Pengaruh KonsentrasiPolivinil Alkohol (PVA) Terhadap Karakteristik Membran Kitosan- Kolagen-PVA untuk Aplikasi Pembalut Luka Bakar

(1)

PENGARUH KONSENTRASI POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN KITOSAN-

KOLAGEN-PVA UNTUK APLIKASI

PEMBALUT LUKA BAKAR

SKRIPSI

DARMA SURBAKTI

130822032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PENGARUH KONSENTRASI POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN KITOSAN-

KOLAGEN-PVA UNTUK APLIKASI

PEMBALUT LUKA BAKAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DARMA SURBAKTI

130822032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh KonsentrasiPolivinil Alkohol (PVA) Terhadap Karakteristik Membran Kitosan- Kolagen-PVA untuk Aplikasi Pembalut Luka Bakar

Kategori : Skripsi

Nama : Darma Surbakti

Nomor Induk Mahasiswa : 130822032

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Prof. Dr. Thamrin, M.Sc. Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si. NIP. 19600741989031003 NIP. 196106114199131002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSENTRASI POLIVINIL ALKOHOL (PVA) TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN KITOSAN-

KOLAGEN-PVA UNTUK APLIKASI PEMBALUT LUKA BAKAR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2015

DARMA SURBAKTI 130822032


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Pengaruh Konsentrasi Polivinil Alkohol (PVA) Terhadap Karakteristik Membran Kitosan-kolagen-PVA sebagai Pembalut Luka Primer pada Mencit (mus musculus) Secara In Vivo.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si. selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan judul dan tunjuk ajar serta bimbingan dan Prof. Dr. Thamrin, M.Sc. selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Dr. Darwin Yunus, M.S selaku Koordianator Ekstensi Kimia FMIPA USU, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staff dan Dosen Kimia FMIPA USU. Terima kasih kepada Ayahanda tercinta Nasib dan Ibunda tersayang Kusmida beserta adik-adik tersayang atas do’a, cinta, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan kepada Penulis selama ini. Terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa Kimia Ekstensi Angkatan 2013 atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada Penulis. Serta segala pihak yang telah membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan Penulis. Oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

PENGARUH KONSENTRASI POLIVINIL ALKOHOL (PVA) TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN KITOSAN-

KOLAGEN-PVA UNTUK APLIKASI PEMBALUT LUKA BAKAR

ABSTRAK

Kerusakan jaringan seperti luka bakar membutuhkan penanganan yang khusus yang melibatkan penggunaan pembalut luka yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan, melindungi luka serta tidak menyebabkan trauma baru ketika pelepasan bahan pembalut luka. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pembalut luka dari membran kitosan-kolagen-poli(vinil alkohol) yang memenuhi kebutuhan perawatan luka bakar. Membran kitosan-kolagen-poli(vinil alkohol) dipreparasi dengan memvariasikan konsentrasi poli(vinil alkohol) yaitu 5, 10, dan 15%, kemudian semua bahan polimer dicampur dan diaduk secara mekanik hingga homogen pada suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan gliserol sebagai plastisizer dan dituangkan ke atas plat kaca yang selanjutnya dikeringkan pada suhu 35 oC. Hasil penelitian menunjukan bahwa membran dengan konsentrasi poli(vinil alkohol) 10% dipilih sebagai membran terbaik dengan mempertimbangkan daya serap dan sifat mekaniknya yaitu 383% dan 1,44 Mpa. Selain itu membran tersebut memiliki rata-rata degradasi 86,6%/minggu, kadar air 29,5% dan dapat menyembukan luka bakar derajat II pada mencit (Mus musculus) dalam waktu 25 hari. Karakteristik dari membran tersebut telah memenuhi kebutuhan perawatan luka bakar.

Kata kunci: kitosan, kolagen, polivinil alkohol (PVA), penyembuhan luka, luka bakar.


(7)

THE EFFECT OF POLYVINYL ALCOHOL (PVA) CONCENTRATIAON TO CHITOSAN-COLLAGEN-PVA MEMBRANES

CHARACTERISTICSFOR BURN DRESSING APLICATION

ABSTRACT

Tissue damage such as burns requires special handling that involves the use of wound dressing that can stimulates tissue growth, protects the wound and does not cause a new trauma when the remove of the wound dressing material. This study aims to obtain a wound dressing of chitosan-collagen-poly (vinyl alcohol) membran which meet the needs of burn care. Chitosan-collagen-poly (vinyl alcohol) membrans were prepared by varying the concentration of poly (vinyl alcohol), ie 5, 10, and 15%, then all polymer materials were mixed and mechanically stirred until homogeneous at room temperature. Then added glycerol as a plasticizer and poured onto a glass plate and then dried at a temperature of 35 ° C. The results showed that the membrane with a concentration of poly (vinyl alcohol) 10% chosen as the best membrane by considering absorption and mechanical properties are 383% and 1.44 Mpa respectively. Besides the membrane has an average degradation of 86.6%/week, 29.5% moisture content and can heal II degree of burns of mice (Mus musculus) within 25 days. Characteristics of the membrane has been meeting the needs of burn care.

Keywords : chitosan, collagen, polyphenyl alcohol (PVA), wound healing, burn.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar lampiran xi

Daftar Singkatan xii

BAB 1. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.6. Metodologi Penelitian ... 3

1.7. Lokasi Penelitian . 4

... BAB 2. Tinjauan Pustaka ... 5

2.1. Kitosan ... 5

2.1.1. Sifat Fisik dan Kimia Kitosan ... 8

2.1.2. Manfaat Kitosan ... 9

2.2. Kolagen ... 10

2.2.1. Sifat Kolagen ... 13

2.2.2. Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka dan Pembentukan Jaringan ... 13

2.3. Polivinil Alkohol (PVA) ... 14

2.4. Luka 15

2.4.1. Luka Bakar 16

2.4.2. Penyembuhan Luka 18

2.5. Pembalut Luka 19

2.5.1. Membran 20


(9)

2.7. Hidrogel 23 2.8. Simulated Body Fluid (SBF) 24 2.8.1. Pembuatan Larutan (SBF) 25

2.9. Kuat Tarik 26

2.9.1. Uji Kekuatan dan Persen Perpanjangan 27 2.10. FT-IR (Fourier Transfor Infrared) 28

2.10.1. Uji Gugus ujung ( Gugus Fungsi)

29

BAB 3. Metode Penelitian 30

3.1. Alat-alat 30

3.2. Bahan-bahan 31

3.3. Prosedur Penelitian 31 3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi 31 3.3.2. Pembuatan Membran Kitosan-kolagen-PVA 32 3.3.3. Karakteristik Membran Kitosan-Kolagen-PVA 33 3.3.3.1. Uji Kadar Air 33 3.3.3.2. Uji Daya serap 33 3.3.3.3. Uji Ketebalan 34 3.3.3.4. Uji Tarik 34 3.3.3.5. Uji FT-IR 35 3.3.3.6. Uji Biodegradasi 35 3.3.3.7. Uji Densitas 36 3.3.3.8. Uji Preklinis 36 3.4. Bagan Penelitian 38 3.4.1. Pembuatan Membran Kitosan-Kolagen-PVA 38 3.5. Uji Karakteristik Membran Kitosan-Kolagen-PVA 39 3.5.1. Uji Kadar Air 39 3.5.2. Uji Tarik 39

3.5.3. Uji Daya Serap 40

3.5.4. Uji Biodegdradasi . 40 3.5.5. Uji Pre-Klinis (Khasiat) Kitosan-Kolagen-PVA

Pada Mencit 41

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 42

4.1. Preparasi Membran Kitosan-Kolagen-PVA 42 4.1.1. Uji Densitas 43 4.1.2. Uji Ketebalan 44 4.1.3. Uji Biodegradasi 45 4.1.4. Uji Kadar Air 48 4.1.5. Uji Daya Serap 49 4.1.6. Uji Tarik 51 4.1.7. Uji FTIR 54


(10)

4.1.8. Uji Preklinis 55

BAB 5. Kesimpulan dan Saran 60

5.1 Kesimpulan 60

5.2 Saran 60


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1. Standar Kitosan 9

2.2. Aplikasi Kitosan dan Turunannya dalam Industri pangan 10

2.3. Komposisi Penyusun SBF 26

4.1. Hasil uji densitas ... 43 4.2. Hasil uji ketebalan membran 44 4.3. Hasil uji Biodegradasi Membran ... 46 4.4. Hasil Perbandingan Degradasi Membran Setelah 7 Hari 47

4.5. Hasil Uji Kadar Air Membran 48

4.6. Data Pengukuran Berat Serapan Air 50

4.7. Data Pengukuran Uji Tarik 51

4.8. Data Karakteristik Optimal 53

4.9. Hasil Analisa Gugus Fungsi Menggunakan FTIR 55 4.10. Hasil Pengukuran Luka Mencit 56 4.11. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Mencit 57


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1. Struktur Kitosan 6

2.2. Struktur Kolagen 11

2.3. Struktur Polivinil Alkohol 14 2.4. Aplikasi Membran Hidrogel 24 2.5. Skema Komponen Dasar FTIR 28 4.1. membran kitosan-kolagen-PVA Konsentrasi 5% (a), 10% (b)

dan 15% (c) ... 41 4.2. Hubungan Konsentrasi PVA terhadap Densitas 43 4.3. Hubungan Konsentrasi PVA terhadap Ketebalan Rata-rata 45 4.4. Hubungan Konsentrasi PVA terhadap Persen Degradasinya 47 4.5. Hubungan Konsentrasi PVA terhadap Persen Kadar Air 49 4.6. Hubungan Konsentrasi PVA terhadap Daya Serap ... 50 4.7. Hubungan Konsentrasi PVA terhadap Kekuatan Tarik ... 52 4.8. Hasil Uji FTIR ... 54 4.9 Perbandingan Hari Pengamatan dengan Persen penyembuhan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1 Hasil uji densitas 66

