151
feudalisme dan fase Islam Moderenisme, gagal mempertahankan dan memelihara eksistensinya. Sebagian besar elite Gowa saat ini telah berhasil memotong
matarantai kekuasaan elite lama, dan kini mereka tumbuh sebagai kekuatan baru yang hampir tidak memiliki hubungan dengan elite-elite masa lampau.
5.4.1 Budaya Politik Kontestasi Antar Etnis dan Aktor
Faktor-faktor yang sangat berpengaruh pada proses pembentukan elite politik dan ekonomi di Sulsel adalah latar belakang aktor yang meliputi; budaya
politik, etnisitas, agama, genetik keturunan, ekonomi, pendidikan, dan pengalaman. Proses pembentukan elite bagi kelompok etnis atau agama minoritas,
sangat sulit meraih kedudukan sebagai elite ―puncak‖ di Sulawesi Selatan. Itu
sebabnya pada setiap proses pembentukan elite, figur yang selalu menguasai panggung elite politik dan ekonomi Sulsel selalu dari kelompok etnis mayoritas
Bugis. Pemilihan gubernur Sulsel adalah panggung politik yang paling tinggi posisinya untuk menguji faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam
pembentukan elite kekuasaan dan politik di Sulsel, terutama pemilihan gubernur secara langsung dipilih oleh rakyat. Pemilihan langsung gubernur secara langsung
oleh rakyat untuk pertama kalinya terjadi pada 2007. Hasilnya sangat mengejutkan, pemenangnya adalah SYL yang berasal dari etnis Makassar, etnis
nomor dua sesudah Bugis. SYL bersaing dengan elite yang berasal dari Bugis. Kunci kemenangan SYL terletak pada kepiawaiannya meleburkan sekat-sekat
etnis, agama dan wilayah. Ia berhasil mengkonsolidasikan perbedaan-perbedaan itu sebagai kekuatan baru dalam berpolitik. Dalam tulisan ini, peleburan
perbedaan-perbedaan etnis, agama, wilayah, dll yang dirubah menjadi kekuatan politik yang dikemas dalam model budaya politik hybrid hybrid politics culture.
Ketrampilan politik SYL yang melakukan peleburan perbedaan antar etnis, agama dan wilayah politik hybrid menjadikan ia sebagai elite
―puncak‖ di Sulsel melalui pemilihan gubernur langsung oleh rakyat. Gaya politik SYL sangat
mempengaruhi peta politik yang mewarnai panggung politik di Sulsel. Praktek politik hibrida yang dilakukan SYL berlangsung sejak pemilihan Gubernur
Sulawesi Selatan pada tahun 2003. Pada saat itu mampu meraih dukungan dari berbagai pihak terlepas dari dukungan Partai Golkar. Dukungan tersebut
152
berdasarkan ikatan kekeluargaan, ikatan suku dan kewilayahan, ikatan organisasi, partai politik dan di luar partai politik. Dukungan-dukungan yang diperoleh SYL
yang sangat beragam; melintas batas suku, etnis, wilayah dan agama, mencerminkan kepiawaian SYL mengelola manajemen politik, ekonomi dan
sosial di Sulawesi Selatan. Dukungan politik SYL diperolehnya melalui; Ikatan kekeluargaan yang
antara lain didukung oleh kedudukan ayahnya YL purnawirawan tentara kolonel, mantan pejabat, tokoh Muhammadiyah; ibunya NYL mantan anggota DPRD
Sulawesi Selatan periode 1994-1999, dan mantan anggota DPR RI dua periode, sekarang menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Persatuan Perempuan
Kosgoro GPPK Sulawesi Selatan, kakaknya TOY sebagai Ketua Partai Golkar Gowa, adiknya IYL sebagai Bupati Gowa dan mantan Wakil Bendahara Partai
Golkar, HYLsebagai Ketua Harian Golkar Makassar, DYLsekarang Ketua DPD Partai Hanura, IRYL yang merupakan salah satu pejabat eselon II di lingkup
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Kepala Badan Promosi dan Penanaman Modal, Ibu NNYL salah seorang saudaranya memilih mengelola bisnisnya di
Jakarta, dan istrinya AH, adalah direktur Rumah Sakit Dadi Makassar serta iparnya SHadalah fungsionaris Partai Golkar Sulawesi Selatan, dan mantan anggota DPRD
Sulsel empat periode. Ikatan kesukuan atau kewilayahan diperolehnya dari dukungan elite-elite etnis Makassar terutama dan Bugis yang menduduki posisi
strategis diantaranya dukungan dari Prof. Dr. RR Mantan Menteri Otonomi Daerah, dari Gowa, MM mantan Bupati Bantaeng, dan Ketua DPRD Gowa, OS
mantan bupati Sidrap, ZBP mantan Gubernur Sulsel, etnis Bugis Soppeng-Bone, LAM mantan bupati Luwu Utara, etnis Bugis Luwu, AAN mantan anggota
DPRD Sulsel dari etnis Bugis Bone. KB mantan wakil ketua DPRD Sulsel, dari Toraja serta tokoh-tokoh dari Parpol baik dari etnis Makassar maupun etnis Bugis.
