tertinggi  didapatkan  pada  penambahan  selenometionin  1,64
ppm dan terendah pada penambahan sodium selenite 0,99 ppm.
4.2 Pembahasan Percobaan I: Uji kecernaan Se
Informasi  tentang  kecernaan,  penyerapan,  dan  bioavailability  Se  dari berbagai sumber telah didapatkan pada ikan Atlantik salmon, salmo salar Bell
Cowey 1989, channel catfish, Ictalurus punctatus Paripatananot  Lovel 1997, dan  hybrid  striped  bass  Jaramillo  et  al.  2009.  Meskipun  nilai  yang  didapatkan
berbeda  antarspesies,  pada  umumnya  menunjukkan  bahwa  selenometionin  lebih baik dibandingkan dengan sumber Se yang lain.
Pada  percobaan  ini,  dengan  menggunakan  juvenil  kerapu  bebek  sebagai hewan  uji,  terlihat  bahwa  penyerapan  Se  yang  berasal  dari  selenometionin  lebih
baik  dibandingkan  dengan  sodium  selenite.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  nilai koefisien kecernaan Se dan kadar Se di  dalam darah  yang lebih tinggi  pada ikan
yang diberi selenometionin dibandingkan dengan sodium selenite. Kadar Se yang tinggi  di  dalam  darah  menunjukkan  bahwa  tingkat  penyerapannya  lebih  tinggi.
Penyerapan  yang  tinggi  menggambarkan  kemampuan  selenometionin  dalam memanfaatkan mekanisme transpor aktif yang tersedia pada asam amino metionin
Bell  Cowey 1989. Selanjutnya dikatakan bahwa selenometionin kemungkinan lebih  mudah  bergabung  ke  dalam  plasma  dibandingkan  dengan  sodium  selenite
karena  selenometionin  dapat  dengan  mudah  mengganti  metionin  dalam  sintesis protein.  Burk  1976  juga  melaporkan  bahwa  selenometionin  mempunyai  dua
jalur  metabolisme  utama,  yaitu  metionin  dan  selenium  sehingga  memungkinkan dicerna dan diserap dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan Se dari
sumber  lain.  Hasil  yang  didapatkan  pada  percobaan  ini  sejalan  dengan  Bell  dan Cowey  1989  yang  melaporkan  bahwa  pada  ikan  salmon,  kecernaan
selenometionin  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  sodium  selenite,  selenosistein, dan tepung ikan.
4.3 Hasil Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik 4.3.1 Kinerja pertumbuhan
Pemberian  pakan  dengan  penambahan  dosis  dan  sumber  Se  berbeda selama  40  hari  masa  pemeliharaan  memberikan  pengaruh  yang  berbeda  nyata
P0,05  pada  tingkat  kelangsungan  hidup,  laju  pertumbuhan  harian,  konsumsi pakan,  efisiensi  pakan,  retensi  protein,  dan  retensi  lemak  juvenil  kerapu  bebek
Tabel  6  dan  Lampiran  13.  Secara  umum,  hasil  yang  didapatkan  menunjukkan bahwa  ikan  yang  diberi  pakan  dengan  penambahan  selenometionin  memiliki
kinerja  pertumbuhan  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  pemberian  sodium selenite,  dan  dosis  4  mg  Sekg  pakan  dalam  bentuk  selenometionin  adalah
perlakuan terbaik.