129
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain model permukiman perkotaan di kawasan bergambut Sungai Raya secara berkelanjutan yang dapat digunakan
sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah Kabupaten Kubu Raya untuk merumuskan kebijakan dibidang pembangunan
perumahan dan permukiman di kawasan tersebut.
7.2 Metode Penelitian
Pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendesain
sistem dengan komponen yang saling terkait, yang di formulasikan secara lintas disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut
Eriyatno 2003 sebuah pendekatan sistem memiliki tiga ciri yaitu kompleks, dinamik, dan probabilistik dengan 3 tiga pola dasar yang selalu menjadi pegangan
pokok para ahli sistem dalam menjawab permasalahan, yaitu : 1 Sibernatik cybernetic yaitu berorientasi tujuan, 2 Holistik holistic yaitu cara pandang yang
utuh terhadap sistem, dan 3 Efektif effective yaitu lebih mementingkan hasil guna yang operasional daripada pendalaman teoritis untuk mencari efisiensi
keputusan. Alat analisis yang digunakan untuk mensimulasi interaksi antar variabel menggunakan software Stella.
Menurut Manetsch dan Park 1977 dalam Hartrisari 2007, tahapan pendekatan sistem terdiri dari 6 enam tahapan, yang meliputi : 1 analisis
kebutuhan, 2 formulasi massalah, 3 identifikasi sistem, 4 pemodelan sistem, 5 verifikasi dan validasi, dan 6 implementasi.
1. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem
atau stakeholders Hartrisari 2007. Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem. Analisis kebutuhan selalu
menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang terhadap jalannya sistem.
Pelaku yang terlibat dalam sistem pengembangan permukiman perkotaan berkelanjutan pada wilayah bergambut ini adalah : 1 Pemerintah Daerah
Kabupaten Kubu Raya, 2 Masyarakat, 3 Pengusaha swasta, 4 Pengembang developer, 5 Lembaga Keuangan, 6 Perguruan Tinggi Institusi, dan 7 LSM
130
Tabel 21. Analisis kebutuhan masing-masing pelaku sistem stakeholders dalam penyusunan model permukiman perkotaan berkelanjutan.
No Pelaku Stakeholders
Kebutuhan
1. Pemerintah Daerah
Pembangunan kota terencana Terpenuhi kebutuhan permukiman
Tersedia lahan bagi permukiman
2. Masyarakat
Tersedia hunian layak dan terjangkau Tersedia sarana dan prasarana
3. Developer
Meningkatnya permintaan rumah Harga lahanmaterial murah
4. Pengusaha swasta
Berkembangnya dunia usaha ekonomi Terciptanya market net-work yang luas
5. Lembaga keuangan
Meningktanya permintaan kredit rumah Suku bunga tinggi
6. Institusi
Sosialisasi pemahaman lingkungan Penelitian terkait permukiman lahan gambut
7. LSM Lingkungan
Meminimalisasi eksploitasi lahan gambut
2. Formulasi Masalah
Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan conflict of interst diantara para pelaku sistem dalam mencapai tujuan sistem. Formulasi masalah
dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap Eriyatno, 2003. Terjadinya konflik
kepentingan antara para stakeholders, merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan
dengan mengetahui permasalahan yang ada dari masing-masing stakeholders dengan adanya pengaruh dari stakeholders yang lain Hartrisari, 2007.
Selanjutnya, formulasi masalah perlu dikembangkan menjadi suatu pernyataan masalah yang mendefinisikan gugus kriteria kelakuan sistem yang kemudian di
evaluasi Eriyatno, 2003. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan antar pelaku dalam sistem pengembangan permukiman
perkotaan berkelanjutan di lahan bergambut ini, maka diprediksi permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut :
131
1. Belum adanya kebijakan dibidang permukiman yang mengatur secara khusus tentang pembangunan permukiman di wilayah bergambut.
2. Masih minimnya pemahaman masyarakatpemerintahswastainstitusi tentang dampak dari eksploitasi lahan gambut yang tidak terkendali, terkait misi
lingkungan yang diembannya. 3. Kurangnya informasi tentang database sebaran lahan gambut, karakteristik,
dan jenis peruntukan lahan khususnya di wilayah di Kalimantan Barat. 4. Belum adanya Rencana Tata Ruang KotaKabupaten di Kalimantan Barat yang
mempertimbangkan fungsi ekologis lahan gambut sebagai suatu ekosistem yang perlu dijaga keberlanjutannya.
5. Kurangnya koordinasi antara pemerintah, pengembang, dan LSM terhadap proses pembangunan perumahan dan permukiman.
3. Identifikasi Sistem