Jaringan politik SYL yang sangat beragam, menembus batasan etnis, agama dan wilayah, menyebabkan figur SYL tidak dipandang sebagai figur yang mewakili
etnis tertentu, tetapi mewakili kepentingan seluruh etnis, agama dan wilayah. Meskipun pada saat pencalonan SYL sebagai calon satu-satunya dari etnis
Makassar pada pemilihan Gubernur tahun 2003 sangat mempunyai nilai tawar terhadap calon-calon berasal dari etnis Bugis untuk berpasangan dengan SYL,
153
karena hampir dipastikan dukungan etnis Makassar secara bulat kepada SYL. Pada pemilihan gubernur 2003, keputusan SYL menerima tawaran berpasangan dengan
AS membuahkan kemenangan bagi pasangan AS-SYL dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2003.
Pada Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2007, SYL muncul sebagai kandidat gubernur yang untuk pertama kalinya diadakan pemilihan
langsung yang membawa angin segar bagi etnis Makassar yang selama pemerintahan Orde Baru tidak mendapatkan kesempatan untuk menduduki posisi
bergengsi tersebut yang disebabkan sistem pemilihan yang tertutup. Sekaligus merupakan kesempatan bagi etnis Makassar untuk berkompetisi secara fair
dengan wakil dari etnis Bugis. SYL yang muncul sebagai representasi etnis Makassar tidak lepas dari kesuksesannya memimpin Kabupaten Gowa selama dua
periode yang kemudian mengantarkannya menjadi Wakil Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2003.
Hasil perolehan suara yang diterima KPU Provinsi Sulawesi Selatan, perolehan suara pasangan SYL-AA adalah 1.432.572 suara atau unggul 27.662
suara dari pasangan AS-MR yang memperoleh 1.404.910 suara. Untuk lebih jelas terdapat pada tabel berikut:
Tabel 8. Perolehan Suara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 2007
No Nama Pasangan Calon Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Perolehan
Suara Persentase
1. AS-MR
1.404.910 38,76
2 AQM
–MH 786.792
21,71
3. SYL-AA
1.432.572 39,53
Jumlah 3.624.274
100,00
Sumber: KPUD Sulsel, 2007. SYL memang memiliki keunggulan pada aspek intelektual maupun
kemampuan membangun jaringan yang luas dari berbagai kalangan. SYL memiliki jaringan di berbagai organisasi karena kedudukannya seperti sebagai
Ketua KNPI tahun 1990-1993, Ketua AMPI tahun 1993-1998, Sekretaris Partai Golkar Sulawesi Selatan, Ketua FKPPI, Ketua FORKI, Ketua Kwartir Daerah
154
Pramuka, Ketua KOSGORO, Ketua IKA FH Unhas, dan penyiar di Radio Suara Celebes milik kerabatnya serta masih banyak lagi organisasi yang ditekuninya.
94
Dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur langsung di Sulawesi Selatan yang untuk pertama kalinya, dibutuhkan upaya para kandidat untuk
mendapatkan suara dari pemilih, terutama para pemilih yang belum menentukan pilihan dengan menggunakan cara yang cukup rasional. Salah satunya dengan
menawarkan visi, misi dan program kerja yang akan mereka lakukan ketika terpilih. Kematangan berdemokrasi yang ditunjukkan oleh pemilih dengan lebih
rasional dan independen dalam merespon visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh setiap kandidat. Kematangan tingkat rasionalitas rakyat dalam
merespon setiap peristiwa politik yang terjadi, termasuk pemilihan kepala daerah dapat dijadikan tolak ukur kematangan berdemokrasi sebuah negara bangsa.
