Hipotesis Kebaruan Novelty Pengembangan indeks resiliensi ekosistem dalam pengelolaan terumbu karang

14 Tahapan kedua adalah uji coba penggunaan rumus indeks untuk membandingkan resiliensi terumbu karang di 15 kabupaten, yang menjadi lokasi proyek COREMAP. Penelitian ini merupakan validasi kegunaan indeks untuk membandingkan resiliensi terumbu karang secara spasial. Penelitian tahap kedua ini juga menggunakan data dari P2O LIPI yang dikoleksi untuk proyek COREMAP pada tahun 2009, yang berjumlah 649 transek. Penelitian tahap kedua ini ditulis di dalam bab 3. Tahapan ketiga yang disajikan pada bab 4 menggunakan sumber data yang sama dengan penelitian tahap kedua. Karena pada tahap ketiga ini bertujuan untuk melihat perubahan indeks resiliensi secara temporal, maka selain digunakan data COREMAP tahun 2009 juga digunakan data tahun 2008, 2007, dan 2006. Sebenarnya COREMAP pernah mengambil data pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi yang tersedia dalam bentuk LFT life form table dan TLT taxon length table paling awal adalah tahun 2006. Pada penelitian tahap keempat bertujuan mengkaji perilaku indeks dalam proses pemulihan terumbu karang. Kebutuhan akan data terumbu karang runut waktu dari transek permanen dengan kurun waktu lama, lebih dari 10 tahun, merupakan hal yang sulit dipenuhi oleh lembaga penelitian dan universitas di Indonesia. Kegiatan seperti itu mungkin pernah dilakukan oleh lembaga penelitian dan universitas, tetapi penyimpanan data yang baik masih menjadi masalah utama. Data dengan sifat demikian hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan multinasional PT. Newmont Nusa Tenggara NNT. Penelitian tahap keempat disajikan dalam bab 5. 15 2 FORMULASI INDEKS RESILIENSI

2.1. Pendahuluan

Pengukuran kualitas suatu ekosistem merupakan tahapan yang sangat penting di dalam pengelolaan. Mengenali karakteristik dari suatu ekosistem merupakan langkah awal di dalam membuat rencana pengelolaan yang efektif. Salah satu komponen kualitas ekosistem terumbu karang adalah resiliensi, yaitu potensi pemulihan terumbu karang jika terjadi gangguan. Semakin tingginya ancaman terhadap kerusakan terumbu karang di era perubahan iklim global, membuat posisi resiliensi ekosistem semakin penting. Sayangnya, metode pengukuran resiliensi ekosistem tersebut masih dalam proses pengembangan. Di dalam awal bab ini perlu diklarifikasikan lebih dahulu tentang penggunaan kata ‘indeks’, ‘indikator’, dan‘peubah variabel’, yang akan banyak digunakan di dalam disertasi ini. Penggunaan istilah ‘indeks’ dan ‘indikator’ yang sangat bervariasi di dalam ekologi telah membingungkan dan multi-tafsir Heink Korawik 2010. Indeks dapat didefinisikan sebagai sebuah indikator ekologis yang secara kuantitatif mendeskripsikan kondisi dari suatu lingkungan atau ekosistem Lin et al. 2009. Kompleksitas ekosistem yang disederhanakan di dalam sebuah indeks menuntut formulasi indeks tidak cukup hanya melibatkan sebuah peubah. Sebuah indeks disusun menggunakan sejumlah peubah yang terintegrasi di dalam sebuah rumus penghitungan indeks. Peubah yang digunakan di dalam penghitungan suatu indeks disebut sebagai peubah indikator indeks atau peubah indikator. Secara konvensional kondisi terumbu karang dinilai berdasarkan tutupan dan keanekaragaman spesies karang, serta kelimpahan dan keanekaragaman ikan terumbu karang English et al. 1994. Data keanekaragaman karang seringkali kurang meyakinkan karena sedikitnya ahli taksonomi karang di Indonesia. Keanekaragaman spesies karang juga tidak dapat dianggap sebagai jaminan dari resiliensi terumbu karang. Keanekaragaman fungsional dapat lebih penting untuk menjalankan fungsi ekosistem daripada keanekaragaman komposisional Peru Doledec 2010. Pentingnya keanekaragaman fungsional memungkinkan ekosistem kehilangan spesies tanpa mengalami perubahan fungsi. 16 Tutupan karang sebagai indikator kondisi terumbu karang sudah lama mendapat keluhan, misalnya Pearson 1981 dan Done 1988, tetapi belum ada penggantinya yang lebih baik. Kekurangan dari tutupan karang sebagai satu- satunya indikator ekologis adalah tidak mencerminkan struktur komunitas dan kompleksitas habitat. Conservation International CI telah mengembangkan sebuah indeks untuk mengukur kualitas atau “kesehatan” terumbu karang yang disebut Reef Condition Index RCI. RCI dihitung berdasarkan 10 peubah kerusakan terumbu karang dan tutupan karang. Kesebelas peubah tersebut diklasifikasikan ke dalam 4 empat kategori dan masing-masing diberi bobot, sebagai bonus atau penalti Mckenna et al. 2002, p. 68. Penghitungan ini menghasilkan sebuah angka yang dianggap mencerminkan kondisi umum terumbu karang. Pengelompokan data tutupan karang dan penilaian peubah lain dilakukan dengan menggunakan skor skala 1-4. Pembulatan nilai peubah dengan skor membuat RCI menjadi indeks yang kurang sensitif terhadap perubahan komunitas. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyusun suatu rumus matematis yang dapat digunakan untuk menilai tingkat resiliensi terumbu karang. Tingkat resiliensi terumbu karang dalam arti kecepatan komunitas karang pulih kembali dari gangguan, tidak dapat dinilai hanya dari tutupan karang. Indeks resiliensi yang akan dikembangkan didasarkan pada metode transek garis, sebuah metode yang sudah sangat popular digunakan di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. 2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Penentuan peubah indikator Berdasarkan kajian pustaka diperoleh 11 peubah yang dapat menjadi calon peubah indikator resiliensi terumbu karang. Kesebelas peubah tersebut mewakili 6 enam komponen atau faktor yang berperan besar di dalam pemulihan terumbu karang Tabel 2, jika terjadi gangguan yang berdampak akut dan berkaitan langsung dengan kelulushidupan karang. Indeks resiliensi yang dikembangkan dirancang untuk mengukur secara kuantitatif kemampuan terumbu karang pulih kembali ketika mengalami gangguan kematian karang masal. Di dalam terumbu karang, komunitas karang