5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar juga dapat diartikan sebagai proses yang
diarahkan pada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
Suatu proses interaksi antara berbagai unsur yang berkaitan juga dapat disebut belajar.
Proses belajar dapat dipandang juga dari sisi kognitif, yaitu berhubungan dengan perubahan-perubahan tentang variabel-variabel hipotesis, kekuatan,
asosiasi, hubungan dan kebiasaan atau kecenderungan prilaku Dahar, 1989.
B. Belajar Konstruktivisme
1. Filsafat konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi kita sendiri. Pengetahuan bukan hanya suatu tiruan dari kenyataan
yang ada tetapi, pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif berdasarkan kenyataan yang ada melalui suatu kegiatan Suparno, 1996.
Beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi dari suatu pengetahuan antara lain 1 konstruksi seseorang yang lama, 2 domain dari
pengalaman seseorang, dan 3 jaringan struktur kognitif seseorang. Kurangnya pengalaman atau terbatasnya pengalaman yang dimiliki akan
sangat membatasi perkembangan pembentukan pengetahuan seseorang. Adanya pengalaman tentang suatu fenomena yang baru akan menjadi unsur
yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan seseorang Suparno, 1996.
Dalam bidang ilmu fisika, peranan pengalaman ataupun percobaaan- percobaan dalam perkembangan hukum, teori, ataupun konsep-konsep ilmu
fisika tersebut cukup penting. Hal ini dikarenakan hukum, teori, ataupun konsep-konsep
tersebut membentuk
struktur kognitif
yang saling
berhubungan Suparno, 1996. Konstruktivisme
ini dibedakan
menjadi tiga
taraf yaitu
1 konstruktivisme radikal, 2 realisme hypotetis, dan 3 konstruktivisme yang
biasa. Konstruktivisme radikal menyatakan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, jadi tidak dapat
ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahuannya. Sedangkan menurut realisme hypotetis
pengetahuan seseorang dipandang sebagai suatu hypotetis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati
yang dekat dengan realitas. Disisi lain, menurut konstruktivisme yang biasa
pengetahuan diartikan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri Suparno, 1996.
2. Dampak Belajar Konstrutivisme Bagi Siswa
Belajar menurut konstruktivisme adalah proses dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mampu mencari arti sendiri dari apa yang
dipelajari. Siswa sendri jugalah yang bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar bukan hanya suatu kegiatan untuk mengumpulkan fakta
tetapi, suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru Suparno, 1996.
Oleh karena itu, siswa harus memiliki pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan, mengetes hipotesa, memanipulasi objek, memecahkan
persoalan, mencari
jawaban, menggambarkan,
meneliti, berdialog,
mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, dan mengekspresikan gagasan. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan siswa akan mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri Suparno, 1996.
3. Dampak Belajar Konstrukstivisme Bagi Guru
Bedasarkan kaidah belajar konstruktivisme, mengajar bukan hanya memindahkan pengetahuan dari otak guru ke siswa. Mengajar lebih mengarah
pada kegiatan untuk membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Dengan demikian, peran guru bukan untuk mentransfer pengetahuan yang
telah dimiliki kepada siswa, tetapi lebih sebagai fasilitator dan mediator yang membantu siswa agar dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
Suparno, 1996. Secara garis besar fungsi guru sebagai fasilitator dan mediator diantaranya
adalah: 1 menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mengambil tanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, melakukan
proses belajar, dan membuat penelitian; 2 menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu
untuk mengekspresikan gagasan-gagasan dari siswa; 3 menyediakan sarana yang merangsang berpikir siswa secara produktif dengan menyediakan
kesempatan dan pengalaman yang mendukung belajar siswa; 4 memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berkembang atau
tidak dan
mempertanyakan apakah
siswa mampu
menggunakan pengetahuannya tersebut untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Oleh karena itu, tugas guru yang sesungguhnya adalah membantu banyak siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri dengan cara dan
tingkat kognitif yang berbeda-beda Suparno, 1996.
