22
Homogenasi t=30 menit Ditanam pada MRSa
Inkubasi T= 37
o
C, t= 48 h Perhitungan mikroba
Homogenasi t=30 menit Ditanam pada MRSa
Inkubasi T= 37
o
C, t= 48 h Perhitungan mikroba
Viabilitas beads basah Viabilitas beads kering
Viabilitas mikroba dalam beads kering
Viabilitas mikroba dalam beads basah
9,9 ml buffer phospat 0,1 M, pH=7
0,1g beads kering
9 ml buffer phospat 0,1 M, pH=7
1g beads basah
Gambar 10. Prosedur pengujian viabilitas bakteri terenkapsulasi Penyetaraan basis perhitungan viabilitas bakteri yang terenkapsulasi pada beads basah dan beads kering
dihitung dengan perhitungan sebagai berikut;
3.3.3. Aplikasi Starter Yoghurt Terenkapsulasi untuk Produksi Yoghurt
3.3.3.1. Pembuatan Kultur Kerja
Aplikasi starter yoghurt terenkapsulasi untuk produksi diawali dengan pembuatan kultur kerja. Proses pembuatan kultur kerja adalah dengan memanaskan susu 90
o
C yang mengandung skim 2 selama 20 menit, kemudian memasukkan starter yoghurt beads kering sebanyak 0.5 bv saat suhu susu telah
turun menjadi 40-43
o
C Gambar 11. Jumlah starter kering yang ditambahkan mengacu pada penambahan starter komersil yogourmet.
Viabilitas beads basah basis kering 100-kadar air beads basah 100
Viabilitas beads basah basis basah =
23
Homogenasi dan pasteurisasi 90
o
C,20 menit Pendinginan hingga
suhu 40-43
o
C
pengemasan Inkubasi pada suhu
40-43
o
C Pengamatan
waktu koagulasi pencampuran
Uji alkohol Homogenasi dan pasteurisasi
90
o
C,20 menit Pendinginan hingga
suhu 40-43
o
C
pengemasan Inkubasi pada suhu 40-
43
o
C Pendinginan
T 7
o
C pencampuran
Uji alkohol
analisa yoghurt
0.5 bv
Pengamatan waktu koagulasi sempurna
analisa 3
b v
Susu sapi segar
Kultur kerja Starter komersil
Kultur kerja sel bebas Kultur kerja
Sel terenkapsulasi Starter komersil
Starter sel bebas Starter
sel terenkapsulasi Skim milk 2
Susu sapi segar Skim milk 2
Gambar 11. Proses produksi kultur kerja dan yoghurt Penentuan bahan enkapsulan terbaik yang diaplikasikan ke kultur kerja dilakukan dengan RAL
Rancangan Acak Lengkap satu faktor analisis varian ANOVA dengan dua kali ulangan dan tiga taraf dalam satu perlakuannya perbedaan komposisi
. menggunakan software statistik. Tiga taraf dalam
perlakuannya berdasarkan komposisi alginat dan bahan pengisi enkapsulan yaitu ; 1 alginat 2: pati resisten jagung 2 2 alginat 3: maltodekstrin 1 3 alginat 4. Perbandingan nilai rata-rata
dianalisis kembali menggunakan uji Duncan. Probability level α = 0.05 digunakan untuk mengindikasikan
signifikansi perlakuan terhadap hasil respon dengan model perhitungan statistik sebagai berikut. Y
ij
= µ+α
i
+ ɛ
ij
i = 1 starter dengan bahan pengisi enkapsulan alginat 2: pati resisten jagung 2 2 starter
dengan bahan pengisi enkapsulan alginat 3: maltodekstrin 1 3 starter dengan bahan enkapsulan alginat 4.
24
j = 1,2
Keterangan: Yij
: karekteristik kultur kerja pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
: rataan umum α
I
: perlakuan komposisi alginat dan bahan enkapsulan ke-i ɛ
ij
: komponen acak komposisi alginat dan bahan pengisi enkapsulan ke-i dan ulangan ke-j Parameter yang diukur dalam pengaplikasian starter kering ke dalam kultur kerja adalah karakteristik
kultur kerja yang meliputi viabilitas bakteri dengan uji TPC, pH dan TA total asam. Pengujian karakteristik kultur kerja disajikan pada Lampiran 1. Bahan pengisi enkapsulan terpilih akan digunakan
pada produksi yoghurt.
