7
1.4 Perumusan Masalah
Permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Meningkatnya kebutuhan perumahan dan permukiman di Kota Pontianak menyebabkan ketersediaan lahan di pusat kota semakin berkurang, harga
lahan meningkat, dan permukiman di pusat kota mulai bergeser ke daerah pinggiran hinterland. Fakta menunjukkan bahwa Kota Pontianak memiliki
daerah hinterland yang sebagian besar merupakan wilayah bergambut. Kawasan Sungai Raya merupakan salah satu hinterland bergambut yang
potensial sebagai pusat penyebaran permukiman. Disisi lain, status baru yang disandang oleh kawasan Sungai Raya sebagai Ibukota Kabupaten Kubu Raya
pemekaran tahun 2007, sehingga akan berimplikasi pada perkembangan dan perubahan kawasan Sungai Raya menjadi kawasan perkotaan.
2. Lahan gambut merupakan ekosistem yang memiliki fungsi ekologis yang sangat besar, yaitu sebagai carbon sink dan water storage. Indonesia pemilik
lahan gambut terluas ke-4 di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat, dan pemilik lahan gambut tropis terluas didunia. Namun ironisnya pada
tahun 1990 Indonesia divonis sebagai negara pengemisi karbon terbesar ke-3 di dunia setelah Amerika serikat dan China. Data KLH RI 2005 menunjukkan
bahwa 64 dari total emisi karbon yang dihasilkan berasal dari sektor alih fungsi lahan dan deforestasi. Sebelum tahun 1990 Indonesia berperan sebagai
net sink, namun setelah tahun 1990 Indonesia justru menjadi net emitter. Jika konversi lahan gambut di kawasan Sungai Raya tidak dikendalikan, maka
dikhawatirkan dapat memicu terjadinya bencana ekologis yang lebih besar. 3. Kebijakan pemerintah di bidang perumahan dan permukiman yang ada saat ini
masih bersifat umum. Arahan kebijakan maupun Standar Pelayanan Minimum SPM untuk wilayah-wilayah dengan kondisi topografi dan fisiografi yang
spesifik seperti wilayah bergambut atau tanah rawa masih belum tersedia. 4. Belum ada kajian tentang model permukiman berkelanjutan yang sesuai untuk
wilayah bergambut di perkotaan, yang mampu menjawab tuntutan kebutuhan permukiman namun tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.
1.5 Manfaat Penelitian
Model permukiman perkotaan berkelanjutan pada wilayah bergambut ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kalimantan Barat
dalam merumuskan kebijakan khususnya yang terkait dengan konversi lahan
8 gambut untuk permukiman. Permukiman yang berwawasan lingkungan dan sesuai
aspirasi masyarakat ini diharapkan dapat menjadi pilihan terbaik, karena disatu sisi mampu menjawab tuntutan akan kebutuhan perumahan, dan disisi lain
mengandung misi penyelamatan lingkungan yaitu mengurangi emisi karbon dan mencegah terjadinya bencana ekologis yang lebih besar. Dalam upaya
mewujudkan misi tersebut landasan berpikir global dan beraksi lokal think globally – act locally merupakan cara yang paling efektif, dimana aksi lokal yang dilakukan
adalah meminimalisasi eksploitasi gambut agar tidak terjadi bencana ekologis berupa pemanasan global.
Melalui perencanaan yang komprehensif, diharapkan perkembangan kota- kota yang memiliki karakteristik wilayah bergambut seperti halnya di Kalimantan
Barat dapat terwujud sebagaimana mestinya tanpa harus melakukan pengrusakan terhadap lingkungan. Model pembangunan permukiman perkotaan yang
berkelanjutan pada wilayah bergambut ini diharapkan bisa menjadi prototype permukiman ideal yang dapat menjadi acuan bagi kota-kota di Indonesia yang
memiliki karakteristik lahan bergambut. Dengan menekan laju ekspansi dan degradasi lahan gambut, artinya kita telah memberikan kontribusi nyata dalam
upaya menurunkan emisi karbon dan mengurangi dampak pemanasan global.
1.6 Kebaruan Novelty
Novelty dari penelitian ini adalah : 1. Beberapa penelitian sebelumnya lebih banyak membahas topik ‘permukiman’
dan ‘gambut’ secara terpisah. Permukiman seringkali dikaji dan dikaitkan dengan penataan ruang dan problematika perkotaan, sementara lahan gambut
seringkali menjadi bagian dari kajian ilmu tanah dan pertanian. Sementara dalam penelitian ini, permukiman dan gambut akan dikaji secara komprehensif,
yang ditinjau dari sudut pandang ilmu lingkungan. 2. Hasil pengamatan di lokasi studi mengindikasikan adanya kekhawatiran
terhadap perkembangan permukiman landed housing yang diprediksi dapat memicu terjadinya degradasi lingkungan akibat eksploitasi gambut. Oleh
karena itu, penelitian ini mencoba mengangkat sebuah hipotesa melalui intervensi model hunian vertikal yang dianggap mampu untuk mengatasi
masalah kebutuhan permukiman dan degradasi lingkungan, sebagai upaya mitigasi terhadap bencana ekologis.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA