Pasca Perang Dunia II Era Pra Deregulasi 1977-1987 Era Deregulasi 1987-1990

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia

Sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia tidak terlepas dari proses kolonialisasi Indonesia oleh Belanda. Hal penting yang melatarbelakangi keberadaan pasar modal di Indonesia adalah kebutuhan yang sangat mendesak dari pemerintah Belanda untuk memperdagangkan efek-efeknya di Indonesia. Kemudian pada tanggal 14 Desember 1912 Amsterdamse Effectenbureurs memilih Batavia sebagai cabangnya. Tuntutan pasar yang begitu besar terhadap perdagangan efek, membuat pemerintah Belanda mendirikan bursa efek baru di Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 yang beranggotakan enam perusahaan makelar, yaitu Fan Dunlop Kolf, Fa Gijeselman Streup, Fa a Van Velsen, Fa Beaukkerk Co, PO Loonen dan N koseten. Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1925 dibuka kantor perdagangan efek di Semarang. Pada saat itu, fungsi kantor bursa hanya sebagai pencatat kurs.

4.1.1. Pasca Perang Dunia II

Pada Perang Dunia II Jerman berhasil menduduki Belanda dan merebut saham-saham orang Belanda sehingga pada tanggal 10 Mei 1940 bursa efek Batavia harus ditutup. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah memerlukan sumber pembiayaan bagi pembangunan. Untuk itu, maka pada tanggal 1 September 1951 dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 13, tentang Bursa dan kemudian ditetapkan sebagai UU Bursa No. 15 tahun 1952. Berdasarkan hal itu, pada 3 Juni 1952, Menteri keuangan Soemitro Djojohadikusumo meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta yang berkantor di gedung De Javashe Bank Bank Indonesia.

4.1.2. Era Pra Deregulasi 1977-1987

Pada masa ini pasar modal Indonesia tidak berkembang, karena perusahaan masih diwarnai dengan budaya perusahaan keluarga yang sangat tertutup. Masalah lain juga disebabkan oleh lembaga pasar modal itu sendiri. Banyak aturan pasar modal yang dianggap oleh pemilik perusahaan tidak terlalu menguntungkan perusahaan yang go public. Ada lima persyaratan yang menghambat minat para pemilik perusahaan masuk ke pasar modal Suta, 2000 yaitu: 1. Adanya persyaratan laba minimum sebesar 10 persen dari modal sendiri bagi perusahaan yang ingin go public. 2. Tertutupnya kesempatan bagi investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam pemilikan saham. 3. Adanya batas maksimum fluktuasi harga sebesar 4 persen dari harga awal dalam setiap hari perdagangan di bursa. Batasan ini membuat pasar kurang menarik bagi investor. Fluktuasi harga saham yang terjadi tidak berlangsung berdasarkan mekanisme pasar yang sebenarnya. 4. Tidak adanya perlakuan yang sama terutama dalam hal pajak terhadap penghasilan yang berasal dari bunga deposito dengan dividen. Akibatnya investor masih lebih suka menanamkan uangnya di deposito daripada investasi melalui pembelian saham di bursa. 5. Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan di sektor penuh di bursa.

4.1.3. Era Deregulasi 1987-1990

Dalam rangka mendorong tumbuhnya investasi dalam negeri, pemerintah dituntut untuk memberikan insentif tersendiri. Menyadari hal tersebut maka pemerintah merubah berbagai aturan yang dianggap menghambat minat perusahaan untuk masuk bursa. Karena itu pemerintah meluncurkan tiga perangkat paket penting kebijakan pasar modal Suta, 2000 yaitu: 1. Paket Desember 1987 Pakdes. Isinya mengenai penghapusan persyaratan laba minimum 10 persen dari modal sendiri. Diperkenalkannya instrumen baru pasar modal yaitu saham atas unjuk saham yang tidak tertulis nama pemiliknya. Dibukanya bursa paralel sebagai arena perdagangan efek bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Dihapuskannya ketentuan batas maksimum fluktuasi harga 4 persen. 2. Paket Oktober 1988 Pakto. Pemerintah melakukan terobosan-terobosan yang sangat signifikan, berupa pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan. 3. Paket Desember 1988. Pemerintah memberi kesempatan kepada swasta untuk mendirikan dan menyelenggarakan bursa di luar Jakarta. 4. Dibukanya izin bagi investor asing untuk membeli saham di bursa Indonesia. Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1055KMK.0131989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing Melalui Pasar Modal. 5. Kebijakan ini disusul dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548KMK0131990. Kemudian dirubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199KMK.0101991 tentang tugas Bapepam yang awalnya juga penyelenggara bursa, sekarang menjadi Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam. Lahirnya berbagai deregulasi kebijakan, mulai dari Undang-undang sampai Keputusan Bapepam mengakibatkan pasar modal Indonesia berkembang pesat. Cerminan itu bisa terlihat dari bertambahnya jumlah perusahaan yang go public di pasar modal Indonesia, termasuk terjadinya peningkatan volume perdagangan di BEJ. 50 100 150 200 250 300 350 400 19 93 199 4 19 95 19 96 199 7 19 98 19 99 20 00 200 1 20 02 20 03 20 04 periode ju mla h BEJ BES Gambar 4.1. Perkembangan Jumlah PerusahaanEmiten Sumber data : Indikator Ekonomi BPS, 2004. Tabel 4.1. Perdagangan Saham 1999 Sampai 2003 Keterangan 1999 2000 2001 2002 2003 Volumemiliar saham 178,5 134,5 148,5 171,2 234,0 Nilai Rp triliun 147,9 122,8 97,5 120,3 125,4 Jumlah transaksi ribuan kali 4549,3 4592,8 3621,6 3092,2 2953,2 Jumlah saham tercata miliar saham 846,1 1186,3 885,2 939,5 829,4 Sumber: Laporan Tahunan BEJ, 2003. Perkembangan ini menunjukkan bahwa pasar modal tetap dinilai sebagai institusi yang tepat bagi perusahaan yang ingin tumbuh berdasarkan visi jangka panjang.

4.2. Perkembangan Saham Perbankan