C. Metode POE
1. Pengertian POE
Prediction-Observation-Explanation atau yang lebih dikenal dengan
sebutan POE, merupakan salah satu metode pembelajaran yang bersifat konstruktivis yang menggunakan proses Prediction, Observation dan
Explanation . Prediction yaitu membuat prediksi atau dugaan terhadap suatu
peristiwa atau suatu masalah tertentu. Observation diartikan melakukan penelitian, atau pengamatan terhadap apa yang akan terjadi pada suatu
peristiwa atau suatu masalah tertentu. Explanation yaitu memberikan penjelasan dimana penjelasan tersebut diutamakan dengan kesesuaian antara
prediksi dan apa yang terjadi sesungguhnya atau pengamatan Suparno, 2013.
2. Proses POE
POE menggunakan tiga tahap utama. Pertama, membuat prediksi. Siswa diminta membuat prediksi setelah disajikan suatu persoalan atau
permasalahan. Dalam tahapan ini siswa juga diminta alasan mengapa siswa dapat membuat prediksi tersebut. Kedua, melakukan pengamatan. Siswa dapat
diarahkan untuk melakukan percobaan untuk mengetahui apakah prediksi yang telah dibuat benar atau salah. Dalam tahapan ini, siswa mengamati apa
yang terjadi dan dapat mengetahui apakah prediksi yang telah dibuat benar atau salah. Ketiga, membuat penjelasan. Dalam tahapan ini dapat terjadi dua
kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, prediksi siswa ternyata terjadi
dalam percobaan. Bila hal ini terjadi siswa akan semakin yakin dengan konsep atau pemahaman yang telah dimilikinya. Dengan demikian, siswa tinggal
merangkum yang ditemukan dan menguraikan dengan lengkap. Kemungkinan yang kedua, prediksi siswa ternyata tidak terjadi dalam percobaan. Bila hal ini
terjadi, siswa dibantu untuk mencari penjelasan mengapa prediksinya tidak terjadi. Setelah hal tersebut terjadi, siswa dapat dibantu untuk mengubah
prediksinya dan membenarkan prediksinya yang salah. Hal ini akan member perubahan konsep, dari konsep yang salah menjadi konsep yang benar
Suparno, 2013.
3. Keuntungan POE
POE merupakan salah satu metode pembelajaran yang konstruktivis. Dalam hal ini siswa diberi kebebasan untuk menyusun kerangka pengetahuan
sendiri. Dengan demikian diharapkan siswa akan lebih paham akan suatu konsep tertentu karena kerangka pengetahuannya atau pemikirannya disusun
sesuai dengan kemampuan kognitif siswa tersebut. Selain hal diatas, dengan metode POE guru dapat mengerti bagaimana konsep dan pengertian fisika
tentang persoalan yang telah diajukan. Guru dapat mengerti miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada siswa Meitarita, 2011.
D. Pemahaman Konsep
Pemahaman adalah kemampuan menjelaskan suatu situasi dengan kata- kata yang berbeda dan dapat menginterpretasikan atau menarik kesimpulan
dari tabel, data, grafik, dan sebagainya. Pemahaman juga dapat diartikan untuk menggambarkan suatu pengertian, sehingga seseorang mengetahui
bagaimana idenya untuk berkomunikasi Susanto, 2013. Dengan kata lain, seseorang dikatakan paham jika dapat mengemukakan idenya kepada orang
lain. Seseorang juga dapat dikatakan paham bila orang tersebut dapat mengubah informasi yang diperoleh ke dalam bentuk lain yang lebih berarti.
Menurut Sumarno Susanto, 2013, pemahaman dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemahaman instrumental dan relasional. Pemahaman
instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep dan dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana. Sedangkan pemahaman relasional
diartikan sebagai pemahaman yang dapat mengkaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep lainnya dan sifat pemakaiannya lebih bermakna. Pada
pemahaman ini, siswa dapat mengerti proses yang dilakukannya. Menurut Kartika Budi, salah satu tujuan belajar mengajar adalah agar
siswa memahami konsep. Untuk mengetahui seseorang dapat memahami suatu konsep atau tidak diperlukan suatu indikator. Beberapa indikator yang
dapat menunujukkan pemahaman seseorang diantaranya adalah: 1 dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat
sendiri; 2 dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang
lain; 3 dapat menganalisis hubungan antara konsep dalam suatu hukum; 4 dapat menerapkan konsep untuk a menganalisis dan menjelaskan gejala-
gejala alam khusus, b untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis, c memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
bakal terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi; 5 dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat; 6 dapat
membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah dan dapat membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam suatu pokok
bahasan Kartika Budi, 1992.
E. Kesenangan Belajar