2 Hasil uji daya serap membran 66

3 Hasil uji ketebalan membran 67

4 Hasil uji Biodegradasi membran 68

5 Hasil uji Biodegradasi membran 69

6 Data untuk mencari kekuatan tarik (N/mm2) dan

reganggan (%) dengan L0 = 1100 mm 70 7 Hasil pengukuran diameter luka mencit putih jantan

hari ke 1-36

72 8 Hasil pengamatan penyembuhan luka pada mencit 73 9 Uji FTIR terhadap membran kitosan-kolagen-polivinil


(14)

DAFTAR SINGKATAN

DD = Derajat Deasetilasi

FT-IR = Fourier Transform – Infra Red PVA = Polivinil Alkohol

PVC = Polivinil Clorida

BM = Berat Molekul

SBF = Simulated Body Fluid

FC = fosfatidil Cholin


(15)

PENGARUH KONSENTRASI POLIVINIL ALKOHOL (PVA) TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN KITOSAN-

KOLAGEN-PVA UNTUK APLIKASI PEMBALUT LUKA BAKAR

ABSTRAK

Kerusakan jaringan seperti luka bakar membutuhkan penanganan yang khusus yang melibatkan penggunaan pembalut luka yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan, melindungi luka serta tidak menyebabkan trauma baru ketika pelepasan bahan pembalut luka. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pembalut luka dari membran kitosan-kolagen-poli(vinil alkohol) yang memenuhi kebutuhan perawatan luka bakar. Membran kitosan-kolagen-poli(vinil alkohol) dipreparasi dengan memvariasikan konsentrasi poli(vinil alkohol) yaitu 5, 10, dan 15%, kemudian semua bahan polimer dicampur dan diaduk secara mekanik hingga homogen pada suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan gliserol sebagai plastisizer dan dituangkan ke atas plat kaca yang selanjutnya dikeringkan pada suhu 35 oC. Hasil penelitian menunjukan bahwa membran dengan konsentrasi poli(vinil alkohol) 10% dipilih sebagai membran terbaik dengan mempertimbangkan daya serap dan sifat mekaniknya yaitu 383% dan 1,44 Mpa. Selain itu membran tersebut memiliki rata-rata degradasi 86,6%/minggu, kadar air 29,5% dan dapat menyembukan luka bakar derajat II pada mencit (Mus musculus) dalam waktu 25 hari. Karakteristik dari membran tersebut telah memenuhi kebutuhan perawatan luka bakar.

Kata kunci: kitosan, kolagen, polivinil alkohol (PVA), penyembuhan luka, luka bakar.


(16)

THE EFFECT OF POLYVINYL ALCOHOL (PVA) CONCENTRATIAON TO CHITOSAN-COLLAGEN-PVA MEMBRANES

CHARACTERISTICSFOR BURN DRESSING APLICATION

ABSTRACT

Tissue damage such as burns requires special handling that involves the use of wound dressing that can stimulates tissue growth, protects the wound and does not cause a new trauma when the remove of the wound dressing material. This study aims to obtain a wound dressing of chitosan-collagen-poly (vinyl alcohol) membran which meet the needs of burn care. Chitosan-collagen-poly (vinyl alcohol) membrans were prepared by varying the concentration of poly (vinyl alcohol), ie 5, 10, and 15%, then all polymer materials were mixed and mechanically stirred until homogeneous at room temperature. Then added glycerol as a plasticizer and poured onto a glass plate and then dried at a temperature of 35 ° C. The results showed that the membrane with a concentration of poly (vinyl alcohol) 10% chosen as the best membrane by considering absorption and mechanical properties are 383% and 1.44 Mpa respectively. Besides the membrane has an average degradation of 86.6%/week, 29.5% moisture content and can heal II degree of burns of mice (Mus musculus) within 25 days. Characteristics of the membrane has been meeting the needs of burn care.

Keywords : chitosan, collagen, polyphenyl alcohol (PVA), wound healing, burn.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian akhir-akhir ini dilakukan untuk menemukan cara agar luka dapat sembuh melalui regenerasi dan penggunaan berbagai macam bahan pembalut untuk memfasilitasi manajemen luka yang baik (Lim & Halim, 2010). Bahan pembalut yang banyak diteliti pada saat ini yaitu berasal dari polimer alam diantaranya adalah kitosan. Penggunaan kitosan pada pembalut luka memiliki banyak keuntungan karena sifat biokompatibilitas dan biodegradebilitas molekulnya yang tidak membahayakan kulit dan lingkungan (Lim & Halim, 2010). Sebagai pembalut luka, kitosan dapat dibuat dalam beberapa bentuk yang salah satunya adalah bentuk film/membran (Khan et.al, 2000).

Selain kitosan polimer alam lainnya yang dapat mempercepat penyembuhan luka adalah kolagen. Kolagen adalah protein berongga dan berserat yang banyak terdapat pada jaringan persendian, kulit, otot dan urat. Fibrosa alam ini menghubungkan dan mendukung jaringan tubuh lainnya, seperti tulang dan tendon (Hossein et al, 2007). Di bidang dermatologi kolagen digunakan sebagai peningkat pertumbuhan jaringan dan mempercepat penyembuhan luka (Ruszczak et.al, 1999).

Bahan baku kedua polimer diatas sangat melimpah di Indonesia yaitu dari limbah perikanan seperti kulit udang dan sisik ikan. Dengan demikian, apabila bahan bakunya berasal dari sumber daya alam yang ada, maka selain akan lebih ekonomis lagi, diharapkan terciptanya diversifikasi produk yang mempunyai nilai tambah.

Ayu Ratnawati (2013) dalam penelitiannya “Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari Teripang-kitosan sebagai Aplikasi Pembalut Luka” telah berhasil


(18)

membuat membran dari paduan kitosan dan kolagen yang memiliki sifat mekanik yang memadai. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Dimas dkk. (in Press) dalam penelitianya “Pengolahan Limbah Perikanan Menjadi Biokomposit Kolagen-Kitosan sebagai Pembalut Primer pada Luka Infeksi” diketahui bahwa uji in vivo terhadap hewan mencit membuktikan bahwa penyebuhan luka yang cepat tetapi membran tersebut memiliki kelemahan biodegradasi yang cepat, yaitu satu hari setelah pengaplikasian dan memiliki sifat mekanik yang rendah. Sehingga dibutuhkan penambahan suatu bahan polimer yang memiliki ketahanan biodegradasi yang tidak terlalu cepat, bersifat biocompatible dan memiliki sifat mekanik yang tinggi.

Polivinil alkohol merupakan salah satu polimer sintetik dengan keunggulan seperti hidrofilisitas dan kompatibilitas tidak toksis, kandungan air yang tinggi, sifat mekanik yang kuat, stabilitas kimia yang baik dibanding polimer sintetik lainnya dan biodegradabel. Oleh karena itu, PVA secara luas banyak digunakan di bidang biomedis (Jayasekarar, 2004).

Dari uraian diatas maka peneliti tertarik membuat membran dengan perpaduan kitosan-kolagen-polivinil alkohol. Adapun judul dari penelitian ini adalah pengaruh kosentrasi polivinil alkohol (PVA) terhadap membran kitosan-kolagen-PVA untuk aplikasi pembalut luka bakar.

1.2 Perumusahan Masalah

Bagaimanakah pengaruh konsentrasi PVA terhadap karakteristik membran kitosan-kolagen-PVA dan apakah membran yang diperoleh dapat mempercepat penyembuhan luka bakar?


(19)

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dibatasi pada: 1. Kitosan, kolagen dan PVA yang diperoleh secara komersil 2. Konsentrasi PVA 5%, 10% dan 15%

3. Luka bakar derajat II dalam

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi PVA terhadap karakteristik membran kitosan-kolagen-PVA dan untuk mengetahui kemampuan membran tersebut dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah, perkuliahan dan dibidang medis yang ada dalam upaya pemanfaatan polimer alam sebagai pembalut luka dan bahan komposit lainnya. Selain itu juga bagi pengembangan ilmu khususnya ilmu kimia biopolimer atau biomaterial.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Dimana penelitian ini dilakukan dalam beberapa variabel yaitu :


(20)

• Variabel tetap : Larutan kitosan 3% Larutan kolagen 3%

Temperatur pengeringan membran 400C Gliserin 5%

• Variabel bebas : Variasi konsentrasi PVA 5%, 10%, 25% • Variabel terikat : Hasil analisa uji tarik, FTIR, Biodegradasi,

uji kadar air, uji ketebalan, daya serap, uji densitas, uji preklinis

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium yaitu:

- Laboratorium Kimia Polimer Departemen Kimia FMIPA USU Medan sebagai tempat preparasi membran kitosan-kolagen-PVA

- LPPT UGM Yogyakarta sebagai tempat analisa FTIR.

- Laboratorium Fisiologis dan Anatomi Hewan Departemen Biologi FMIPA USU sebagai tempat adaptasi dan perlakuan terhadap hewan uji.

