Penyajian Data HASIL DAN PEMBAHASAN

56

4.2. Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap gambar karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010 disajkan hasil pengamatan terhadap gambar karikatur tersebut. Dalam tampilan gambar karikatur tersebut terdapat pesan verbal. Pesan verbalnya adalah seorang pria yang tampak kebingungan dan pusing sambil membawa senter di siang hari, dan disamping itu terdapat seorang anak yang membawa koran, sambil berkata pada pria tersebut “Siang hari kok bawa senter” Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada gambar karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010 akan disajkan hasil pengamatan dari gambar karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010.

1. Ikon

Ikon adalah suatu hubungan antara tanda dan obyek yang bersifat kemiripan. Gambar seorang pria dan seorang anak yang menjadi model pada karikatur ini merupakan ikon dari “Seorang pria yang membawa senter dan “Seorang anak yang membaca koran”, dimana tanda ikon ini mempunyai kemiripanciri yang serupa sekaligus sebagai representasi perwakilan langsung sebagai model dalam karikatur tersebut. Ikon pada gambar karikatur Oom Pasikom pada Harian Kompas edisi 9 Januari 2010 adalah seorang pria yang membawa senter dan seorang anak yang membaca koran. 57 Dalam gambar karikatur tersebut, Ikon “Seorang pria yang sedang membawa senter” tergambar mengenakan setelan jas lengkap dengan dasi, hal tersebut menggambarkan bahwa seorang pria tersebut dimaknai sebagai sosok pejabat pemerintah yang tentunya terkait sebagai pelaku utama pada permasalahan di negara ini yang belum tuntas sepenuhnya. Pria tersebut digambarkan mengenakan topi baret yang bermotif silang-silang, hal tersebut dimaknai sebagai perasaan yang dirasakan pejabat pemerintah akan permasalahan yang dialami negara ini yang belum sepenuhnya terselesaikan. Selain itu digambarkan dalam karikatur, bahwa seorang pria yang dimaknai sebagai pejabat pemerintah sedang memegangi kepalanya, hal tersebut dimaknai bahwa pejabat pemerintah tersebut pusing dan bingung akan permasalahan-permasalahan yang terjadi di negara ini yang belum sepenuhnya terselesaikan, antara lain permasalahan bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Mengapa ia pusing dan bingung akan hal tersebut, karena sebenarnya pejabat pemerintah sudah mengetahui akan duduk permasalahan dari tiap masalah tersebut, tetapi tiap masalah tersebut tidak kunjung menemui solusi yang diharapkan masyarakat karena perilaku-perilaku para pejabat pemerintah yang tidak sadar untuk segera menyelesaikannya. Selanjutnya dalam karikatur tersebut juga digambarkan seorang pria yang dimaknai sebagai pejabat pemerintah itu memelototkan matanya dan mulutnya menganga, hal itu dimaknai bahwa pejabat pemerintah sendiri merasa keheranan akan situasi ini, padahal jelas-jelas sebenarnya ia mengetahui pasti 58 akan sumber permasalahan dan bagaimana penyelesaian masalah itu dengan tepat, tetapi yang terjadi malah sebaliknya, permasalahan itu semakin berlarut- larut, tidak diketahui ujungnya, yang semestinya pejabat pemerintah di era kepemimpinan SBY-Boediono ini bisa segera menuntaskannya dengan tegas mencari sumber-sumber permasalahan, bersama-sama pejabat pemerintah terkait untuk mencari jalan keluar yang tepat. Lalu pria dalam karikatur yang dimaknai sebagai sosok pejabat pemerintah itu digambarkan sedang memegang senter untuk menerangi sesuatu, mengapa ia memegang senter dan menerangi apa maksud dari pejabat pemerintah itu, dimana pejabat pemerintah itu memegangi senter dan menerangi sesuatu dimaknai bahwa pejabat pemerintah tersebut ingin mengetahui lebih jelas tentang permasalahan- permasalahan yang ditanganinya, padahal sudah jelas-jelas sebagai pejabat pemerintah ia tentunya bisa dengan cepat dan tepat mengetahui apa-apa saja yang terjadi, baik semua sumber masalah, latar belakang masalah itu, sampai kepada solusi yang sebenarnya harus segera ditangani oleh pejabat pemerintah tersebut. Maka, tanpa diperjelas yang dalam hal ini digambarkan dengan senter, pejabat pemerintah sudah harus tanggap untuk membawa segera permasalahan ini pada solusi yang cepat dan tepat. Ikon selanjutnya adalah “Seorang anak yang sedang membaca koran”. Dalam gambar karikatur ini, seorang anak tersebut dimaknai sebagai rakyat biasa yang ikut mengawasi, melihat dan memiliki harapan yang besar terhadap kinerja pejabat pemerintah. 59 Seorang anak yang dimaknai sebagai rakyat biasa ini, digambarkan sedang mengurutkan matanya dan mulutnya terlihat sedang nyengir. Rakyat biasa yang sedang mengurutkan mata dan nyengir tersebut dimaknai bahwa rakyat pun lebih merasa heran terhadap kinerja pejabat pemerintah. Setiap rakyat pastilah menaruh harapan yang tinggi terhadap para pejabat pemerintah pada kepemimpinan SBY-Boediono saat ini, namun dari permasalahan antara lain bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya itu terlihat jelas bagaimana pejsabat pemerintah menyikapinya, setiap rakyat mengetahui dengan jelas bagaimana permasalahan-permasalahan itu muncul, siapa pelaku-pelaku dari permasalahan itu, dan bagaimana rakyat memiliki harapan dari permasalahan- permasalahan itu. Rakyat merasa makin kecewa dan heran terhadap ulah para pejabat pemerintah yang tidak segera merampungkan masalah-masalah itu, dimana terlihat pejabat pemerintah semakin sibuk mengurusi urusan- urusannya sendiri-sendiri demi kepentingannya dan kemungkinan besar juga untuk kepentingan golongannya. Sebenarnya masalah-masalah tersebut jelas- jelas sudah diketahui pemerintah, namun pemerintah seakan-akan mengulur- ulur waktu, bahkan seperti menenggelamkan setiap masalah itu tanpa adanya kebenaran yang pasti ditunggu kepastiaannya oleh setiap rakyat negara ini. Selain itu seorang anak yang dimaknai sebagai sosok rakyat biasa ini digambarkan sedang membaca koran, yang dalam hal ini dimaknai bahwa rakyat saat ini