33
Berdasarkan Gambar 19 di atas tampak bahwa Streptococcus thermophilus memiliki morfologi coccus bulat, membentuk rantai dan Lactobacillus bulgaricus berbentuk bacil batang. Menurut
Chaitow dan Tranev 1990 Streptococcus thermophilus berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9 µm dan kadang-kadang berbentuk rantai. Menurut Hutkins dan Nannen 1993 bakteri asam laktat yang
bersifat anaerob, berbentuk batang, koloninya berbentuk pasangan, dan rantai sel-selnya bersifat homofermentatif adalah Lactobacillus bulgaricus. Berdasarkan hasil uji pewarnaan ini maka kultur yang
digunakan bersifat murni. Kultur murni ini kemudian dipropagasi hingga didapatkan intermediate culture, yang selanjutnya
digunakan dalam produksi biomassa sel terenkapsulasi. Pengujian viabilitas mikroba dilakukan sebelum digunakan pada proses enkapsulasi. Hasil pengujian viabilitas bakteri asam laktat menunjukkan bahwa
Streptococcus thermophilus sebesar 9.85x10
8
cfuml dan Lactobacillus bulgaricus sebesar 1.71 x10
8
cfuml. Kultur yang akan dienkapsulasi dikombinasi dengan perbandingan 1:1 volume dan populasinya
dan dipropagasi pada media MRSB hingga bakteri mencapai fase awal eksponensial. Pemilihan waktu awal fase eksponensial dikarenakan pada fase tersebut mikroba mulai membelah diri dengan kecepatan
rendah pada fase adaptasi ini Fardiaz, 1988. Enkapsulasi pada awal fase eksponensial diharapkan dapat mempercepat bakteri untuk lepas dari bahan enkapsulan dan dapat memfermentasi susu dengan optimal.
Menurut Rahman 1988 inokulum bakteri sebaiknya diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat sel aktif melakukan metabolisme fase pertumbuhan eksponensial.
Pada fase eksponensial, mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik. Pola pertumbuhan pada fase ini sangat dipengaruhi oleh kondisi medium pertumbuhan seperti pH dan
kandungan nutrient juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini mikroba membentuk enersi lebih banyak dibandingkan fase lainnya Fardiaz, 1988. Menurut Tamime dan
Robinson 1999 dan Suprihanto 2009, waktu awal eksponensial untuk kultur campuran Streptococcus thermophilus dengan Lactobacillus bulgaricus dimulai pada jam ke dua. Jumlah bakteri tersebut mix
culture Streptococcus thermophilus dengan Lactobacillus bulgaricus setelah diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 2 jam berjumlah 4.25x10
8
cfuml. Bakteri yang dipanen pada awal fase eksponensial kemudian dienkapsulasi. Populasi inokulum yang dimasukkan dalam larutan alginat adalah sebesar 0.1 Sultana et
al., 2000 yaitu sebesar 4.25x10
5
cfuml.
4.2.2. Enkapsulasi Starter Yoghurt dengan Komposisi Bahan Pengisi Enkapsulan
Berbasis Pati
Perlindungan tubuh bakteri dari lingkungan yang ekstrim selama penanganan dan penyimpanannya dapat dilakukan secara alamiah oleh suatu bakteri. Enkapsulasi terjadi secara alami pada bakteri ketika sel
bakteri tumbuh dan memproduksi EPS eksopolisakarida dengan pembentukan kapsul pelindung, mengurangi permeabilitas material yang melewati kapsul guna mengurangi pengaruh lingkungan terhadap
ketahanan bakteri, namun jumlah sistesis eksopolisakarida yang dihasilkan kurang untuk melindungi diri mereka dari lingkungannya Shah, 2002. Enkapsulasi menggunakan enkapsulan, membantu bakteri
terlindung dari lingkungannya sebelum bakteri tersebut release ke lingkungannya Kailasaphati, 2002. Enkapsulasi kultur campuran mixed culture Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus dilakukan dengan metode emulsi hasil penelitian sebelumnya dengan menjaga kondisi gelifikasi pada suhu rendah, dengan cara membungkus gelas piala dengan jel es ice gel agar relatif dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Rahman et al. 1991 menyatakan bahwa bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus tidak tumbuh pada suhu 10
o
C.
34
Struktur yang terbentuk dari proses enkapsulasi, yang berada di luar core bakteri yang dilindungi disebut wall. Sistem dalam wall dibentuk untuk melindungi core dan melepaskan core di bawah kondisi
spesifik selama keluar-masuknya molekul yang melewati membran Franjone dan Vasishtha, 1995 dalam Kaliaspathy, 2002. Bahan enkapsulan yang digunakan adalah alginat dan bahan pengisi berbasis pati.