- Laboratorium Teknik Mesin Fakultas Teknik USU sebagai tempat perlakuan uji tarik.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih kekuningan, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film (Meiratna, 2008), merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glikosa). Biopolimer ini disusun oleh 2 jenis amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80%) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%). Semakin sedikit gugus asetil yang hilang dari polimer kitosan interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Astuti, 2008).

Sifat dari kitosan adalah tidak larut dalam air, memiliki ketahanan kimia cukup baik, larut dalam larutan asam tetapi tidak larut dalam basa dan ikatan silang kitosan memiliki sifat tidak larut dalam media campuran asam dan basa, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi karena mengandung gugus OH dan gugus NH2 (Muzzarelli, 1997). Tetapi menurut (Kumar et al., 2000) kitosan mempunyai sifat yang lebih spesifik yaitu dengan adanya sifat bioaktif, biokomposit, pengkelat, antibakteria dan dapat terdegradasi.

Sandford dan Hutchins sebagaimana dikutip Meiratna (2008) menyatakan sifat kationik, biologi, dan sifat kimia kitosan adalah sebagai berikut :

1. Sifat kationik

Jumlah muatan positif tinggi : suatu muatan per unit gugus glukosamin, jika banyak material bermuatan negatif (seperti protein) maka muatan positif kitosan berinteraksi kuat dengan muatan negatif lain (polimer),


(22)

flokulan yang baik: gugus NH3+ berinteraksi dengan muatan negatif dari polimer lain.

2. Sifat biologi

Dapat terdegradasi secara alami, polimer alami, non toksik. 3. Sifat kimia

Linier poliamin (poli D-glukosamin) yang memiliki gugus amino yang baik untuk reaksi kimia dan pembentukan garam dengan asam, gugus amino yang reaktif, gugus hidroksil yang reaktif (CH3-OH, C6-OH) yang dapat membentuk senyawa turunannya.

Proses deasetilasi menggunakan kombinasi perlakuan secara kimiawi dan enzimatis seperti penelitian yang dilakukan oleh Emmawati (2004) dan Rochima (2005) merupakan alternatif proses yang baik. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik. Rumus umum kitosan adalah (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-beta-D-Glukosa. Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.1 Struktur Kitosan

Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1–2% (Knorr, 1982 sebagaimana dikutip Apriyanto, 2007). Asam asetat adalah cairan tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam, berasa asam, serta larut dalam air, alkohol, dan gliserol. Rumus empirik asam asetat adalah C2H4O2 dan rumus strukturnya CH3COOH. Asam asetat mempunyai berat molekul 60, titik didih 118oC, titik beku 16,7oC, dan dapat digunakaan sebagai penambahan rasa (Dillon, 1992 sebagaimana dikutip Astuti, 2008).


(23)

Kitosan atau poli-2-amino-2-deoksi-β-1,4-D-glukopiranosa dengan rumus molekul (C6H11O4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Kitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu : N- asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 2000). Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul C8H12NO5 dengan kadar C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%. Sifat kitosan yang biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut dalam air, asam organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat seperti asam nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan Tan, 2002). Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan hidrofobik, jumlah minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan, 2007). Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat meminimalisasikan oksidasi, ditujukan oleh angka peroksida, perubahan warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006).

Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil Colin (PC), sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim ß-galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Simpson, 1997).


(24)

2.1.1 Sifat Fisik dan Kimia Kitosan

Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Chitin memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai derajat deasetilasi (DD), polimerisasi, dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis. Suatu molekul dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan kandungan nitrogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih dari 70% (Muzzarelli,1997). Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100 oF maka sifat keseluruhannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan dan viskositasnya berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika memenuhi beberapa standar seperti tertera pada Table 2.1.


(25)

Tabel 2.1. Standard Kitosan

Parameter %

Deasetilasi

≥ 70 % jenis teknis dan

> 95 % jenis pharmasikal

Kadar abu Umumnya < 1 %

Kadar air 2 – 10 %

Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6 Kadar nitrogen 7 - 8,4 %

Warna Putih sampai kuning

pucat

Ukuran partikel 5 ASTM Mesh Viskositas 309 cps

E.Coli Negatif

Salmonella Negatif

Sumber : Muzzarelli (1997) dan Austin (1988)

2.1.2. Manfaat Kitosan

Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer (Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada tabel 2.2.


(26)

Tabel 2.2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

Aplikasi Contoh

Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian.

Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu, menahan proses browning enzimatis pada buah. Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan Pengontrol

tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental, stabilizer, dan penstabil warna.

Nutrisi

Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan tambahan makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi.

(Sumber : Shahidi dkk., 1999)

2.2. Kolagen

Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain hemostasis, interaksi dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan komponen seluler, meningkatkan faktor pertumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada proliferasi epidermis (Triyono,2005). Manfaat kolagen dalam bidang medis adalah mempercepat tumbuhnya jaringan baru.

Kolagen adalah protein serabut yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada jaringan dan tulang dan ini sangat penting untuk berbagai jaringan lainnya, termasuk kulit dan tendon. Kolagen digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan, kosmetik, pembuatan film biomaterial dan biomedis. Bahkan dalam industri biomedis, kolagen adalah biomaterial alami yang memiliki kandungan


(27)

yang unik. Sekitar 30% dari tulang disusun oleh komponen – komponen organik dan 90-95 % diantaranya adalah kolagen , sisanya adalah protein bukan kolagen. Kolagen merupakan protein yang banyak terdapat dalam tubuh (Chi, et al, 2001).

Kolagen merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon, tulang rawan dan gigi. Kolagen merupakan material yang mempunyai kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak terdapat dalam vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata berada sebagai kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula bagian total protein yang merupakan kolagen. Kolagen juga merupakan komponen serat utama dalam tulang, gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam (dermis), tendon (urat daging) dan tulang rawan (Lehninger: 1993).

Gambar 2.2 Struktur kolagen

Kolagen merupakan material yang menarik perhatian dalam hal bahwa kolagen mempunyai kekuatan rentang, struktur istimewa, dan mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang terdapat dalam beberapa protein lain. Satu zat yang diturunkan dari kolagen adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, struktumya menjadi rusak secara permanen dan menghasilkan gelatin. Karena adanya sejumlah besar rantai samping yang hidrofil (suka air) dalam gelatin, maka dalam larutan air membentuk gel (Wilbraham ,1984).


(28)

Dengan demikian kolagen termasuk sebagai jaringan pengikat. Jaringan pengikat berkolagen terdiri dari serat, struktur ini selanjutnya tersusun atas fibril kolagen, yang nampak seperti garis melintang. Fibril ini terorganisasi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada fungsi biologi jaringan pengikatnya. Pada urat, fibril kolagen disusun dalam untaian paralel yang saling berhubungan silang dan berfungsi untuk menghasilkan struktur dengan kekuatan yang amat tinggi tanpa kemampuan meregang. Fibril kolagen dapat menyangga sedikit-nya 10.000 kali beratnya sendiri, dan dapat dikatakan mempunyai kekuatan lenting lebih besar dari penampang silang kawat tembaga dengan berat yang sama. Pada kulit, fibril kolagen membentuk suatu jaringan tidak teratur, terjalin dan amat liat. Kulit hampir seluruhnya merupakan kolagen murni (Page,1989).

Fibroblast bermigrasi ke tempat luka dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak. Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk migrasi keratinosit. Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton dkk., 2006).

2.2.1 Sifat Kolagen

Jika di didihkan di dalam air, kolagen akan mengalami transformasi, dari bentuk untaian, tidak larut dan tidak tercerna menjadi gelatin, yaitu campuran polipetid yang larut yang merupakan dasar pembentuk gelatin. Perubahan ini melibatkan hidrolisis beberapa ikatan kovalen pada kolagen, karena kolagen pada jaringan

pengikat dan pembuluh yang menjadikan daging berbentuk liat. Kolagen

mengandung kira- kira 3-5 persen glisin dan kira-kira 11 persen alanin; persentasi


(29)

prolindan 4-hidroksiprolin yang tinggi, yaitu asam amino yang jarang ditemukan

pada protein selain pada kolagen dan elastin. Bersama-sama, prolin dan

hidroksiprolin mencapai kira-kira 21 persen dari residu asam amino pada kolagen (Lehninger, 1993).

2.2.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka dan Pembentukan Jaringan

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan berkesinambungan. Hemostatis atau penghentian pendarahan adalah proses pertama pada penyembuhan luka. Trombosit dan faktor-faktor pembekuan merupakan faktor hemostatik intravaskuler yang utama. Kolagen merupakan agen hemostatik yang sangat efesien, sebab trombosit melekat pada kolagen, kolagen akan membengkak dan selanjutnya melepaskan substansi yang memulai proses hemostatis. Interaksi kolagen–trombosit tergantung pada polimerisasi dari maturasi kolagen dan pengaruh positif pada molekul kolagen (www.pasteur. fr/aplications/euroconf/ tissuerepair-microba.pdf).