sudah tidak bisa dibodohi dengan ulah para pejabat pemerintah, saat ini rakyat dengan sendirinya dapat mengawasi, melihat, dan mengikuti 60 jalannya pemerintahan. Sehingga pejabat pemerintah yang melakukan pelanggaran-pelanggaran dengan mudah dapat diketahui rakyatnya, yang salah satunya dengan media koran. Koran yang salah satu fungsinya sebagai media untuk kontrol sosial, dimana dengan koran ini semua lapisan masyarakat dapat mengetahui secara rutin apa-apa saja yang terjadi dalam pemerintahan ini. Rakyat selalu berharap bahwa pejabat pemerintah melakukan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya, tidak seperti dalam era kepemimpinan saat ini yang setiap permasalahan yang padahal sudah jelas sumber masalah dan pelakunya, tetapi pejabat pemerintah seakan masih tidak jelas dan tidak pasti arah dalam penyelesaian yang seharusnya cepat dan tepat. Pemaknaan keseluruhan dari Ikon ini, yaitu seorang pria yang diamknai sebagai sosok pejabat pemerintah yang digambarkan sedang memegang senter yang sedang menyinri sesuatu, dan ikon seorang anak yang dalam karikatur ini dimaknai sebagai rakyat biasa, dimana makna keseluruhan dari kedua ikon ini adalah betapa pejabat pemerintah yang seakan-akan masih bingung dan heran akan masalah-masalah yang menimpa negara ini, yaitu antara lain bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya, padahal sudah jelas-jelas para pejabat pemerintah mengetahui dengan pasti sumber permasalahan, pelaku dari masalah-masalah itu, tetapi arah dan tujuan dari penyelesaian permasalahan-permasalahan ini belum jelas diambil para pejabat pemerintah. Sedangkan setiap rakyat pastilah berharap penuh pada kinerja pemerintah, yang malah semakin hari kenyataannya semakin mengecewakan, bagaimana tidak dikatakan 61 mengecewakan, karena masalah-masalah tersebut dibiarkan semakin tidak jelas arahnya, penyelesaian yang dibiarkan berlarut-larut, bahkan semakin dirasakan hilang karena ulah pejabat pemerintah yang tidak bisa mengambil keputusan terhadap penyelesaian masalah-masalah tersebut dengan cepat dan tepat.

2. Indeks

Indeks merupakan tanda yang hadir secara asosiatif akibat adanya suatu hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal hubungan sebab akibat, atau tanda yang secara alamiah mengacu pada kenyataan atau tanda sebagai bukti, dalam karikatur ini ditunjukkan dengan adanya tulisan “UBI EST VERITAS”, gambar “Arah Mata Angin”, gambar “Tanda Tanya”, “BANK CENTURY”, “MAKELAR KASUS”, “CICAK VS BUAYA”, “GURITA CIKEAS”, “MAFIA HUKUM”, teks “SIANG HARI KOK BAWA SENTER?”, dan teks “DIMANA KAU, KEBENARAN? SOCRATES”. Tulisan yang terdapat di dalam koran yang dibawa oleh seorang anak, tulisan yang merupakan kata-kata yang diucapkan seorang pria, serta teks yang terdapat di bagian pojok karikatur, dan kesemuanya tersebut ditulis dalam huruf besarhuruf balok. Penulisan huruf balok yang digunakan merupakan gaya penulisan yang bertujuan untuk memperjelas tulisan agar semua pembaca mudah mengerti dan mudah dibaca, memperjelas tulisan yang ada, dan mempertegas arti dari tulisan tersebut. Selain itu penulisan dalam 62 karikatur tersebut ingin memberikan suatu Penekanan kepada bangsa Indonesia, yang perlu menjadi pusat perhatian khususnya pemerintah. Penulisan huruf ini merupakan sebuah gaya penulisan yang kurang formal tapi mempunyai kesan yang lebih hangat dan bersahabat, sehingga biasanya sangat cocok digunakan untuk tampilan di media karena memang pada tulisan tipe ini sangat mudah dibaca dengan tulisan yang tajam. Indeks “UBI EST VERITAS” memiliki pengertian “dimana kau kebenaran?”, hal tersebut dimaknai sebagai bentuk ungkapan dari seorang pria dalam ikon yang dimaknai sebagai sosok pejabat pemerintah, bahwa pejabat pemerintah sesungguhnya mengetahui dengan jelas, sesungguhnya tanpa bertanya dengan ungkapan seperti itupun, pejabat pemerintah sudah mengetahui dan mengerti dengan jelas permasalahan-permasalahan yang menimpa negara ini antara lain yaitu bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya, tetapi pemerintah seakan masih bingung, padahal baik sumber, latar belakang, dan pelaku dari permasalahan tersebut sudah jelas diketahui, tidak hanya oleh pejabat pemerintah, tetapi juga oleh semua rakyat Indonesia. Indeks ini ditulis menggunakan metode Tipografi dengan jenis “Huruf Romein”, dimana garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal-tipis dan mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang hurufnya, yang bertujuan untuk mempertegas tulisan dan makna dari tulisan ini. Ikon selanjutnya yaitu “Gambar Arah Mata Angin” dan “Gambar Tanda Tanya” yang tergambar berdampingan dengan teks “UBI EST 63 VERITAS?” tersebut dimaknai sebagai sikap pejabat pemerintah pada era kepemimpinan SBY-Boediono ini yang tidak menentu arah tujuannya terhadap masalah-masalah ini, yang oleh pejabat pemerintah akan dibawa dan berujung kemana, apakah pada penyelesaian yang cepat dan tepat atau malah sebaliknya, yang hingga detik inipun masalah-masalah itu tidak berujung pada penyelesaian yang tepat. Ketegasan dan keputusan pemimpin Negara ini tidak nyata-nyata dilakukan, sehingga masalah-masalah ini semakin tidak jelas kebenaran yang sesungguhnya, yang tentunya dinanti setiap rakyat Indonesia Kemudian pada Indeks selanjutnya digambarkan teks yang terdapat dalam koran yang merupakan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Antara lain Indeks “BANK CENTURY” yang merupakan masalah yang bisa dikatakan belum terungkap kebenarannya. Hal tersebut dimaknai sebagai permasalahan penting yaitu lemahnya dan rawannya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan LPS telah mengucurkan dana sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank Indonesia. Padahal, dana yang disetujui DPR hanya sebesar Rp1,3 triliun. Misteri itulah yang ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap bank. Tidak hanya KPK, DPR pun meminta BPK mengaudit