3.3.3.2. Pembuatan Yoghurt
Pembuatan yoghurt diawali dengan pengujian susu sapi segar dengan uji alkohol Lampiran 1 untuk menguji kualitas kesegarannya. Proses produksi yoghurt disajikan pada Gambar 11. Jumlah starter
dari kultur kerja yang ditambahkan pada produksi yoghurt adalah sebesar 3 bv Abubakar, 2009. Proses produksi yoghurt berlangsung hingga penampakan fisik susu berubah menjadi terkoagualasi
sempurna menyerupai bentuk yoghurt, tanpa terjadi wheying off sineresis. Komposisi bahan pengisi enkapsulan terpilih pada penelitian sebelumnya diaplikasikan untuk produksi yoghurt. Selanjutnya,
yoghurt yang terbentuk diuji secara kuantitatif dengan membandingkan karakteristiknya dengan yoghurt yang dihasilkan dari kultur kerja sel bebas dan kultur kerja starter komersil yogourmet. Pengujian
dilakukan dengan tiga kali ulangan dan tiga taraf dalam satu perlakuan perbedaan bahan pembentuk. Tiga taraf dalam perlakuannya yaitu berdasarkan bahan pembentuk starter antara lain adalah; 1 starter
beads kering bahan enkapsulan terpilih 2 starter sel bebas 3 starter komersil yogourtmet. Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor analisis varian ANOVA
menggunakan software statistik. Perbandingan nilai rata-rata dianalisis kembali menggunakan uji lanjut Duncan.
Probability level α = 0.05 digunakan untuk mengindikasikan signifikansi perlakuan terhadap hasil respon dengan model perhitungan statistik sebagai berikut.
Y
ij
= µ+α
i
+ ɛ
ij
i = 1 starter dengan bahan pengisi enkapsulan terpilih 2 starter sel bebas 3 starter komersil
j = 1,2,3
Keterangan: Yij
: karekteristik yoghurt pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
: rataan umum α
I
: perlakuan ke-i bahan pembentuk starter ɛ
ij
: komponen acak bahan pembentuk starter ke-I dan ulangan ke-j Parameter pengujian yoghurt meliputi uji pH, TA Total Asam, viskositas serta viabilitas selnya melalui
uji TPC Lampiran 1. Pengujian kualitatif yoghurt dari perlakuan terpilih pada penelitian sebelumnya dilakukan dengan uji organoleptik panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 25
orang, pegawai Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Cimanggu-Bogor untuk mengukur tingkat
25
kesukaan panelis meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yoghurt pada skala hedonik yaitu sangat suka 7, suka 6, agak suka 5, netral 4, agak tidak suka 3, tidak suka 2, sangat tidak suka 1.
26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PEMILIHAN METODE ENKAPSULASI
Penurunan viabilitas bakteri asam laktat produk terfermentasi dalam penanganan dan penyimpanannya dapat menurunkan kualitas produk. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
tersebut adalah keasaman pH dan total asam, hidrogen peroksida, kandungan oksigen terlarut, konsentrasi asam laktat dan asam asetat dalam produk terfermentasi, suhu penyimpanan dan serta
konsentrasi protein whey Dave dan Shah, 1997; Kailasaphathy dan Supriadi, 1996; Lankaputra, et al., 1996. Salah satu upaya menjaga viabilitas bakteri asam laktat dengan enkapsulasi. Enkapsulasi cenderung
menstabilisasi sel, berpotensi meningkatkan viabilitas dan stabilitas selama produksi, penyimpanan dan penanganan kultur bakteri asam laktat. Enkapsulasi adalah suatu teknologi untuk mengemas material
padatan, cairan, atau gas dalam miniatur, kapsul yang dapat mengeluarkan isi atau kandungannya dibawah kondisi spesifik yang terkontrol Rokka dan Pirjo, 2010. Teknik enkapsulasi yang umum digunakan
antara lain; ekstrusi, emulsi, spray drying Anal dan Sigh, 2007. Pemilihan teknik enkapsulasi yang tepat dapat mempengaruhi viabilitas bakteri terenkapsulasi dan properti sensori produk.
Besarnya viabilitas bakteri yang dienkapsulasi dengan teknik emulsi sebesar 80-95 Krasekoopt et al., 2002 dan kecilnya ukuran beads basah yang dihasilkan berkisar antara 20µm-2mm Krasaekoopt
et al., 2003 serta kemudahannya untuk di scale up, maka atas pertimbangan itulah pada penelitian ini dipilih teknik enkapsulasi secara emulsi.
Modifikasi metode enkapsulasi secara emulsi pada penelitian ini dilakukan pada cara pemasukan larutan CaCl
2
dan lama waktu gelifikasi. Cara pemasukan larutan CaCl
2
dilakukan dengan menggunkan syringe pada jarak tetes tertentu dari larutan alginat-minyak. Penentuan ukuran diameter syringe dan jarak
tetes dilakukan untuk mengetahui rendemen terbesar beads yang dapat dihasilkan. Hasil pengujian tersebut disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 2.
Gambar 12. Rendemen beads alginat 4 yang dihasilkan oleh diameter syringe 20 G, 22G, 23G, 26G, dan 27 G pada jarak tetes 1cm dan 10 cm dari larutan emulsi alginat-minyak