Latar Belakang Efek Berita Kriminal Terhadap Perilaku Khalayak Remaja

1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Televisi sebagai media massa memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan media lain di dalam penyampaian pesannya. Salah satu kelebihan televisi yaitu paling lengkap dalam hal menyajikan unsur-unsur pesan bagi khalayak pemirsa, oleh karena dilengkapi gambar dan suara terasa lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup yang sangat luas Mulyana, 2001. Kehadiran televisi turut mengambil andil besar dalam pengembangan masyarakat yakni kehadirannya berperan dalam memberdayakan masyarakat. Bagi pengembangan masyarakat, televisi memiliki fungsi transmission. Menurut Wright Wiryanto, 2000 fungsi transmission menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai dan norma-norma sosial kepada masyarakat, sehingga mampu mempengaruhi opini, pandangan, sikap dan perilaku dalam interaksi sosial. Kelebihan televisi mampu mengemas program acara-acara yang menarik dan mampu mempengaruhi khalayaknya tanpa terbatas ruang dan waktu. Namun kehadirannya justru memunculkan kekhawatiran tentang dampak negatif yang akan menerpa khalayak. Kemampuannya mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang sehingga mampu menggeser waktu aktivitas seseorang serta menghabiskan waktunya menonton televisi. Hasil penelitian yang dilakukan Rusdi Muchtar 1979 pada masyarakat desa di Sulawesi Utara melaporkan bahwa sebelum ada televisi, orang biasanya pergi tidur malam sekitar pukul delapan dan bangun pagi sekali karena harus berangkat kerja ke tempat yang jauh. Sesudah ada televisi, banyak diantara mereka, terutama muda-mudi yang sering menonton televisi sampai malam, telah mengubah kebiasaan rutin mereka. Rakhmat, 2004. Televisi mampu mengubah kegiatan khalayak hingga perilaku khalayak terutama jika televisi dikonsumsi terus menerus. Sejak tahun 1962 televisi hadir di Indonesia, ketika akan dilangsungkan pesta olahraga Asian Games di Jakarta dengan waktu siaran hanya 3 jam sehari. Tahun 1976 saat mulai digunakannya satelit palapa, pemilikan media TV di Indonesia meningkat. Tahun 1987 awal kemunculan stasiun swasta pertama di Indonesia yakni RCTI dengan siaran terbatas, kemudian mulai bermunculan stasiun-stasiun swasta lainnya yakni TPI pada tahun 1992, ANTV pada tahun 1993, dan Indosiar tahun 1994. Perkembangan suasana pertelevisian semakin meriah dengan adanya kebebasan pers pada tahun 1999, sehingga semakin banyak stasiun-stasiun swasta yang ikut meramaikan pertelevisian Indonesia. Semakin banyaknya stasiun televisi swasta yang mengudara saat ini, telah menjadikan masyarakat Indonesia mampu memilih mata acara sesuai minat dan kebutuhannya masing-masing Mulyana, 2001. Pihak-pihak televisi menganggap semakin banyaknya stasiun TV tentunya akan memunculkan persaingan dan situasi yang kompetitif antar media elektronik untuk dapat merebut perhatian pemirsa dengan cara menyuguhkan acara-acara yang diperhitungkan akan disenangi oleh pemirsa. Untuk dapat menarik perhatian khalayak, paket acara yang ditawarkan dikemas semenarik mungkin. Berbagai paket acara yang disajikan diproduksi dengan memperhatikan unsur informasi, pendidikan serta hiburan. Namun, ketatnya persaingan justru menjadikan pihak pengelola stasiun menyajikan program acara yang dinilai kurang memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya bahkan etika dan norma masyarakat. Salah satunya unsur kekerasan menjadi menu utama di berbagai jenis tayangan yang dikemas dalam film, sinetron, dan berita. Salah satunya tayangan yang mengandung unsur kekerasan dikemas dalam bentuk berita kriminal. Hampir keseluruhan berita kriminal tidak segan menampilkan adegan kekerasan di layar kaca seperti korban kekerasan, misalnya ceceran darah, bahkan menggambarkan kronologis kejadian secara lengkap. Saat ini hampir di semua stasiun televisi swasta terdapat tayangan berita kriminal. Ada yang disajikan dalam bentuk berita mendalam indepth news, seperti, “Fakta” di ANTV, “Sidik Kasus” di TPI, “Di Balik Tragedi” di TV One, dan “Metro Realitas” di Metro TV. Ada pula yang disajikan dalam bentuk berita langsung atau harian daily news. Tayangan tersebut diantaranya adalah “Buser” di SCTV, “Sidik” di TPI, “TKP” di Trans7, “Sergap” di RCTI, dan “Patroli” di Indosiar. Unsur kekerasan yang terdapat dalam berita kriminal tidak dapat dibendung. Hal ini memicu munculnya faktor penentu perubahan bagi perilaku khalayaknya dalam aspek kognitif, afektif, dan konatif. Alternatif berita kriminal di televisi tentunya akan memberikan pengaruh bagi khalayak pemirsanya, terutama jika berita kriminal yang ditayangkan dinikmati oleh khalayak remaja. Menurut Hurlock Suharto, 2006 tahap perkembangan anak-anak hingga remaja, pada fase inilah remaja mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Khalayak remaja mulai menyesuaikan pola perilaku sosial sesuai tuntutan sosial. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif, yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek konatif yang meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan. Penelitian ini akan membahas mengenai efek tayangan kekerasan pada berita kriminal terutama pada aspek kognitif dan aspek afektif. Penelitian sebelumnya lebih menekankan pada efek konatif perilaku agresif. Namun penelitian ini menekankan pada efek kognitif dan afektif, yang mengkaji bagaimana khalayak merespon isi media mencangkup mengorganisasikan pesan, menilai, bahkan merasakan apa yang disajikan media. Hal ini menarik dikaji, dari aspek kognitif tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan, tetapi juga meliputi persepsi maupun penilaian dari citra yang dibentuk dari media. Aspek afektif pun dikaji tidak sebatas pada bagaimana perasaan khalayak setelah diterpa media. Pada penelitian ini membuktikan teori Pitaloka 2006 bahwa efek tayangan kekerasan berpotensi menimbulkan de-sensitization effects berkurang atau hilangnya kepekaan terhadap kekerasan menyangkut toleransi akan tindak kekerasan yang belum pernah diteliti sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan di atas, gencarnya berita kriminal menimbulkan kekhawatiran akan terbentuknya persepsi dan sikap atau karakter negatif yang kuat. Sehingga memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana siaran berita kriminal dapat menimbulkan efek di kalangan khalayak, khalayak yang bagaimana yang terkena efek tersebut dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya yang hanya dapat dijawab melalui penelitian semacam ini.

1.2 Perumusan Masalah