proses bailout tersebut. Itu karena sebelumnya DPR pada 18 Desember 2008 telah menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan JPSK sebagai payung hukum dari penyelamatan bank milik 64 pengusaha Robert Tantular itu. Argumentasi yang muncul dari pihak berwenang sejauh ini adalah bahwa proses penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam UU LPS dan perintah dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Bahwa pembiayaan yang dikeluarkan LPS untuk menyelamatkan Bank Century berasal dari kekayaan LPS, bukan uang negara. Saat likuidasi Bank Century, terdapat 23 bank yang masuk pengawasan BI. Dan pengambilalihan itu bertujuan memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat untuk mencegah rush yang bila dibiarkan, akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional. Jelas ada perbedaan pandangan antara pemerintah eksekutif dan DPR legislatif. Saat DPR akhirnya menyimpulkan ada kesalahan dalam kasus bank itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru bersikap sebaliknya. Kebijakan menalangi bank itu dinilai sebagai tindakan penyelamatan sektor perekonomian yang guncang saat itu. Ini bukan soal rivalitas antardua lembaga tinggi negara. Bukan pula dilihat sebagai kekalahan pemerintah the ruling party yang mengantongi mandat rakyat lebih dari 60 persen suara. Tak seharusnya pula partai oposisi menepuk dada. Hanya, karena perbedaan itu, penyelesaian kasus Bank Century justru kian berliku selepas pentas Panitia Khusus Pansus DPR yang dramatik. Dua pilihan penyelesaian, yaitu jalur hukum atau jalur politik, ternyata tak semudah bayangan orang. Sebetulnya pentas skandal Bank Century di DPR positif karena memperlihatkan praktik demokrasi yang dinamis, bahkan emosional, sehingga dengan logikanya sendiri publik pun bisa mengukur 65 ”kebenaran” atau ”kekeliruan” kasus itu. Logika publik tidak bisa lagi dipengaruhi opini segelintir elite politik. Namun, runyamnya demokrasi yang kita pertontonkan ini agaknya tak ingin benar-benar ditelanjangi. Berbeda dengan agenda politik angket Century yang sangat gaduh karena melibatkan kepentingan pragmatis jangka pendek berbagai kekuatan politik, agenda ekonomi angket Century seolah terpinggirkan dan tidak mendapat perhatian yang memadai. Padahal tuntasnya agenda ekonomi yang umumnya bersifat sistemik inilah yang akan menjamin bahwa skandal serupa tidak akan terulang lagi di masa depan. Terdapat beberapa pelajaran penting dari skandal Bank Century. Pertama, lemahnya dan rawannya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. Skandal Bank Century telah dimulai bahkan sejak bank ini belum berdiri, yaitu sejak 2000-an, ketika Bank CIC, yang kemudian bertransformasi menjadi Bank Century, mendapatkan berbagai kelonggaran secara signifikan dan massif hingga 2008. BI sebenarnya telah banyak belajar dari krisis 1997, yang telah meluluhlantakkan sistem perbankan nasional dan memicu gelombang bailout massal. Namun skandal Century menjadi saksi bahwa pengawasan perbankan pascakrisis 1997 masih menyimpan kelemahan mendasar dan akan terus rawan penyelewengan selama tidak terdapat mekanisme checks and balances yang memadai. Independensi BI berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, yang semula ditujukan buat meningkatkan kredibilitas BI dan mencegah terulangnya krisis, kini justru telah memicu krisis lainnya. Bank Century sejak awal hanya dapat bertahan dan sekian lama melakukan kejahatan perbankan 66 hanya karena mendapat keistimewaan dari otoritas pengawas. Lemahnya pengawasan perbankan oleh BI tampak lebih disebabkan oleh kelemahan pejabatnya dibanding kelemahan sistemnya. Reformasi terpenting ke depan adalah reformasi dalam bidang pengawasan perbankan. Pilihan kebijakan yang tersedia adalah mempertahankan fungsi pengawasan perbankan di BI, namun dengan upaya perbaikan yang signifikan atau memisahkan kewenangan pengawasan perbankan dari BI, yaitu dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan OJK. Reformasi lain yang dibutuhkan adalah reformasi untuk pemberantasan kejahatan perbankan dan keuangan yang lebih efektif. Sedangkan dalam kaitan dengan pencegahan dan penanganan krisis, dibutuhkan harmonisasi antara RUU JPSK, UU LPS, dan UU BI. Selain membutuhkan kecepatan, pencegahan, dan penanganan krisis, membutuhkan validitas dan presisi baik dari sisi hukum maupun ekonomi Masalah hukum muncul, apakah kebijakan yang diambil tepat dilakukan dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Isu hukum pertama ini memunculkan isu hukum kedua yang didasarkan kecurigaan publik. Permintaan ini memunculkan isu hukum ketiga, yaitu permintaan Kepala PPATK untuk mendapatkan landasan hukum bagi dibukanya aliran dana kepada lembaga bukan institusi penegak hukum. Dalam konteks kecurigaan atas aliran dana talangan, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Bendera mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran dana bailout BC. Pihak-pihak yang disebut Bendera merasa dicemarkan nama baiknya sehingga memunculkan isu hukum keempat.Selanjutnya, BC 67 memunculkan isu hukum kelima, berupa sangkaan dan dakwaan tindak pidana yang dilakukan manajemen dan pemegang saham lama. Isu hukum keenam adalah diperdayanya nasabah BC oleh manajemen lama untuk membeli produk Antaboga. Ketujuh, BC memunculkan masalah hukum terkait pencairan dana yang dimiliki Budi Sampoerna BS. Terakhir, penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK atas pengacara BS. Penyadapan ini melibatkan Kepala Bareskrim Mabes Polri saat itu. Penyelesaian melihat berbagai masalah hukum yang muncul dari BC, banyak pihak cenderung melakukan generalisasi. Akibatnya terjadi pencampuradukan isu, menambah kesimpangsiuran, dan mempersulit penyelesaian berbagai kasus hukum BC. Padahal, setiap isu hukum BC memiliki pendekatan berbeda dalam penyelesaian secara hukum dan forum. Sanksi hukum pun bisa berbeda-beda, mulai dari administratif, ketatanegaraan, pidana, atau perdata. Jika mayarakat dapat melihat luas keluar, tentunya permasalahan bangsa ini bukan hanya terletak pada masalah Century saja, masih banyak permasalahan rakyat yang harus tetap diperhatikan. Tenaga parpol pun sudah tekuras habis untuk membahas masalah Century ini, sehingga tak jarang kepentingan politik lebih menarik dibanding masalah rakyat yang sangat mendesak dan semakin memprihatinkan. Rakyat pun hanya berharap sederhana, yaitu hanya demi sandang, pangan, papan yang tercukupi, kesejahteraan, pelayanan kesehatan, pendidikan, lingkungan yang aman, dan banyak lagi harapan sederhana dari rakyat yang harus diperhatikan. 