Kolagen dapat membantu agregasi trombosit karena kemampuannya mengikat fibronektin. Mekanisme yang pasti dari interaksi kolagen belum diketahui secara jelas, akan tetapi data yang pasti menunjukkan bahwa interaksi kolagen dan trombosit merupakan tahap pertama proses penyembuhan luka

2.3. Polivnil Akohol (PVA)

Polivinil alkohol (PVA) dengan rumus kimia [(C2H4OH)x] adalah polimer sintetik yang diproduksi oleh hidrolisis dari polivinil asetat. PVA bersifat nontoksik dan larut dalam air, sehingga banyak digunakan di berbagai bidang, antara lain bidang medis dan farmasi (Theresia,2011) . Produk ini sangat sesuai untuk digunakan


(30)

secara komersial dalam skala besar sebagai eksipien dalam berbagai produk farmasi seperti tablet salut, tetes mata, biofermentasi dan topikal. PVA bersifat kompatibel secara hayati dan sesuai untuk simulasi jaringan alami. Selain itu, PVA mempunyai permeabilitas oksigen yang baik, tidak bersifat imunogenik, dan memiliki sifat yang sangat baik dalam pembentukan film, pengemulsi dan dapat dilembabkan (Gessner, 1981). PVA berwarna putih, bentuk seperti serbuk, rasa hambar,tembus cahaya, tidak berbau dan larut dalam air. PVA salah satu polimer yang mempunyai sifat hidrofolik dan sebagai perekat. PVA dapat digunakan sebagai lapisan tipis yang sensitif. Struktur Polivinil alkohol dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol (PVA) merupakan salah satu jenis bahan polimer yang relatif murah dan tidak toksik. PVA dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan hidrogel sebagai matriks untuk mengekang obat dan kemudian obat tersebut dilepaskan kembali (Zainuddin K.,1994). Menurut Doan Binh, hidrogel yang transparan, kuat secara mekanik dapat dihasilkan dari campuran PVA dan kitosan yang diiradiasi sehingga dapat digunakan untuk antibakteri, mencegah infeksi dan menstimulasi reepitelisasi (Binh,2001).

Polivinil alkohol telah menjadi bahan pengkajian dalam pembuatan fiber atau film. Pada tahun 1938, Universitas Kyoto, telah mengembangkan serat dengan bahan dasar polivinil alkohol yang dikenal dengan “Synthese I”. Kemudian pada tahun yang sama, Kanebo Co. Ltd telah mengembangkan serat buatan dengan bahan dasar polivinil alkohol yang dikenal dengan “Kanebian” (Watanabe 1987). Selain itu, Hodgkinson dan Taylor (2000) menjelaskan bahwa polivinil alkohol mempunyai kuat tarik lebih tinggi dibandingkan dengan polivinil klorida (PVC) sehingga dalam aplikasinya dapat digunakan sebagai composite.


(31)

Polivinil alkohol dapat membentuk film yang sangat baik, pengemulsi dan sifat perekat. PVA juga tahan terhadap minyak, lemak dan pelarut. Memiliki kekuatan tarik tinggi dan fleksibilitas, serta tinggi oksigen. Namun sifat ini tergantung pada kelembaban, dengan kata lain, dengan kelembaban yang lebih tinggi maka lebih banyak yang air diserap, yang bertindak sebagai plasticizer, maka akan mengurangi kekuatan tarik, tetapi meningkatkan elongasi dan kekuatan sobek. PVA memiliki titik leleh 180-190°C (356-374 derajat Fahrenheit) untuk nilai sepenuhnya dihidrolisis dan sebagian dihidrolisis masing-masing. Ini terurai dengan cepat di atas 200° C karena dapat menjalani pirolisis pada suhu tinggi (Fromageau, J.,2003).

2.4. Luka

Luka didefenisikan sebagai cacat pada kulit yang disebabkan oleh kecelakaan secara mekanik, terserang listrik, terbakar, terkena tumpahan bahan-bahan kimia atau akibat tindakan operasi. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul, yaitu hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, pendarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, maka luka dibagi menjadi :

Stadium I : luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit

Stadium II : hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka stadium I dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III : hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis

jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak

melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbulsecara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa


(32)

merusak jaringan sekitarnya.

Stadium IV : luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Walker, V. 1999).

2.4.1 Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Oswari, 1993). Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ b. Respon stres simpatis

c. Pendarahan dan pembekuan darah d. Kontaminasi bakteri

e. Kematian sel

Berat ringannya luka bakar tergantung dari lama dan banyaknya kulit badan yang terbakar. Kerusakan paling ringan akibat terbakar yang timbul pada kulit adalah warna merah pada kulit. Bila lebih berat, timbul gelembung. Pada keadaan yang lebih berat lagi bila seluruh kulit terbakar sehingga dagingnya tampak, sedangkan yang terberat adalah bila otot-otot ikut terbakar (Oswari,2003). Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain: a. Luka bakar karena api

b. Luka bakar karena air panas c. Luka bakar karena bahan kimia d. Luka bakar karena listrik

e. Luka bakar karena logam panas (Djohansjah. 1991)

Berdasarkan kedalam kerusakan jaringan, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis yaitu:


(33)

1. Kerusakan terbatas pada epidermis 2. Kulit kering, tampak sebagai eritema

3. Penyembuhan terjadi secaraspontan dalam waktu 5-10 hari b. Luka bakar derajat II:

1. Kerusakan meliputi dermis dan epidermis

2. Dasar luka berwarna merah, terletak lebih tinggi di atas kulit normal Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Derajat II dangkal

Kerusakan mengenai bagian dermis. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari.

b. Derajat II dalam

Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Penyembuhan terjadi lebih lama, biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

c. Luka bakar derajat III

1. Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam.

2. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu.

3. Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian.

4. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka maupun apendises kulit (Moenadjat, 2003).

2.4.2 Penyembuhan Luka

Tindakan yang dapat dilakukan pada luka bakar adalah dengan memberikan terapi local dengan tujuan mendapatkan kesembuhan secepat mungkin, sehingga jumlah jaringan fibrosis yang terbentuk akan sedikit dan dengan demikin mengurangi jaringan parut. Diusahakan pula pencegahan terjadinya peradangan yang merupakan hambatan paling besar terhadap kecepatan penyembuhan (Ancel,1989)


(34)

Proses penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan penyudahan jaringan.

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ketiga.

Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama dengan fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.

2. Fase proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fibroplasias karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka

dipenuhi fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.

Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase


(35)

3. Fase penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan dan akhirnya terbentuk kembali jaringan yang baru. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal (Moenadjat, 2003).

2.5. Pembalut Luka

Pembalut luka adalah bahan yang digunakan untuk menutup luka. Berbagai jenis luka dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya luka akibat benturan mekanik, seperti lecet-lecet, beragam luka bakar dan disebabkan oleh bahan kimia. Sejak berabad-abad serat binatang maupun tumbuhan telah digunakan untuk meneutupi luka guna menghentikan pendarahan, menyerap cairan yang keluar dari luka/eksudat/nanah, mengurangi rasa sakit dan menyediakan perlindungan untuk pembentukkan jaringan baru. Saat ini bermacam-macam pembalut luka telah tersedia dipasaran untuk kepentingan medis atau paska operasi. Fungsi produk ini antara lain adalah untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi, menyerap darah dan nanah, mempercepat penyembuhan luka dan beberapa diantaranya dapat mengobati luka. Selain ituproduk tersebut harus mudah digunakan dan dilepaskan. Pembalut luka dapat berupa produk tenun/woven (kain kasa, kain pembalut/perban) atau produk nirtenun/nonwoven (membran/komposit).

Selain itu pembalut luka yang sering digunakan adalah berupa bahan komposit atau nirtenun. Produk komposit adalah produk yang terdiri dari dua atau lebih materialyang diikat satu sama lain baik secara kimia maupun secara mekanik. Secara kimia misalnya dengan menggunakan matriks polimer, sebagai ikatan silang


(36)

antar muka dari masing-masing material yang digunakan, atau dengan bantuan perekat (adhesive) dan tekanan. Adanya komposit akan menciptakan bahan baru yang sifatnya dapat memperkaya jenis bahan yang telah ada di alam (Mutia, T. 2011).

2.5.1 Membran

Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis (film) yang fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel (Jones, 1987). Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan listrik atau kelarutan.

Sebenarnya membran sudah merupakan bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Seluruh sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun sel-sel penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel-sel sangat bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada tahun 1855 membran baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala laboratoriumnya oleh Fick. Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan memnjadi lembaran, lilitan spiral (spiral warna), tubular dan emulsi (Mulder,1996)

Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid, padatan (keramik) dan penukar ion. Membran polimer alam, terbagi menjadi membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida yang karena


(37)

pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).

2.6. Biomaterial Medis

Biomaterial atau biomedical material dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu material baik natural maupun buatan manusia (sintetis) yang digunakan sebagai peralatan medis (medical devices) dan berinteraksi dengan sistem biologis dengan tujuan untuk memperbaiki (repair), memulihkan (restore), mengoreksi ketidaknormalan, meningkatkan fungsi atau mengganti (replace) bagian tubuh yang mengalami kehilangan fungsi karena suatu penyakit atau trauma, atau sebagai

interface dengan lingkungan fisiologis (Guelcher,2006 dan Rosiak,2002). Adanya

interaksi dengan sistem biologis mengharuskan setiap bahan biomaterial memiliki sifat biokompatibilitas yaitu kemampuan suatu material untuk bekerja selaras dengan tubuh tanpa menimbulkan efek lain yang berbahaya.

Polimer dari bahan terbarukan (renewable matrial) menjadi objek penelitian yang menarik selama dua dekade akhir ini. Ada dua alasan yang mendasari polimer tersebut menjadi objek riset, yaitu konsen lingkungan dan realisasi dari sumber bahan bakar fosil yang terbatas. Diharapkan polimer dari bahan terbarukan adalah polimer biodegradable, yaitu polimer yang dapat mengalami degradasi secara alami. Biodegradasi merupakan peristiwa terurainya senyawa menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana yang terjadi karena sebab-sebab alami, seperti proses fotodegradasi (degradasi yang melibatkan cahaya dan kalor), degradasi kimiawi (hidrolisis), degradasi oleh bakteri dan jamur, degradasi enzimatik, dan degradasi mekanik (disebabkan oleh angin, abarasi), atau gabungan dari beberapa sebab (Khoerudin, A., 2013).

