sehingga terjadi proses klarifikasi niai-moral-norma, ajuan nilai-moral- norma moral judgement atau penalaran nilai-moral-norma moral
reasoning dan atau pengendalian nilai-moral-norma moral control. Sebelum kita terlalu jauh memahami tentang pendidikan nilai
sebaiknya kita
bedakan terlebih
dahulu antara
pendidikan, pengajaran,dan pelatihan. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka
mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan
perubahan dalam dirinya yang memungkikan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan pengajaran bertugas mengarahkan
proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana mestinya. Dan sedangkan tujuan dari pelatihan merupakan standard
kualifikasi bagi pencapaian kemampuan atau kompetensi dari suatu proses pelatihan dan belajar mengajar, memuat kemampuan spesifik,
hasil, dan pemenuhan kopetensi yang diharapkan, dan menggunakan kata kerja operasional yang jelas dengan cirri-ciri sebagai berikut : dapat
diamati, dapat diukur, dapat dilakukan dan ada batasan waktu.
b. Tujuan Pendidikan Nilai
Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati dan mengamalkan nilai sesuai dengan keyakinan agamanya, konsesus
masyarakatnya dan nilai moral universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya. Hill, 1991: hal 80.
Mulyana 2004: hal 119 menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan
nilai-nilai secara integral dalam kehidupan mereka.
c. Pendekatan dan Model Pendidikan Nilai
Dalam pendidikan nilai terdapat beberapa pendekatan dan model. Djahiri 1992 mengemukakan delapan pendekatan dalam pendidikan
nilai atau budi pekerti, yaitu: a Evocation; yaitu pendekatan agar peserta didik diberi
kesempatan dan
keleluasaan untuk
secara bebas
mengekspresikan respon afektifnya terhadap stimulus yang diterimanya.
b Inculcation; yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap.
c Moral Reasoning; yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu
masalah. d Value clarification; yaitu pendekatan melalui stimulus terarah
agar siswa diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.
e Value Analysis; yaitu pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral.
f Moral Awareness; yaitu pendekatan agar siswa menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu.
g Commitment Approach; yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses
pendidikan nilai. h Union Approach; yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan
untuk melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan. Sementara itu, Hers 1980 mengemukakan empat model
pendidikan nilai, yaitu teknik pengungkapan nilai, analisis nilai, pengembangan kognitif moral, dan tindakan sosial. Keempat model
tersebut dapat dijelaskan berikut. Pertama; teknik pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan moral dalam pengertian
promoting self-awareness and self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik
tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilaimenguji nilai yang
mereka miliki untuk mencapai perasaan diri.
Kedua, model analisis nilai, yaitu model yang membantu peserta
didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberi
makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang kompleks. Ketiga, pengembangan kognitif moral, yaitu model yang
membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dan
pertimbangan moral. Keempat, tindakan sosial, yaitu model yang bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti,
dan memecahkan masalah sosial. Sedangkan
menurut Wibisono
2000 langkah-langkah
implementasi pendidikan nilai dapat dikembangkan dalam proses belajar mengajar yang berwawasan berikut ini. 1 Spiritual untuk meletakkan
nilai-nilai etik dan moral serta religiusitas sebagai dasar dan arah pengembangan sains. Character based approach perlu diterapkan dalam
setiap mata kuliah untuk mengembangkan sikap “saling menyapa”antara sains dan moral. 2 Akademis untuk menunjukkan kaidah-kaidah
normatif yang harus dipatuhi dalam menggali dan mengembangkan ilmu yang oleh Merton kaidah-kaidah itu disebut sebagai universalisme,
komunalisme, disinterestedness, dan skeptisisme yang terarah. 3. Mondial untuk menyadarkan bahwa siapapun pada masa depan harus
siap untuk menghadapi dialektikanya perubahan yang berlangsung secara cepat dan mendasar, dan secara cepat dan tepat sanggup mengadaptasi
diri dengan perobahan itu, untuk kemudian sanggup mencari jalan keluarnya sendiri dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Untuk kepentingan proses belajar-mengajar seperti dimaksud di atas, model indoktriner dirasa tidak sesuai lagi. Metode pendidikan lebih
menekankan pada pembelajaran learning, bukan pengajaran teaching dan berlangsung dalam suasana demokratis, tidak ada pemaksaan,
diberikan kesempatan untuk berpikir kritis dan bebas untuk menanggapi. Guru sebagai fasilitator serta motivator peserta didik.
d. Metode pelaksanaan pendidikan nilai