68 Memperhatikan harapan rakyat yang sederhana tersebut, tentunya sangat berbanding terbalik dengan kondisi yang dirasakan saat ini. Kondisi ini terlihat dengan makin memanasnya situasi elite poltik didalam gedung DPR dan diperparah dengan aksi demostrasi massa di depan gedung DPR yang diikuti dengan aksi anarkis dari para demonstran. Aksi ini yang akan semakin menjauhkan harapan sederhana masyarakat yang masih menginkan ketentraman dan lingkungan yang aman dan hal - hal lainnya diluar urusan politik. Sesuatu yang cukup ironi memang, bila melihat sikap wakil rakyat dan demonstran yang semakin panas dan anarkis, yang tetap mengusung nama golongan dan kepentingan politik di atas nama rakyat, sedangkan rakyat sendiri pun tidak mengerti politik apa yang sedang mereka perjuangkan. Politik bukan hal baru bagi rakyat, dan juga bukanlah hal yang menarik untuk selalu dinomor satukan. Sejatinya, rakyat hanya memiliki harapan sederhana terhadap pemerintahan yang akan mewujudkan harapannya itu. Rakyat bukannya acuh dan apolitis terhadap perkembangan politik, tapi rakyat sudah semakin jenuh dengan sikap politik yang saling menjatuhkan dan bukannya saling mendukung dan membangun agar pemerintahan berjalan dengan baik dan efektif terlepas dari permasalahan yang timbul. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. 69 Indeks “MAKELAR KASUS” sebagai Indeks selanjutnya dalam gambar karikatur tersebut merupakan istilah yang biasa disingkat dengan MARKUS, tiba-tiba menjadi sangat popular masuk dalam pori-pori darah para penegak hukum demikian efektif. Indeks Makelar Kasus dalam karikatur ini dimakanai sebagai mimpi yang menentukan arah kebijaksanaan para penegak hukum. Teks Makelar Kasus tersebut dimaknai sebagai permasalahan penting lainnya yang juga belum terselesaikan secara tuntas oleh pejabat pemerintah. Mula-mula ada isu tentang pengemplangan pajak yang diduga dilakukann oleh grup perusahaan yang dimiliki oleh Ketua Umum Golkar sebesar 2 trilyun rupiah, katanya. Kemudian, mendadak ada isu tentang LC fiktif yang dibuka pada tahun 2008 oleh perusahaan milik seorang politisi PKS sebesar 22,5 juta US dollar atau sekitar 200 milyar rupiah. Terakhir, adalah tentang uang suap yang diterima oleh 19 orang anggota DPR dari fraksi PDI-P berkenaan dengan pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur BI. Isu ini sebenarnya sudah lama diendapkan, namun, tampaknya seolah-olah ada yang melakukan “blow-up” akhir-akhir ini. Merebaknya ketiga isu besar ini, membuat orang menduga-duga bahwa pemerintah telah dengan sengaja memunculkannya sebagai “bargaining” terhadap ketiga partai poitik tersebut sehubungan dengan babak akhir dari drama Bank Century ini. Proses tawar-menawar pun mungkin saja terjadi seperti yang pernah diungkapkan oleh salah seorang “inner circle” Presiden. Jika demikain halnya, bukankah itu berarti bahwa pemerintah telah menjadi makelar atas kasusnya sendiri ? Apalagi, seandainya ternyata kemudian, drama ini berakhir dengan happy-ending bagi pemerintah. 70 Praktik jaringan mafia kasus bekerja secara sistematis dan terorganisasi. Praktik ini melibatkan oknum-oknum “nakal” di institusi penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga peradilan. Untuk menghubungkan semua link lembaga penegak hukum ini, biasanya pihak di luar institusi dilibatkan. Modus yang biasanya dijalankan yaitu Lobi di pengadilan. Kasus yang sudah sampai pada tahap persidangan pun masih bisa dilobi. Salah seorang pengacara, Luthfie Hakim, menuturkan bahwa biasanya tawaran datang dari orang luar atau dalam pengadilan. Menurut Luthfie, orang dalam pengadilan biasanya panitera. Ia menceritakan pengalaman menangani perkara kelas kakap yang melibatkan adik seorang konglomerat sebagai salah satu tersangkanya, kemudian Memilih majelis hakim, Riset Indonesia Corruption Watch tahun 2001 pada institusi penegak hukum di beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan adanya praktik memilih hakim yang akan menangani kasus dengan menghubungi pimpinan pengadilan. “Ada kalanya pengacara langsung menghubungi ketua PN atau PT. Hakim-hakim yang dipilih biasanya yang berasal dari suku yang sama dengan harapan perkaranya akan ditangani secara kekeluargaan. Tetapi kebanyakan hal ini dilakukan melalui panitera. Pengacara menghubungi panitera agar dihubungkan ke ketua PN untuk melakukan negosiasi penentuan majelis hakim yang akan menangani perkara kliennya. Secara aktif, pengacara mewakili kliennya melakukan modus ini. Tapi ada juga beberapa pengacara yang tidak mau melakukan negosiasi ini sehingga kliennya-lah yang aktif melakukan negosiasi dengan panitera,” 71 demikian dalam laporan riset ICW. Hakim dipilih agar majelis hakim yang menangani perkara dapat diarahkan sesuai dengan keinginan pihak-pihak yang berkolusi. Pemerasan dan suap. Modus lain yang diungkap dalam riset ICW adalah seorang hakim dapat menghubungi pengacara atau pihak yang beperkara dalam kasus yang ditanganinya. Biasanya berdasarkan modus yang digunakan, utusan tersebut akan menyampaikan bahwa putusan sudah disiapkan, tetapi masih terdapat kelemahan atas bukti yang diajukan. Tawaran “bantuan” memperkuat bukti tentunya tidak gratis. Jika pengacara tidak ingin turut menyuap hakim, maka