Salah satu aplikasi polimer biodegradable dalam bidang kedokteran adalah sistem pengantaran obat Drug Delivery System (DDS). Selain bersifat biodegradable, polimer yang digunakan dalam bidang medis juga harus bersifat


(38)

biocompatible. Sifat biocompatible sangat penting dalam aplikasi ini karena polimer yang digunakan dalam sistem pengantaran obat (DDS) nantinya akan dikonsumsi dan masuk kedalam tubuh sehingga tidak memberikan efek buruk terhadap tubuh. Polimer yang memiliki sifat tersebut banyak bersumber dari alam. Akan tetapi, sifat mekanik dari polimer biodegradable alami tidak begitu baik untuk diaplikasikan dalam media biologis. Oleh karena itu, biasanya dilakukan kombinasi dengan polimer biodegradable lain yang memiliki sifat mekanik baik sehingga menghasilkan sifat mekanik yang diinginkan dari suatu kombinasi (Edlund dan albertsson, 2002).

Dewasa ini biomaterials telah banyak digunakan dalam bidang medis seperti penutup luka (wound dressing), lensa kontak (contact lense), hemodialiser, kateter, artifical skin, artificial blood vessels, total artificial hearts, pacemakers, dental fillings, wires plates dan pins for bone repair, total artificial joint replacements, scaffold in tissue engineering.

Membran didefinisikan suatu lapisan tipis semipermeabel yang berada di antara dua fasa. Teknologi membran banyak digunakan dalam industri sebagai alternatif dari teknologi pemisahan konvensional seperti penyulingan, ekstraksi dan kromatografi. Keuntungan dalam penggunaan teknologi membran adalah dapat berlangsung pada suhu kamar, tidak destruktif, pemisahan dapat berjalan secara sinambung dan tidak terlalu banyak membutuhkan energi.

Sifat spesifik membran sangat dipengaruhi jenis polimer dan teknik pembuatannya. Dan efisiensi membran ditentukan oleh fluks dan koefisien rejeksi. Dari penelitian terdahulu telah dibuat membran komposit yang terdiri dari dua polimer yaitu kitosan dan polisulfon yang dibuat dengan metode inverse fasa dan pencelupan. Membran komposit yang dibuat telah mempunyai kombinasi fluks dan koefisien rejeksi yang baik yaitu perbandingan membrane pendukung 18:64:18 dan perbandingan khitosan dengan pelarutnya 1:10 w/v. (Erna, M. 2004)


(39)

2.7. Hidrogel

Hidrogel dapat didefinisikan sebagai sistem polimer yang tersusun atas network tiga dimensi antar rantai molekul polimer, bersifat tidak larut dalam air dan dapat mengabsorb air atau cairan tubuh dan mengembang ( Rosiak, J.M., 2002 dan . Peppas, N.A., 1996). Sejak beberapa tahun yang lalu, Darmawan dkk. (1993) telah berhasil mensintesis hidrogel dari polimer hidrofilik polivinil pirolidon (PVP) menggunakan radiasi gamma dan berkas elektron untuk digunakan sebagai pembalut luka dan plester penurun demam. Hidrogel yang dihasilkan mempunyai sifat yaitu memiliki kandungan air sekitar 80-90%, bersifat steril, dapat mengabsorbsi air, permeabel terhadap udara tetapi tidak dapat ditembus oleh mikroba, lunak, tidak toksis, mempunyai kemampuan untuk penyembuhan luka, kuat namun cukup elastik, nyaman dan terasa sejuk pada saat pemakaian, dapat melekat dengan baik pada daerah luka dan tidak menimbulkan jaringan parut pada bekas luka, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.3.


(40)

Adanya struktur network tiga dimensi dengan pori yang cukup halus serta mengandung air dalam hidrogel menyebabkannya mampu berfungsi untuk mempercepat proses penyembuhan dengan cara memberikan suasana humid pada daerah luka sehingga proses proliferasi sel dapat berjalan lebih sempurna. Selain itu pori yang ada pada hidrogel memberikan kesempatan terjadinya aerasi udara pada daerah luka. Dalam aplikasinya sebagai penurun demam, hidrogel yang mengandung air cukup tinggi dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien melalui mekanisme air yang terdapat pada hidrogel akan menyerap panas dari tubuh dan kemudian menurunkan suhu tubuh melalui evaporasi (Fever Cooling Pad, 2009).

2.8. Simulated Body Fluid (SBF)

Pada umumnya dilakukan pengujian terhadap biomaterial sintetik agar sesuai untuk diaplikasikan sebagai bahan implan. Metode pengujian secara in vivo atau in vitro dilakukan dengan media larutan simulated body fluid (SBF) (Vulelic, M.,Mitic,Z.,et,.2011). Larutan simulated body fluid (SBF) adalah larutan buatan yang memiliki komposisi dan konsentrasi ionik yang hampir mirip dengan plasma darah manusia, pertama kali diperkenalkan oleh Kokubo (Kokubo, T.,1991). Lebih lanjut Kokubo menjelaskan bahwa syarat terpenting bagi suatu bahan agar dapat berikatan dengan tulang hidup adalah terbentuknya lapisan apatit mirip tulang pada permukaan bahan di dalam tubuh dan pembentukan apatit tersebut secara in vivo dapat diproduksi dalam SBF (Kokubo, T. and Takamada, H.,2006). Setelah beberapa dekade, para peneliti biomaterial sepakat bahwa pembentukan apatit pada material yang direndam dalam larutan SBF adalah bukti dari ke-bioaktifan material tersebut, dan dapat digunakan untuk mengantisipasi kemampuannya berikatan dengan tulang secara in vivo (Bohner, M. and Lemaitre, J.,2009). Selama pengujian, biomaterial direndam dalam larutan sintetik yang mensimulasi bagian anorganik dari plasma darah dengan atau tanpa adanya kultur sel. Metode tersebut bersifat mudah dan sederhana untuk menguji kestabilan dari material di dalam tubuh (Muller, L. and Frank, A.M.,2006).


(41)

2.8.1. Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF)

Metode yang digunakan untuk membuat larutan SBF adalah metode yang dipakai oleh Kokubo (Kokubo, T., Kushitani, H et al.,1990 ). Sebanyak 1 Liter aqua trides disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 1. Aqua trides diaduk menggunaka magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 1 (satu bahan kimia diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu larutan diatur sampai 36,50C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan menggunakan larutan HCl 1 M.

Tabel 2.3. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)

2.9 Kuat Tarik

Sifat mekanik yang umum dilakukan adalah uji kekuatan tarik (tensile strength) atau daya renggang dan perpanjangan yang terjadi pada film selama pengukuran berlangsung (Darni dan Utami, 2010). Biofilm akan ditentukan dengan uji tarik No. Bahan Kimia Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. NaCl NaHCO KCl K2HPO4.3H2O MgCl2.6H2O HCl 1 M CaCl2.2H2O Na2SO4 (HOCH2)3CNH2 7,996 gram 0,350 gram 0,224 gram 0,228 gram 0,305 gram 40 mL 0.278 gram 0.071 gram 6,057 gram


(42)

yang dikaitkan pada alat uji dan beban penarik di pasang pada satuan beban kilo Newton (kN). Biofilm ditarik hingga putus. Besar beban penarik dan perubahan panjang biofilm pada saat putus dicatat (Wafiroh, dkk., 2010). Pengujian ini digunakan untuk meneliti keadaan cacat tetapi untuk memeriksa kualitas produk yang dihasilkan berdasarkan suatu standar spesifikasi.

Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Plasticizer dapat mengurangi ikatan hidrogen internal molekul dan menyebabkan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai polimer yang berdekatan sehingga mengurangi daya regang putus. Penambahan plasticizer lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah (Lai et al., 1997 sebagaimana dikutip Astuti, 2008). Panjang putus (elongation at break) atau proses pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel film terputus. Pada umumnya adanya penambahan plasticizer dalam jumlah lebih besar akan menghasilkan nilai persen pemanjangan suatu film semakin lebih besar (Widyaningsih, dkk. 2012).

2.9.1 Uji Kekuatan dan Persen Pemanjangan

Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan struktur kimia biofilm. Kekuatan tarik menunjukkan ukuran ketahanan biofilm yaitu renggangan maksimal yang dapat diterima sampel, sedangkan persen pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum yang dialami plastik pada saat uji kuat tarik yaitu pada saat sampel sobek (Apriyanto, 2007). Adapun rumus dari kuat tarik dan persen elongasi diukur berdasarkan rumus:

Kuat Tarik = �

� kg/ cm 2

(2-1) Dengan:


(43)

A = luas alas sampel (cm2) % Elongasi = �1−�0

�0 � 100% (2-2)

Dengan:

L1 = panjang setelah putus L0 = panjang awal

2.10 FT-IR (Fourier Transform Infrared)

Karakterisasi gugus ujung dapat dilakukan menggunakan IR. Spektroskopi FT-IR atau Fourier Transform Infrared dapat menganalisis gugus ujung suatu senyawa. Dalam penelitian Darni dan Utami (2010) uji FT-IR digunakan untuk mengidentifikasi bahan kimia yang terkandung dalam suatu polimer. Komponen dasar sebuah FT-IR ditunjukkan secara skematis pada Gambar 2.4

Gambar 2.5 Skema komponen dasar FT-IR

Kegunaan dari spektrum inframerah adalah memberikan keterangan mengenai molekul. Serapan tiap tipe ikatan (N-H, C-H, O-H, C-X, C=O, C-O, C=C, C-C, C=N, dan sebagainya) hanya dapat diperoleh dalam bagian-bagian kecil tertentu dari daerah vibrasi inframerah. Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan setiap tipe ikatan.