Bahan pengisi yang digunakan yaitu high amylose corn starch dan maltodekstrin, mengandung oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh usus halus manusia yang sehat dan pencernaan tidak
mengalami gangguan. Bahan pengisi tersebut berfungsi sebagai substrat bagi bakteri untuk melakukan anabolisme dan tidak sebagai substrat bakteri dalam melakukan katabolisme. Kaplan dan Hutkins 2000
menyatakan bahwa bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus bukan merupakan bakteri pemfermentasi oligosakarida khusunya golongan fruktooligosakarida, oleh karena itu bakteri
hanya memanfaatkan bahan pengisi sebagai substrat anabolisme. Komposisi bahan enkapsulan yang digunakan untuk proses enkapsulasi merupakan bahan
enkapsulan beserta bahan pengisi yang terpilih pada penelitian sebelumnya yaitu alginat 2: high amylose corn starch 2; alginat 3: maltodekstrin 1, dan alginat 4. Jumlah bakteri yang berhasil
dijerap pada beads basah dan beads kering adalah sebagai berikut pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah bakteri terenkapsulasi dalam beads basah dan beads kering Perlakuan komposisi bahan pengisi
enkapsulan Kultur awal cfug
basis kering Beads basah
Beads kering alginat 2 : high amylose corn starch 2
5.97±0.54 x10
6
1.35±0.9 x10
5
alginat 3: maltodekstrin 1 6.52 ±0.03 x10
6
6.35±3 x10
5
alginat 4 1.77±0.21 x10
7
1.8±2.12 x10
5
Superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata P 0.05 Superskrip sama menunjukkan berbeda tidak nyata P0.05
Berdasarkan hasil statistik Lampiran 8 menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan pengisi enkapsulan terhadap jumlah bakteri dalam beads basah tidak berbeda nyata P0.05. Viabilitas bakteri
terenkapsulasi tertinggi ditunjukkan oleh bakteri yang dijerap dalam matrik alginat 4 tanpa bahan pengisi dan viabilitas terendah oleh alginat 2 : high amylose corn starch 2. Hal ini menunjukkan
viabilitas bakteri dipengaruhi oleh konsentrasi alginat yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi alginat, maka viabilitas bakteri yang dijerappun semakin tinggi. Mandal et al. 2005 menyatakan bahwa viabilitas
bakteri meningkat seiring peningkatan konsentrasi alginat, jumlah viabilitas bakteri tertinggi ditunjukkan oleh bakteri yang dijerap dengan matrik alginat 4 sebesar 10
9
cfug . Hasil yang diperoleh Tabel 7 menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengisi high amylose corn
starch dapat meningkatkan viabilitas bakteri dibandingkan dengan sel bebas. Penggunaan Hi-Maize dalam enkapsulasi dapat meningkatkan viabilitas bakteri dibandingkan tanpa penggunaan Hi-Maize Sultana et
al., 2000; Iyer dan Kailasapathy, 2005;. Sultana et al. 2000 menyatakan penambahan high amylose corn starch hingga 2 dapat meningkatkan viabilitas bakteri Lactobacillus casei hingga 4.5x10
11
cfug. Jownonski et al. 1997 menambahkan bahwa kapsul alginatstarch memiliki kemampuan mengkapsul
Lactobacillus acidophilus tanpa menurunkan viabilitas bakteri dan kemampuan memfermentasinya. Viabilitas bakteri yang dijerap dengan alginat 2 : high amylose corn starch 2 sebesar 5.97x10
6
cfug.
35
Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan Sultana et al. 2000 yang mampu menjerap bakterinya hingga 10
11
cfug. Hal ini kemungkinan terjadi karena ditambahkannya gliserol dalam inokulum sebelum dienkapsulasi. Khalil dan Mansour 1998 dalam Rokka dan Pirjo 2010 menyatakan bahwa penambahan
skim milk, gliserol dan adonitol dapat memberikan perlindungan terhadap bakteri. Sultana et al. 2000 menyatakan bahwa penambahan gliserol ke dalam larutan alginat sebelum enkapsulasi dapat
meningkatkan viabilitas bakteri 100-fold dibandingkan jika bakteri hanya dikapsul dengan alginat atau alginat dan pati saja.