dia menyerahkan masalah suap-menyuap itu kepada kliennya. Pengacara akan menghubungi hakim yang meminta uang bahwa kliennyalah yang akan menghubungi hakim tersebut. Klien seperti itu memang sejak awal sengaja datang kepada pengacara tertentu yang mau bekerja sama untuk memenangkan perkaranya dengan segala cara, termasuk menyuap hakim, kemudian Cash and carry. Seorang pengacara mengakui bahwa tak sedikit rekan seprofesinya yang menjadi bagian dari praktik “haram” itu. Ia menyebutnya sebagai pengacara “SP3”. Biasanya pengacara “aliran” ini piawai melakukan lobi agar kasus kliennya tak dilanjutkan. “Ciri- cirinya, pengacara terkenal, kaya raya, tapi enggak pernah keliatan kerja di pengadilan. Dia kerjanya di belakang layar. Ya seperti itulah,” katanya. “Eksekusi” dari lobi dengan oknum mafia kasus biasanya diselesaikan dengan cash and carry dan tak jarang diselesaikan oleh sang pengacara. Pembagian “kue” tak akan dilakukan dengan sistem transfer antarbank. Uang biasanya diserahkan langsung. Selain untuk menghindari pajak penghasilan, hal ini 72 tentunya juga untuk menghindari catatan transaksi keuangan yang bersangkutan. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Indeks “CICAK VS BUAYA” sebagai Indeks selanjutnya dalam karikatur ini dimaknai sebagai terobosan hukum untuk membenahi peradilan di Indonesia. Tapi, pemerintah dan kepolisian kembali mempertanyakan relevansi pemutaran rekaman pembicaraan telepon di persidangan. Kisruh antara Kejaksaan Agung Kejagung-Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK masih berlarut-larut. Dari awal sekadar melaksanakan upaya hukum kemudian menjurus ke perseteruan antarlembaga negara, sehingga disimbolkan menjadi pertikaian antara “buaya” Kejagung-Polri dan “cicak” KPK. Kelemahan KPK sesungguhnya tidak hanya terletak pada kasus mantan dan pimpinan nonaktifnya: Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto, dan Chandra M Hamzah. Tetapi, juga terletak pada Undang-Undang UU KPK itu sendiri. Terbukti UU KPK itu termasuk UU yang paling banyak diujimateriilkan di Mahkamah Konstitusi MK. Dalam hal penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pun, saya lihat KPK memiliki cukup banyak kelemahan. Hal itu antara lain disebabkan sebagian besar penyelidik, penyidik, dan penuntut KPK datang dari Kejaksaan Agung dan kepolisian. Seharusnya KPK merekrut penyelidik,penyidik, dan penuntut sendiri yang betul-betul jauh dari kontaminasi kolusi, korupsi, dan nepotisme KKN. 73 Kelemahan KPK juga terdapat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor. Termasuk dalam hal susunan hakim karier dan nonkarier di Pengadilan Tipikor. Bahkan boleh dibilang, permasalahan KPK ini sudah sangat akumulatif. Kasus Bibit-Chandra ini dapat dikatakan sebagai titik kulminasi saja. www.suarakarya-online.comnews.html?id=239368. Presiden dan lembaga negara lainnya harus memberikan dukungan politik kepada KPK untuk melakukan pembersihan kedua lembaga itu. Terutama karena sesungguhnya mandat KPK adalah menangani kasus korupsi yang melibatkan penegak hukum dan melakukan supervisi terhadap jaksa dan polisi dalam penegakan hukum kasus korupsi. Karena itu, KPK harus segera mengusut dan menuntaskan kasus skandal tersebut, yang merupakan awal dari sengketa “cicak” vs “buaya”. Karena itu, KPK secara sistematis dihambat untuk melakukan penegakan hukum dalam dugaan korupsi yang melibatkan elite politik dan ekonomi. Padahal, untuk mengembalikan kepercayaan publik, kasus Century harus segera dituntaskan. Hasil tim pencari fokus bukan hanya sekedar rekomendasi, ada empat tindakan yang bisa dilakukan. Diantaranya, tindakan birokratis dengan memecat, tindak lanjut politik tata hubungan antar lembaga dan memperbaiki nama baik KPK, tindakan hukum diproses melalui jalur hukum dan tindak lanjut publik yang akan menilai siapa yang bersalah. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk 74 lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Selanjutnya Indeks “GURITA CIKEAS” dalam karikatur merupakan istilah yang berawal dari kemunculan buku Membongkar Gurita Cikeas. Hal tersebut dimaknai sebagai perlawanan ketidakdemokratisan pemerintah terhadap kebebasan berpendapat dan kritik. Karena buku itu sudah dicetak, tidak mungkin di-counter. Jangan diteror atau segala macam karena itu bentuk ketidakdemokratisan, ungkap Syafii, Selasa 29122009 di Gedung KPK, Jakarta. Menurutnya, tindakan ideal untuk melakukan counter perlawanan terhadap buku tersebut adalah dengan membuat buku tandingan yang membantah tudingan tersebut. Ya harus di-counter dengan buku juga dong, ucapnya. Ia menilai, terhadap isi buku Membongkar Gurita Cikeas, para pembacalah yang akhirnya memberikan penilaian terhadap tudingan-tudingan tersebut. Segala konsekuensi logis terhadap keabsahan fakta-fakta tersebut, menurutnya, akan diterima oleh si penulis itu sendiri. Perkara apakah itu membongkar atau tidak tentang yayasan-yayasan SBY itu kan urusan penulis. Penulis yang dapat konsekuensinya, jadi pemerintah tidak usah panik, pungkasnya. Buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Century karangan George Junus Aditjondro menuai kontroversi. Meski demikian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum berniat melaporkan penulis buku tersebut ke kepolisian. 