Cahaya infra merah terbagi menjadi 3 yakni, inframerah dekat, inframerah pertengahan, dan infra merah jauh. Hampir semua senyawa, termasuk senyawa organik menyerap dalam daerah inframerah. Agar senyawa bentuk padat dapat dianalisis pada daerah inframerah maka senyawa tersebut harus dibuat film,

Sumber Infra merah

Interferometer Sampel Detektor

Pemprosesan data dan sinyal


(44)

dilebur, atau dilumatkan menjadi cairan yang kental (mull), didispersikan dalam senyawa halida organik menjadi bentuk cakram atau pellet, atau dilarutkan dalam berbagai pelarut. Polimer organik dapat dibuat film diantara dua lempengan garam setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok (Sastrohamidjojo, 1992).

Menurut Nisa (2005) pengukuran FT-IR kitosan-PVA dilakukan dengan cara sampel dijepit pada lempeng NaCl lalu diukur pada bilangan gelombang yang sama. Hasilnya di dapat berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang dengan intensitas.

2.10.1 Uji Gugus Ujung (Gugus Fungsi)

Karakterisasi gugus ujung dilakukan menggunakan spektrum FT-IR dengan memperhatikan bilangan gelombang dan intensitasnya. Spektrum FT-IR di rekam menggunakan spektrofotometer pada suhu ruang (Darni dan Utami, 2010). Sampel dalam bentuk film ditempatkan ke dalam set holder kemudian dicari spektrum yang sesuai. Uji ini akan dilakukan dengan membandingkan masing-masing bahan dasar yaitu kitosan, kolagen, polivinil alkohol (PVA) dengan membran kitosan-kolagen dan polivinil alkohol (PVA).


(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini

1. Timbangan Elektrik Mettler Toledo 2. Hot plate stirer Favorit HS 0707V2

3. Termometer Fischer

4. Alat-alat gelas Pyrex

5. Seperangkat alat uji tarik

6. Oven Memmert

7. Alu dan lumpang 8. Desikator

9. Seperangkat alat FTIR 10. Gunting

11. Bunsen 12. Pinset

13. Pencukur bulu 14. Plat bakar

3.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

- CH3COOH glacial p.a ( E. Merck ) - Akuades

- Fish collagen CV. Bio Kolagen Indonesia

- Chitosan CV. Bio Kolagen Indonesia

- PVA Merck

- Gliserol teknis (Bratachem)


(46)

- Sel fibroblast BHK-21

- Pembalut luka komersil Dermafix

- Plaster Hansaplast

- Kapas

- Alkohol 70% Brataco

- Mencit jantan - Ketamine - Pakan mencit

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

a. Larutan CH3COOH 1%

Sebanyak 10 mL CH3COOH glacial dilarutkan dengan 1000 ml aquades dalam labu takar 1000 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

b. Larutan kitosan 3%

Sebanyak 3 g kitosan dilarutkan dengan 100 ml CH3COOH 1% dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

c. Larutan kolagen 3%

Sebanyak 3 g kolagen dilarutkan dengan 100 ml CH3COOH 1% dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

d. Larutan PVA 5%

Sebanyak 5 gram PVA dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam beaker glass pada suhu 80oC, kemudian dihomogenkan dengan stirer


(47)

Sebanyak 10 gram PVA dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam beaker glass pada suhu 80oC, kemudian dihomogenkan dengan stirer

f. Larutan PVA 15%

Sebanyak 15 gram PVA dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam beaker glass pada suhu 80oC, kemudian dihomogenkan dengan stirer

g. Larutan SBF

Sebanyak 1 Liter aquatrides disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 3.1. Aquatrides diaduk menggunakan magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 3.1. (satu bahan kimia diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu larutan diatur sampai 36,50C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan menggunakan larutan HCl 1 M.

Tabel 3.1. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)

Sumber: Kokubo 1990

3.3.2 Pembuatan Membran Kitosan-Kolagen-PVA

Sebanyak 20ml masing-masing larutan kitosan 3%, kolagen 3% dan PVA 5%, 10%, 15%, dicampur dan diaduk selama 5 menit dengan stirer ditambahkan 6% gliserol dari berat keseluruhan larutan, kemudian campuran tersebut diaduk No. Bahan Kimia Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. NaCl NaHCO KCl K2HPO4.3H2O MgCl2.6H2O HCl 1 M CaCl2.2H2O Na2SO4 (HOCH2)3CNH2 7,996 gram 0,350 gram 0,224 gram 0,228 gram 0,305 gram 40 mL

0.278 gram 0.071 gram 6,057 gram


(48)

kembali selama 2 jam hingga homogen. Setelah homogen campuran tersebut dimasukkan kedalam cetakan dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 400C selama 24 jam. Kemudian hasil dikarakteristik dengan uji tarik, analisa gugus fungsi dengan FTIR, uji kadar air, uji tarik, uji daya serap, uji ketebalan, uji degradasi SBF dan uji preklinis pada mencit.

3.3.3 Karakteristik Membran Kitosan-Kolagen-PVA

3.3.3.1 Uji Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel. Cawan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-1050C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 2g dalam cawan yang sudah dikeringkan, lalu sampel tersebut dioven pada suhu 100-1050C selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kemudian kadar air dihitung dengan persamaan:

b – c

% Kadar air = x 100% (3-1) b – a

Keterangan:

a = berat cawan kosong (g)

b = berat cawan berisi sampel sebelum dioven (g) c = berat cawan berisi sampel sesudah dioven (g)

3.3.3.2 Uji Daya Serap Air

Pengujian daya serap dilakukan bedasarkan pada standar SNI 01-4449-2006 yang menggunakan aquades sebagai zat yang diserap. Sampel yang akan diuji dikeringkan dan dihitung berat konstan, lalu sampel direndam dalam akuades


(49)

selama 24 jam. Selanjutnya dihitung berat basahnya dan ditentukan daya serap menggunakan persamaan:

mb-mk

DS % = x 100% (3-2) mk

Keterangan:

DS = daya serap (%) mk = massa kering (g) mb = massa basah (g)

3.3.3.3 Uji Ketebalan

Uji ketebalan pada sampel uji dilakukan menggunakan mikrometer sekrup. Ketebalan sampel diukur pada tiga posisi yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah membran, kemudian hasilnya dirata-rata. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui keseragaman dan kontrol kualitas dari membran.

3.3.3.4 Uji Tarik

Membran berbentuk dumbbell ukuran standar, ke dua ujungnya dijepit pada posisi atas-bawah pada mesin. Kemudian salah satu ujung membran ditarik ke atas dengan mesin. Setelah bagian tengah dari membran putus, jarak awal (Lo) hingga putusnya (L1) membran diukur dengan penggaris. Pengujian dilakukan 5 kali ulangan dengan kecepatan penarikan 30mm/menit pada suhu kamar. Data hasil pengujian tegangan putus dicatat.

Perpanjangan putus = (�1−��)

�� � 100 % (3-3) Dimana :


(50)

L1= Ukuran panjang bahan yang ditarik hingga saat putus Tegangan putus = �

� kg/cm 2

(3-4)

Dimana :

F = Beban pada alat hingga saat bahan putus (kg) A = Luas penampang bahan (cm2)

3.3.3.5 Uji Spektroskopi FTIR

Sampel dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar inframerah. Hasilnya akan direkam berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas sinar atau grafik spektrum.

3.3.3.6 Uji Biodegredasi perendaman dalam larutan SBF (simulated body

fluid)

Membran poliblend direndaman dalam larutan SBF (simulated body Fluid) dengan perbandingan 1:10 (b/v) selama 7-14 hari dengan pergantian larutan SBF setiap 24 jam. Kemudian diangkat dari larutan SBF kemudian dikeringkan dan ditimbang.

D0-D1

% Degradasi = x 100% (3-5) D0

Keterangan

D0 = perlakuan sebelum didegradasi


(51)

3.3.3.7 Uji Densitas

Pengujian densitas dilakukan dengan menimbang piknometer kosong, piknometer berisi aquadest dan piknometer berisi aquadest dan sampel membran dengan variasi konsentrasi PVA yang berbeda-beda. Setelah itu dihitung densitasnnya menggunakan persamaan (6).

Densitas (ρ) = m/v m/cm3 (3-6)

Keterangan:

ρ = densitas (g/cm3) m = massa (g) v = volume (cm3)

3.3.3.8 Uji Pre-Klinis (Khasiat) Kitosan-Kolagen-PVA Pada Mencit

Pada pengujian ini digunakan 9 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang akan dibagi menjadi 3 kelompok penanganan luka yaitu kontrol (normal Saline), Kontrol pembanding komersil (dengan pembalut luka komersil) dan kontrol pembanding (dengan membran Kitosan-Kolagen-PVA) dan setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Sebelum perlakuan mencit diadaptasikan selama 10 hari. Mencit diberi makan pelet dan minum secukupnya. Perlukaan dilakukan pada punggung bawah mencit dengan cara membuat luka bakar berukuran ±1 cm x 1 cm menggunakan skapel yang steril. Luka bakar dibuat sejajar dengan tulang belakang. Sebelum melakukan perlukaan pada mencit, dilakukan pembiusan dengan eter dan ketamin serta pencukuran bulu di daerah punggung (daerah yang akan dilukai). Dosis ketamin yang digunakan adalah 0.02 mL per 20 gram bobot badan. Pengamatan penyembuhan luka dilakukan selama 36 hari setelah pembalutan luka.