Secara keseluruhan, semua perlakuan yang diberikan memberikan peningkatan viabilitas bakteri dibandingkan dengan sel bebas sebelum dienkapsulasi yaitu 4.25x10
5
cfuml. Hasil ini mengindikasikan adanya suatu sinergisme antara high amylose corn starch dan maltodekstrin dengan kalsium
– alginat selama pembentukan enkapsulasi yang mengakibatkan adanya sistem perlindungan bakteri mix culture
Streptococcus thermophilus dengan Lactobacillus bulgaricus . Berdasarkan hasil statistik Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan pengisi
enkapsulan terhadap jumlah bakteri dalam beads kering tidak berbeda nyata P0.05. Viabilitas bakteri selama pengeringan oven 40
o
C mengalami penurunan. Pada beads kering alginat 2: high amylose corn starch 2 jumlah bakteri mengalami penurunan 5.82x10
6
cfug, beads kering alginat 3: maltodekstrin 1 mengalami penurunan 5.84x10
6
cfug dan 1.75x 10
7
cfug pada perlakuan alginat 4. Penurunan jumlah bakteri terbesar tampak pada bahan enkapsulan alginat 4, namun penuruanan ini jauh lebih baik
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Purwadani et al. 2007 yang mengalami penurunan 1.26x10
10
cfuml setelah mengalami perlakuan panas 50
o
C selama 15 menit. Penurunan dimungkinkan terjadi akibat kontak antara bakteri yang terenkapsulasi dengan oksigen selama proses pengeringan oven
40
o
C. Naidu dan Clemens 2000 menjelaskan bahwa pada kondisi aerob, BAL mampu memproduksi hidrogen peroksida melalui transport aktif dengan bantuan enzim flavin. Hidrogen peroksida dapat
merusak susunan mambran lipid dan meningkatkan permeabilitas membran, hal ini merupakan efek bakterisidal dengan mengoksidasi sel bakteri dan menyebabkan kerusakan asam nukleat dan protein sel.
Condon 1987 dalam Talwalkar dan Kailasapathy 2004 menyatakan bahwa akumulasi hidrogen peroksida H
2
O
2
dalam pertumbuhan aerob dapat menghambat pertumbuhan beberapa Lactobacilli. Talwalkar dan Kailasapathy 2004 melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi oksigen seiring dengan
penurunan asam laktat di L.acidophilus saat perbandingan laktat dengan asetat di Bifidobakteria menurun. Mikrokapsul dapat pula dikeringkan dengan spray drying dan freeze drying. Penambahan bahan
protectan dalam pengeringan spray dan freeze drying dapat dilakukan untuk meningkatkan viabilitas bakteri Anal dan Sigh, 2007. Skim milk merupakan protectan yang umumnya digunakan dalam spray
drying , karena skim milk dinilai merupakan wall yang lebih baik dibanding gelatin, pati terlarut, dan gum arabic Lian et al., 2002 dalam Rokka dan Pirjo, 2010. Proses spray drying dikontrol dengan cara
pemasukan produk, aliran gas dan suhu. Pengeringan menggunakan spray drying memiliki kelemahan yaitu rendahnya viabilitas bakteri yang dihasilkan dan rendahnya stabilitas bakteri selama penyimpanan
Ananta et al., 2005 dalam Rikko dan Pirjo, 2010. Kim dan Bhowmik 1995 menyatakan bahwa laju ketahanan bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus pada pengeringan freeze
drying sama menurun seperti spray drying. Penelitian Harmayani et al. 2001 melaporkan bahwa pengeringan bakteri Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dengan spray drying secara berturut turut mengalami penurunan sebesar 3.7x10
10
cfug dan 2.9x10
11
cfug. Besarnya penurunan viabilitas bakteri diakibatkan oleh adanya dehirasi penurunan Aw dan inaktivasi panas Johnson dan Etzel, 1995. Menurut Texeria et
36
al. 1995 hilangnya viabilitas sel selama spray drying juga berhubungan dengan kerusakan komponen sel, membrane sel, dinding sel dan DNA. Sedangkan pengeringan dengan menggunakan freeze drying
dilaporkan menyebabkan penurunan bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus secara berturut turut sebesar 10
10
cfug dan 2.2x10
11
cfug. Penurunan viabilitas bakteri diakibatkan pada tahap pendinginan sel dan medium untuk mencapai titik pembekuan, pembentukan es intra dan ekstra
seluler, meningkatnya konsentrasi solute, lama penyimpanan dan thawing, selain itu disebabkan oleh pengurangan air dalam proses pengeringan Johnson dan Etzel, 1995. Secara keseluruhan, enkapsulasi
bakteri asam laktat memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan sel bebas yang mengalami pengeringan dengan spray drying dan freeze drying. Hasil ini dikarenakan enkapsulasi
mencegah kematian sel dari toksisitas bakteri, bead gel alginat menghambat difusi oksigen melalui gel, menciptakan lingkungan anoxic di dalam bead Talwalkar dan Kailasapathy, 2003.
4.3. APLIKASI BAKTERI TERENKAPSULASI