75 Pansus Century DPR akan menjadikan buku Membongkar Gurita Cikeas sebagai referensi dalam mengungkap skandal Bank Century. “Buku itu Jadi bahan referensi,” tandas musuh Sri Mulyani ini. Pengurus Kadin Pusat dan politisi Golkar ini mengaku, dirinya telah mendapatkan 40 eksemplar buku tersebut yang akan dibagikan pada semua anggota Pansus. Buku itu didapatnya dari koleganya di Yogya pada Jumat 25 Desember. “Walaupun demikian itu bukan hal yang baru bagi kita, hanya akan sebagai background saja,” paparnya. Ia menyayangkan kalau benar buku tersebut lenyap dari pasaran. Sikap rezim pemerintah yang represhif ini seperti mengindikasikan gaya pemerintahan zaman Orde Baru. “Justru penghilangan buku merupakan indikasi ada sesuatu yang ditutupi,” tegas Bambang. Meski banyak ditentang, Penulis buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century George J Aditjondro tetap yakin dengan apa yang ditulisnya. George yakin memiliki sumber yang kuat adanya aliran dana dari LKBN Antara ke Bravo Media Center, tim sukses SBY-Boediono. Tudingan Aditjondro bukan tanpa alasan. George mengatakan, dirinya sangat mempercayai informasi tersebut karena faktanya ada salah satu petinggi LKBN Antara memiliki jabatan di Bappilu Partai Demokrat. Namun, Aditjondro menilai, langkah sejumlah pihak yang akan mengambil jalur hukum terkait buku yang dirilisnya adalah kurang tepat. Paslanya, buku tersebut mestinya dilawan dengan buku, bukan dengan mengadukan ke polisi atau melarang penerbitan. “Bagusnya tulislah buku putih yang menjelaskan kemenangan Demokrat itu tidak melanggar UU,” tuturnya. 76 Sebelumnya, dalam buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century George Aditjondro menulis adanya aliran dana PSO dari LKBN Antara sebesar Rp 40,6 miliar ke Bravo Media Centre, tim kampenye SBY. Tudingan ini langsung dibantah oleh Dirut LKBN Antara Akhmad Mukhlis Yusuf. Pengamat politik Universitas Paramadina, Yudi Latif menilai, apabila benar buku Membongkar Gurita Cikeas ditarik dari peredaran, maka merupakan sebuah kemunduran dari reformasi yang berjalan sudah dari 10 tahun. Menurutnya, penarikan buku tersebut mengindikasikan gaya dari sebuah pemerintahan yang otoriter. “Sensor terhadap buku itu betul- betul bersifat antitesis terhadap demokrasi. Penarikan buku itu ciri pemerintahan otoritarian,” bebernya. Yudi menambahkan, penarikan buku oleh pemerintah merupakan indikator yang bisa memmbedakan dengan jelas suatu pemerintahan demokratis dengan pemerintahan otoriter. Lebih lanjut Yudhi menjelaskan, apabila terdapat keberatan terhadap fakta yang disajikan dalam buku, maka pemerintah tidak perlu melakukan penarikan buku tersebut. Namun, Partai Demokrat meragukan validitas data dalam buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century karya George J Aditjondro. Partainya SBY ini tidak ingin menganggap buku ini secara serius. “Kami melihat sebagai buku hiburan saja. Tidak perlu dianggap serius. Kami yakin publik bisa membedakan mana fakta dan mana propaganda negatif,” kata Anas Urbaningrum. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada 77 setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Indeks selanjutnya yaitu Indeks “MAFIA HUKUM” dalam gambar karikatur merupakan istilah yang sering dikaitkan dengan korupsi. Mafia sendiri dalam arti luas adalah mereka yang melakukan berbagai kegiatan yang merugikan pihak lain, misalnya makelar kasus, suap-menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, atau pungutan-pungutan yang tidak semestinya. Indeks Mafia Hukum ini dimaknai sebagai rusaknya rasa keadilan dan kepastian hukum. Mafia tersebut dapat berada di lembaga peradilan, instansi pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat dan swasta. Mafia juga bisa berkaitan dengan segala bentuk korupsi, termasuk korupsi pajak, bea cukai, dan juga kegiatan-kegiatan sejenis di daerah. Presiden telah menyerukan kepada rakyat Indonesia yang menjadi korban mafia hukum untuk melaporkan diri melalui PO BOX 9949 Jakarta 1000. Seruan Presiden ini merupakan bagian dari kebijakan yang paling diprioritaskan oleh Kabinet Indonesia Bersatu KIB II dalam masa 100 Hari, yakni pemberantasan mafia hukum. Ada 45 Program dalam Program 100 Hari KIB 2, dan pemberantasan mafia hukum berada di posisi pertama untuk dilaksanakan. Untuk mengawal pemberantasan mafia hukum, Presiden telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto. Satgas akan melakukan koordinasi, evaluasi, pemantauan, pengawasan dan koreksi dalam pemberantasan mafia hukum. 78 Dengan terbentuknya Satgas ini diharapkan mampu membuka jalan dan berperan dalam pemberantasan mafia hukum. Penguasa ketika berkomunikasi, kepada publik dalam konteks sosial tertentu, sebetulnya sedang mengirimkan pesan dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaannya. Dalam kasus Century misalnya, penguasa dan struktur kekuasaannya mengatakan bahwa mereka tidak ikut menikmati dana talangan Rp 6,7 triliun itu. Pemerintah dengan tegas mengatakan akan menindak para mafia hukum dan siapa saja yang menghalangi proses pemberantasan korupsi. Akan tetapi, kata tak ada gunanya jika tidak dilanjutkan dengan tindakan. Dalam teori tindak tutur, tuturan tidak hanya berfungsi untuk mempertukarkan ide dan gagasan para partisipan, tapi bagaimana tuturan itu dibarengi dengan tindakan nyata.Bagaimana mungkin publik bisa percaya kepada struktur kekuasaan yang tidak bertindak transparan dalam penggunaan dana Rp 6,7 trilliun? Kita patut mempertanyakan inkonsistensi kata dan tindakan pemerintah. Saat ini publik menunggu tindakan nyata pemerintah untuk membongkar kasus Century seadil-adilnya. Publik berharap pemerintah mendorong sepenuh hati penyelesaian kasus ini, dan menindak upaya-upaya yang menghalangi proses hukum dan politik pengungkapan Century. ww.tribun-timur.comreadartikel63343. Keberadaan mafia hukum telah menjadi beban bagi proses hukum di Indonesia sehingga memunculkan ketidakpercayaan distrust publik. Kasus Bibit-Chandra, Prita Mulyasari, nenek Minah, Kholil dan Basar serta masih banyak lagi menyadarkan betapa mafia hukum telah merusak citra penegakan 79 hukum di Indonesia. Tantangan terbesar bagi satgas adalah mengerucutkan apa yang dimaksud dengan mafia hukum. Meski mudah diucapkan dan dirasakan, untuk memberantas mafia hukum perlu ada rujukan kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan mafia hukum. Pemahaman pengertian mafia hukum tentu harus sesuai atau mendekati dengan apa yang dipahami publik. Bila berbeda, satgas mempunyai tugas menyosialisasikan kepada masyarakat. Satu hal yang perlu dihindari adalah jangan sampai terjadi perbedaan pemahaman tentang mafia hukum antara satgas dan masyarakat. Bila perbedaan pemahaman terjadi, masyarakat akan menganggap satgas tidak bekerja maksimal dalam memberantas mafia hukum versi masyarakat. Selanjutnya menentukan pelaku mafia hukum tidaklah mudah. Kesulitan utama adalah para pelaku mafia hukum memanfaatkan kedekatan mereka dengan para pejabat hukum. Kedekatan kadang tidak dibangun dalam waktu singkat. Kedekatan dilakukan sejak para pejabat hukum meniti karir. Segala kebutuhan para pejabat hukum akan dipenuhi, termasuk biaya untuk ikut pendidikan dan selama menjalani pendidikan. Dari sinilah muncul hubungan utang dan balas budi, bahkan persahabatan yang kental. Tantangan berikutnya adalah peraturan perundang-undangan dan pasal yang digunakan untuk menjerat mereka yang terlibat dalam mafia hukum. Ini karena tidak ada pasal yang secara tegas melarang orang melakukan praktik mafia hukum. Bila mafia hukum direduksi sekadar pelaku yang memindahkan uang antara mereka yang memiliki kepentingan ke pejabat hukum, itu akan mudah. Pasal penyuapan ataupun pasal tidak pidana korupsi bisa digunakan. 80 Para pejabat hukum pun akan terkena aturan kepegawaian dan profesi. Namun, bila kegiatan mafia hukum dilakukan secara sistematis, berjangka panjang, dan didasarkan hubungan pertemanan, akan sulit mencari dasar bagi pemberantasannya. Pokok permasalahan dalam penyusunan strategi bukan pada mana yang harus dipilih: menargetkan yang besar atau yang kecil; tetapi memikirkan kosekuensi dipilihnya salah satu strategi. Satgas harus dapat mengantisipasi berbagai perlawanan. Tantangan penting lain adalah mengupayakan agar setiap anggota satgas dapat fokus dalam pekerjaannya. Hal ini perlu dicamkan karena setiap anggota satgas memiliki tugas utama di samping tugas yang dimandatkan. Masih banyak lagi tantangan yang harus dihadapi satgas dalam upaya memberantas mafia hukum, termasuk menjaga konsistensi dan persistensi setelah 2 tahun. Memang tidak mudah pekerjaan yang akan dilakukan. Tetapi, sekali lagi, proses hukum yang bebas dari mafia hukum sangat dibutuhkan. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Indeks selanjutnya adalah Indeks “SIANG HARI KOK BAWA SENTER” dalam karikatur ini dimaknai sebagai ungkapan yang dilontarkan oleh seorang anak yang tergambar dalam karikatur yang dimaknai sebagai rakyat biasa. Ungkapan yang dilontarkan rakyat biasa tersebut, bermakna bahwa setiap rakyat Indonesia sesungguhnya sudah semakin heran dan kecewa 81 melihat sikap dan ulah pejabat pemerintah yang tidak sebagaimana mestinya. Bagaimana tidak, rakyat yang pada awalnya menaruh pengharapan yang besar pada setiap pejabat pemerintah pada era kepemimpinan saat ini, menjadi kecewa karena pejabat pemerintah yang sesungguh-sungguhnya sudah dengan jelas mengetahui dan memahami permasalahan-permasalahan di negara ini seperti bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Tetapi pejabat pemerintah malah bertindak seenaknya, dengan tidak memperjelas dan mempertegas kemana arah tujuan dari penyelesaian permasalahan-permasalahan ini. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Indeks selanjutnya adalah Indeks “DIMANA KAU, KEBENARAN? SOCRATES”. Makna dari Indeks ini adalah ungkapan yang dirasakan seluruh rakyat Indonesia tentang pengharapan dari suatu penyelesaian permasalahan-permasalahan negara ini antara lain yaitu bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Kebenaran yang sesungguhnya belum tampak akibat ulah dari pejabat-pejabat pemerintah yang tidak konsisten menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut secara cepat dan tepat, padahal pejabat pemerintah sudah dengan jelas mengetahui pokok permasalahan, sumber permasalahannya, hingga para pelaku yang terkait dalam permasalahan tersebut, namun sikap pejabat 82 pemerintah malah sebaliknya yang tidak jelas arah tujuan permasalahan- permasalahan tersebut mau dibawa kemana dan bagaimana keputusan dari pemimpin negara ini secara cepat dan tepat, dimana yang kita ketahui bahwa pimpinan negara ini punya kekuasaan yang penuh jika mau dipakai untuk segera menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut hingga ke akar- akarnya. Indeks ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Pemaknaan keseluruhan dari Indeks ini, yaitu setiap rakyat Indonesia sesungguhnya sudah semakin heran dan kecewa melihat sikap dan ulah pejabat pemerintah yang tidak sebagaimana mestinya. Bagaimana tidak, rakyat yang pada awalnya menaruh pengharapan yang besar pada setiap pejabat pemerintah pada era kepemimpinan saat ini, menjadi kecewa karena pejabat pemerintah yang sesungguh-sungguhnya sudah dengan jelas mengetahui dan memahami permasalahan-permasalahan di negara ini seperti bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Tetapi pejabat pemerintah malah bertindak seenaknya, dengan tidak memperjelas dan mempertegas kemana arah tujuan dari penyelesaian permasalahan-permasalahan ini. pengharapan dari suatu penyelesaian permasalahan-permasalahan negara ini antara lain yaitu bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Kebenaran yang sesungguhnya belum tampak akibat ulah dari 83 pejabat-pejabat pemerintah yang tidak konsisten menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut secara cepat dan tepat, padahal pejabat pemerintah sudah dengan jelas mengetahui pokok permasalahan, sumber permasalahannya, hingga para pelaku yang terkait dalam permasalahan tersebut, namun sikap pejabat pemerintah malah sebaliknya yang tidak jelas arah tujuan permasalahan-permasalahan tersebut mau dibawa kemana dan bagaimana keputusan dari pemimpin negara ini secara cepat dan tepat, dimana yang kita ketahui bahwa pimpinan negara ini punya kekuasaan yang penuh jika mau dipakai untuk segera menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut hingga ke akar-akarnya.