(52)

a. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan metode analisis varian (ANOVA) dan untuk pengukuran luas luka atau persentase penyembuhan luka, yaitu dengan cara mengukur rata-rata diameter luka pada arah vertikal, horisontal, dan kedua diagonal (Morton, 1972). Persentase penyembuhan luka dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% Penyembuhan luka = d1² – d2²

d1² x 100% (3-7)

Keterangan:

d1= diameter sehari setelah pembuatan luka (cm)


(53)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Membran Kitosan-Kolagen-PVA

Dihomogenkan selama 5 menit dengan strirer

Ditambahkan 6% gliserol dari volume keseluruhan larutan poliblend

Dihomogenkan kembali selama 2 jam dengan stirer

Dicetak pada plat kaca

Dioven pada suhu 40OC selama 24 jam

20 ml Larutan Kitosan 3% 20 ml Larutan PVA 5%, 10%, 15%

Larutan Poliblend

Karakteristik: 1. Uji FTIR 2. Uji Kadar air 3. Uji Daya Serap 4. Uji Ketebalan 5. Uji Tarik 6. Uji Densitas 7. Uji Biodegradasi 8. Uji Preklinis

20 ml Larutan Kolagen 3%


(54)

3.5 UJI Karakteristik Membran Kitosan-Kolagen-PVA

3.5.1 Uji Kadar Air

Dimasukkan kedalam cawan porselin Dioven pada suhu 100-105OC selama 6 jam Didinginkan didalam desikator selama 30menit Ditimbang hingga mendapat berat konstan

3.5.2 Uji Tarik

Dicetak membran berbentuk dumbbell

Dijepit kedua ujung pada posisi atas dan bawah dengan mesin Ditarik salah satu ujung kearah atas dengan mesin hingga bagian tengah terputus

Dihitung jarak awal (L0) hingga jarak putusnya (L1) dengan penggaris

Membran

Hasil

Membran


(55)

3.5.3 Uji Daya Serap

Dikeringkan didalam oven dengan suhu 105oC hingga berat konstan Direndam didalam aquadest selama 24 jam

Dihitung berat basahnya

Ditentukan persentase daya serapnya

3.5.4 Uji biodegradasi

Direndam dalam larutan SBF dengan perbandingan 1:10 (b:v) Selama 1-7 hari

Dilakukan pergantian larutan SBF setiap @$ jam Dikeluarkan dari larutan SBF

Dikeringkan Ditimbang Membran

Hasil

Membran


(56)

3.5.5 Uji Pre-Klinis (Khasiat) Kitosan-Kolagen-PVA Pada Mencit

diaklimatisasi dahulu selama 4 hari diberi makan dan minum

ditimbang berat badan masing-masing dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan

pembuatan luka luka bakar dipilih bagian punggung mencit

dicukur bulu sekitar 3 cm menggunakan krim cukur

didesinfeksi dengan alkohol 70% dipanaskan logam selama 5 menit ditempelkan selama 5 detik pada punggung tikus

KO tanpa perlakuan

P1 ditutup dengan membran P2 ditutup dengan plaster komersil diukur diameter luka setiap hari sampai sembuh

dihitung persentase diameter luka 9 ekor mencit

P2

KO P1

Terbentuk luka bakar derajat II


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Membran Kitosan-Kolagen-Polivinil Alkohol

Preparasi membran kitosan-kolagen-polivinil alkohol dibuat dengan pengeringan pelarut, sehingga terbentuk lapisan tipis membran yang padat seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Membran tersebut memiliki permukaan lembut yang nyaman pada kulit

(a) (b) (c)

Gambar 4.1 membran kitosan-kolagen-PVA konsentrasi 5% (a), 10% (b) dan 15% (c).

Dari hasil preparasi membran tersebut diketahui bahwa semakin bertambahnya konsentrasi PVA menyebabkan membran semakin kaku dan memiliki warna yang semakin pekat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya PVA yang terkandung akan meningkatkan ikatan hidrogen intramolekul dan ikatan intermolekul antara PVA dengan kitosan dan juga dengan kolagen sehingga meninggkatkan gaya adhesi dan menyebabkan membran tersebut menjadi semakin kaku.


(58)

4.1.1. Uji Densitas

Hasil yang diperoleh dari pengukuran densitas berupa data massa dan volume membran dalam piknometer 5ml, kemudian data yang diperoleh dihitung densitasnya menggunakan persamaa (3-6). Hasil perhitungan uji densitas ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil uji densitas Sampel

Massa picnometer kosong (g)

Massa picnometer berisi sampel (g)

Densitas (g/ml)

I 10.95 15,84 0,97

II 10,95 15,85 0,98

III 10,95 15,96 1,002

Keterangan

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15%

Gambar 4.2. Grafik hubungan konsetrasi polivinil alkohol terhadap densitas y = 0,016x + 0,952

R² = 0,9552

0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,99 1 1,01 1,02

5 10 15

D

en

sitas

(g/

ml)


(59)

Dari gambar 4.2 dapat dilihat hubungan antara konsentrasi polivinil alkohol dan densitas, dimana semakin bertambahnya konsentrasi polivinil alkohol menyebabkan terjadinya peningkatan densitas. Hal ini dikarenakan polivinil alkohol memiliki densitas lebih tinggi dari pada kitosan dan kolagen, dimana densitas dari polivinil yaitu 1,2000-1,3030 g/ml, densitas kitosan yaitu 0,166-0,178 g/ml dan densitas dari kolagen yaitu 1,0439 g/ml. Selain itu poliovinil alkohol memiliki sifat daya lekat antar partikel yang kuat sehingga menyebabkan membran yang terbentuk memiliki kerapatan molekul yang semakin tinggi.

4.1.2. Uji Ketebalan Membran

Uji ketebalan dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan komposisi PVA pada membran. Uji ketebalan inidilakukan dengan menggunakan mikrometer sekrup dengan skala ketelitian 0,01 mm. pengukuran ini dilakukan dengan mengambil sampel membran kitosan-kolagen-PVA dari berbagai sisi berbeda, yaitu sisi atas, tengah, dan bawah. Nilai yang didapat dihitung rata-ratanya. Hasil perhitungan uji ketebala membran ditunjukan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil uji ketebalan membran

Sampel Atas Tengah Bawah

I 0,25 0,25 0,15

II 0,25 0,15 1,6

III 1,15 1,45 1,35

Keterangan

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15%

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dibuat grafik variasi kitosan-kolagen-PVA terhadap nilai ketebalan membran yang dapat dilihat pada gambar 4.3. Gambar


(60)

tersebut menunjukkan perbedaan nilai ketebalan membran seiring dengan penambahan variasi polivinil alkohol (PVA). Hal ini terjadi karena saat penambahan polivinil alkohol (PVA) semakin tinggi konsentrasinya menyebabkan larutan semakin pekat, sehingga ketebalan membran kitosan-kolagen-polivinil alkohol (PVA) pun ikut meningkat. Menurut Krisna (2011), ketebalan membran akan mempengaruhi karakteristik mekanik membran yang dihasilkan diantaranya sifat kuat tarik (tensile strength). Pada penambahan PVA yang terlalu tinggi akan menghasilkan membran dengan sifat yang kaku.

Gambar 4.3 Grafik hubungan konsentrasi PVA terhadap ketebalan rata-rata membran kitosan-kolagen-polivini alkohol

4.1.3 Uji Biodegradasi Membran

Hasil pengujian yang diperoleh berupa data berat awal membran dengan berat degradasi dari hari ke-1 hingga ke-7. Hasi uji biodegradasi ditunjukan pada tabel 4.3 dan Gambar 4.4. Tabel dan Gambar tersebut menunjukkan bahwa semua variasi membran dapat terbiodegradasi secara perlahan. Namun laju degradasi yang

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

5 10 15

K

e

te

b

a

la

n

(

m

m

)


(61)

sangat cepat terjadi pada tahap awal degradasi untuk semua variasi membran dikarenakan kitosan dan kolagen merupakan senyawa biopolimer yang memiliki laju biodegradasi yang lebih cepat dibandingkan dengan senyawa-senyawa sintetis (Indrani, 2012). Sehingga dapat diperkirakan pengurangan bobot membran yang drastis pada hari pertama disebabkan karena terdegradasinya komponen biopolimer.

Tabel 4.3 Hasil uji Biodegradasi membran Hari Pengamatan Sampel I

(g)

Sampel II (g)

Sampel III (g)

0 0,18 0,18 0,21

1 2 0,058 0,028 0,059 0,044 0,076 0,052 3 4 5 6 7 0,027 0,024 0,020 0,016 0,014 0,034 0,031 0,028 0,027 0.024 0,051 0,048 0,041 0,038 0,033 Keterangan

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15%


(62)

Hasil pengukuran diatas dapat ditunjukkan pada grafik dibawah ini.