3. Simbol

Simbol merupakan tanda yang menunjukkan hubungan ilmiah antara penanda dan petandanya yang bersifat arbiter semena. Dalam simbol tidak ada hubungan atau kemiripan antara tanda dengan obyeknya, sebuah simbol dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan sesuatu. Adapun yang menjadi simbol dalam gambar karikatur Oom Pasikom harian Kompas edisi 9 Januari 2010 adalah “Koran yang dibaca oleh seorang anak”, “Senter yang terdapat tulisan 2010”, “Teks GM SUDARTA 09.01.10”, dan Teks “oom pasikom”. Simbol “Koran yang dibaca oleh seorang anak”, menunjukkan bahwa koran merupakan salah satu bentuk dari media massa media cetak yang memiliki periode penerbitan, yang biasanya periode penerbitannya daily 84 atau setiap hari. Dimana hal tersebut dimaknai sebagai salah satu fungsi media yaitu sebagai fungsi kontrol sosial, dimana hal tersebut membantu rakyat biasa mengontrol dan ikut mengawasi, mengiringi seluruh kegiatan atau peristiwa baik pada masyarakat, maupun yang terjadi pada pemerintah. Dalam karikatur ini terlihat koran yang didalamnya bertuliskan permasalahan- permasalahan yang terjadi di negara ini, dengan bertujuan bahwa koran sebagai salah satu bentuk dari media cetak pastinya mengontrol, mengawasi dan ikut mengiringi permasalahan-permasalahan yang terjadi di negara ini termasuk permasalahan-permasalahan yang tertuilis di koran dalam karikatur. Kemudian selanjutnya yaitu Simbol “Senter yang terdapat tulisan 2010”, dalam karikatur tersebut digambarkan bahwa senter tersebut dibawa oleh seorang pria yang dimaknai sebagai pejabat pemerintah, yang dalam karikatur ini dimaknai pejabat pemerintah yang sesungguh-sungguhnya sudah dengan jelas mengetahui dan memahami permasalahan-permasalahan di negara ini seperti bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Tetapi pejabat pemerintah malah bertindak seenaknya, dengan tidak memperjelas dan mempertegas kemana arah tujuan dari penyelesaian permasalahan-permasalahan ini. Simbol ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. 85 Selanjutnya Simbol “GM SUDARTA 09.01.10”, dalam gambar karikatur tersebut dimaknai sebagai kartunis karikatur yang berkiprah dalam harian kompas. Penulisan tersebut menginformasikan pada masyarakat khususnya pembaca harian kompas bahwa beliau telah membuat karikatur tersebut pada tanggal 9 Januari 2010. Simbol ini menggunakan metode Tipografi jenis “ Huruf Egyptian”, dimana garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya, dan kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku, dengan maksud memperjelas dan penekanan pada tulisan tersebut. Kemudian selanjutnya yaitu Simbol teks “oom pasikom” dalam gambar karikatur tersebut dimaknai sebagai istilah atau nama dari karikatur- karikatur yang dibuat oleh GM Sudarta pada harian Kompas. Istilah atau nama oom pasikom sendiri berasal dari kata “kompas” yang diucapkan berulang- ulang, maka akan menghasilkan kata oom pasikom. Simbol ini menggunakan Metode Tipografi jenis “Transisional” dengan maksud tidak terlalu ingin adanya Penekanan pada huruf tersebut, dengan bentuk tulisan yang kesemuanya menggunakan huruf kecil Pemaknaan keseluruhan dari Simbol ini, yaitu kartunis karikatur yang berkiprah dalam harian kompas ingin menginformasikan pada masyarakat khususnya pembaca harian kompas bahwa beliau telah membuat karikatur tersebut pada tanggal 9 Januari 2010. Dalam karikatur ini terlihat koran yang didalamnya bertuliskan permasalahan-permasalahan yang terjadi di negara ini, dengan bertujuan bahwa koran sebagai salah satu bentuk dari media cetak pastinya mengontrol, mengawasi dan ikut mengiringi permasalahan- 86 permasalahan yang terjadi di negara ini termasuk permasalahan-permasalahan yang tertuilis di koran dalam karikatur. Pejabat pemerintah yang sesungguh- sungguhnya sudah dengan jelas mengetahui dan memahami permasalahan- permasalahan di negara ini seperti bank century, makelar kasus, cicak vs buaya, gurita cikeas, mafia hukum, dan lain sebagainya. Tetapi pejabat pemerintah malah bertindak seenaknya, dengan tidak memperjelas dan mempertegas kemana arah tujuan dari penyelesaian permasalahan- permasalahan ini.

4.3. Pemaknaan Keseluruhan Gambar Karikatur Oom Pasikom Harian Kompas Edisi 9 Januari 2010