Gambar 4.4 Grafik hubungan konsentrasi PVA terhadap persentase degradasinya

Selain itu, juga terdapat perbedaan laju degradasi pada setiap membran, yang mana laju degradasi menurun seiring bertambah konsentrasi PVA seperti yang ditunjukkan pada . Hal itu dikarenakan polivinil alkohol merupakan senyawa sintetis yang memiliki ketahanan degradasi yang lebih tinggi dibandingkan biopolimer. Sehingga semakin tinggi konsentrasi PVA menyebabkan penurunan laju degradasi.

Tabel 4.4 Hasil perbandingan degradasi membran setelah 7 hari

Sampel Degradasi Setelah 7 Hari (%/24 jam)

I 92,2%

II 86,6%

III 84,2%

Keterangan

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15%

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

0 1 2 3 4 5 6 7 8

M

as

sa

M

em

b

ran

(

g)

(Hari)

membran I membran II membran III


(63)

4.1.4 Uji Kadar Air Membran

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel. Data yang diperoleh persentase kadar airnya menggunakan Persamaan (3-1). Hasil perhitungan persentase degradasi ditunjukan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kadar Air Membran No. Sampel

(%)

a (g)

b (g)

c (g)

Kadar Air %

1 I 22,20 24,25 23,60 31,7

2 II 41,39 43,39 42,80 29,5

3 III 21,82 23,97 23,29 26,9

Keterangan :

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15% a : berat cawan kosong (g)

b : berat cawan berisi sampel sebelum dioven (g) c : berat cawan berisi sampel sesudah dioven (g)


(64)

Gambar 4.5 Grafik hubungan konsentrasi PVA terhadap persen kadar air membran

Dari hasil uji hasil kadar tersebut memiliki kelembaban yang dibutuhkan untuk memdukung regenerasi sel dalam penyebuhan luka. Sesuai yang dikatakan Teresia Mutia, 2009. Semua variasi membran memiliki kadar air yang dapat memberi suasana kelembaban pada luka. Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan pada luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka. Untuk itu dikembangkan suatu metode perawatan luka dengan cara mempertahankan isolasi lingkungan luka agar tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, yang dikenal dengan Moist Wound Healing (Tarigan, 2007).

4.1.5 Uji Daya Serap Air

Uji ketahanan terhadap air (swelling) dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi polivinil alkohol (PVA) pada membran yang terdiri dari kitosan-kolagen-PVA terhadap persen air yang diserap oleh membran. Hasil pengujian yang diperoleh berupa data berat sampel sebelum dan sesudah perendaman dalam akuades selama

24 25 26 27 28 29 30 31 32

5 10 15

R a ta -s a ta k a d a r a ir ( % )


(65)

24 jam. Data yang diperoleh dihitung nilai daya serapnya menggunakan persamaan (3-2). Hasil pengujian daya serap ditunjukkan Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Data pengukuran berat serapan air Sampel Berat kering (g) Berat basah (g) Daya serap (%)

I 0,20 1,30 550

II 0,06 0.29 383,3

III 0,12 0.22 83,3

Keterangan

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15%

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa menurunnya daya serap membran seiring dengan bertambahnya konsentrasi polivinil alkohol. Hal ini dikarenakan penambahan polivinil alkohol dapat mengakibatkan densitas membran semakin besar. Densitas yang besar menunjukkan pori-pori yang dimiliki oleh membran berukuran kecil sehingga daya absorpsinya menurun.

Gambar 4.6 Grafik hubungan konsentrasi polivinil alkohol terhadap daya serap membran 0 100 200 300 400 500 600

5 10 15

D a y a s e ra p a ir ( % )


(66)

Menurut Saarai (2011), nilai swelling yang dapat digunakan untuk aplikasi pembalut luka yaitu antara 200-500%. Sehingga dari hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa membran dengan konsentrasi PVA 5% dan 10% memiliki nilai swelling yang memenuhi syarat untuk aplikasi pembalut luka.

4.1.6. Uji Tarik Membran

Karakterisasi sifat mekanik perlu dilakukan untuk mengetahui kekuatan membran terhadap gaya yang berasal dari luar, yang dapat merusak membran. Data yang diperoleh dihitung nilai kekuatan tarik dan regangan menggunakan persamaan (3-3) dan (3-4). Hasil dari uji tarik dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.7

Tabel. 4.7. Data untuk mencari kekuatan tarik (N/mm2) dan reganggan (%) dengan L0 = 1100 mm

Sampel Load (kgf/mm2) Extention (mm-2

)

Kekuatan tarik (N/mm2)

Regangan (%)

I 0,02 40,086 0,196 3,64

II 0,30 55,353 1,44 5,03

III 0.51 65,802 5,292 6,89

Keterangan

L0 : panjang awal membran

Sampel I : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:5% Sampel II : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:10% Sampel III : membran Kitosan-Kolagen-PVA 3:3:15%


(67)

Gambar 4.7 Grafik perbandingan antara konsentrasi polivinil alkohol dengan kekuatan tarik membran.

Kekuatan tarik pada saat putus (tegangan) meningkat dengan bertambah tingginya konsentrasi membran ki-ko-PVA.Membran dengan konsentrasi polivinil alkohol memiliki kekuatan tarik yang besar yaitu berkisar antara 0,1 hingga 5,2 N/mm2. Hal tersebut dikarenakan strukturnya yang rapat menyebabkan jarak antara molekul dalam membran semakin rapat sehingga mempunyai kekuatan tarik yang besar.Ini menunjukkan bahwa hydrogel memiliki kekuatan mekanik yang cukup dan bersifat fleksibel sehingga apabila digunakan pada bagian persendian tubuh tidak mengalami putus saat tubuh melakukan aktifitas (Darwis, D., 2005).

Pada gambar 4.7 menunjukan nilai yang dihasilkan dari biofilm dengan variasi polivinil alkohol (PVA) memiliki elastisitas dari 3,64- 6,8% hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya (PVA) maka elastisitasnya semakin tinggi.

0 1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5 6 7 8

S

tr

e

ss

(

N

/m

m

2)

Strain (%) Membran I

Membran II


(1)

Perhitungan regangan dari uji kuat tarik membran untuk sampel II dan III dapat diolah dengan cara yang sama. Sehingga didapat hasil perhitungan seperti tabel di bawah ini:

Sampel Kekuatan tarik (N/mm2) Regangan (%)

I 0,196 3,64

II 1,44 5,03


(2)

Lampiran 7

7. Hasil Uji Pre-Klinis

Tabel 4.7 Hasil pengukuran diameter luka mencit putih jantan hari ke 1-36

Hari ke Diameter Luka (cm)

Kontrol (K0) Perlakuan 1 (P1) Perlakuan 2 (P2)

0 1,75 1,95 1,87

1 1,75 1,90 1,79

2 1,71 1,88 1,71

3 1,68 1,82 1,70

4 1,65 1,79 1,68

5 1,65 1,75 1,66

6 1,65 1,68 1,67

7 1,62 1,63 1,65

8 1,62 1,59 1,65

9 1,61 1,52 1,62

10 1,58 1,47 1,57

11 1,57 1,38 1,55

12 1,55 1,37 1,50

13 1,52 1,35 1,37

14 1,50 1,34 1,25

15 1,49 1,30 0,91

16 1,46 1,25 0,75

17 1,44 0,96 0,68

18 0,97 0,78 0,40

19 0,79 0,78 0,31

20 0,77 0,61 0,26

21 0,60 0,48 0,15

22 0,56 0,47 0

23 0,55 0,46

24 0,45 027

25 0,45 0,16

26 0,44 0

27 0,38

28 0,37

29 0,35

30 0,30

31 0,27

32 0,25

33 0,22

34 0,19

35 0,17

36 0


(3)

Perhitungan uji preklinis pada hari pertama Perlakuan KO

%Penyembuhan luka = �12−�22

�12 � 100%

= 1,752−1,752

1,752 � 100%

= 3,06−3,06

3,06 � 100%

= 0% Perlakuan P1

%Penyembuhan luka = �12−�22

�12 � 100%

= 1,952−1,902

1,952 � 100%

= 3,80−3,61

3,80 � 100%

= 0.19

3,80 � 100%

= 0,05 � 100% = 5 %

Perlakuan P2

%Penyembuhan luka = �12−�22

�12 � 100%

= 1,872−1,792

1,872 � 100%

= 3,49−3,20

3,49 � 100%

= 0.29

3,49 � 100%

= 0,08 � 100% = 8 %


(4)

Perhitungan uji preklinis pada hari selanjutnya dapat dilakukan dengan perhitungan yang sama pada setiap perlakuan. Sehingga didapat hasil perhitungan seperti tabel di bawah ini:

Hari ke Persentase Luka (%)

Kontrol (K0) Perlakuan 1 (P1) Perlakuan 2 (P2)

1 0 5 8,30

2 4,5 7 16,5

3 7 12,8 17,1

4 9,8 15,7 19,1

5 11 19,4 21

6 12 25,7 21

7 13 30 22

8 13 33,6 22

9 15 39 24

10 18 43 29

11 19 50 31

12 21 50,7 35

13 24 52 46

14 26 52,8 55

15 27 55,5 79

16 30 58 83

17 32 75 86

18 35,9 84 95

19 38 84 97

20 40 87 98

21 49 93 99

22 52 94 100

23 56,8 94,4 -

24 67 97 -

25 78 99 -

26 82 100 -

27 86 - -

28 89,8 - -

29 90,1 - -

30 93,4

31 95

32 97

34 98

35 99


(5)

Lampiran 8. Hasil pengamatan penyembuhan luka pada mencit

Pengamatan hari ke-

Perlakuan

K0 P1 P2

1

5

10

15

20


(6)