Dimana para pemilih memiliki tingkat independensi yang terlepas dari ikatan struktur, kultur dan sosio-psikologis yang melingkupinya.
Fenomena memudarnya loyalitas pemilih pada partai politik, juga menjadi titik awal untuk menggali lebih jauh pengaruh figur atau ketokohan dalam
pemilihan gubernur yang lalu. Terdapat beberapa kecenderungan yang menunjukkan pentingnya pengaruh ketokohan dalam mempengaruhi perilaku
pemilih, yaitu kepercayaan, nilai, kemampuan individual dan penghargaan. Kemampuan yang dimiliki SYL yang Doktor Hukum ini mampu menandingi
kemampuan calon-calon lain dalam merumuskan visi, misi, dan program yang dijual pada saat kampanye.
Pemilihan kepala daerah diatur melalui beberapa aturan atau regulasi, yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
serta Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005. Mekanisme pencalonan yang dibuat untuk mengatur tentang persyaratan
partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mendaftarkan pasangan calon yaitu memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD
94
Jabatan-jabatan tersebut seperti yang ditulis Syahrul Yasin Limpo, 2005. Jangan Marah Di Muara
. Makassar: Citra Pustaka.
155
Provinsi Sulawesi Selatan atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD Sulawesi Selatan, dan hanya dapat mengusulkan
satu pasangan calon. Pengajuan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur melalui pengajuan
dari Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD adalah tiga pasangan AQM dan MH, AS dan MR, serta SYL dan AA. AQM berpasangan dengan MH didukung
oleh 8 Partai Politik, yakni PPP, PBB, PARTAI MERDEKA, PSI, PPP, PPIB, PPNUI, dan PNBK yang mengantongi 15,83 persen dari total suara pada Pemilu
2004. AS dan MR yang diusung oleh Partai Golkar, PKS, Partai Demokrat, PKB, PKPI, dan PBSD mengantongi 57,27 persen dari total suara, sementara SYLdan
AA yang didukung empat partai politik, yaitu PAN, PDK, PDIP, dan PDS dengan total kursi sebesar 20,42 persen, seperti pada tabel berikut:
Tabel 9. Peta Dukungan Partai Politik terhadap Calon Gubernur dan
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan pada Pilkada Provinsi Sulsel Tahun 2007
No Kandidat Partai
Jumlah Suara Persentase
1 AS-MR
Golkar PKS
Partai Demokrat PKB
PKPI PBSD
1.644.635 266.314
99.107 65.751
57.736 14.983
43,85 7,10
2,64 1,75
1,54 0,40
2 AQM-MH
PPP PBB
Partai Merdeka PSI
PPD PPIB
PPNUI PNBK
240.417 110.235
80.951 53.292
32.708 24.042
28.409 23.533
6,41 2,94
2,16 1,42
0,87 0,64
0,76 0,63
3 SYL-AA
PAN PDK
PDIP PDS
257.861 251.715
184.563
71.445 6,88
6,71 4,92
1,91
Sumber: Data hasil olahan, 2009. Sebelumnya AS dan SYL adalah Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi
Selatan Periode 2003-2008, namun mereka hanya bisa akur selama dua tahun masa
156
kepemimpinan, selebihnya keduanya sama-sama membangun kekuatan, berinvestasi dalam jumlah merebut simpati pemilih untuk maju dalam Pemilihan Kepala Daerah
Sulawesi Selatan Tahun 2007. Persaingan antara AS dan SYL berlangsung selama dua tahun sebelum memasuki tahap pemilihan, yang menyebabkan roda
pemerintahan di Sulawesi Selatan menjadi tidak stabil.
95
Keduanya yang sama-sama dari Partai Golkar juga masing-masing membangun kekuatan di internal Partai Golkar. Pada Januari 2007, Dewan
Pimpinan Pusat DPP Partai Golkar memberi peluang supaya SYL tetap bisa mengikuti konvensi, bahkan Ketua DPP Partai Golkar, JKmerekomendasikan
SYL untuk maju dalam konvensi bersaing bersama tiga tokoh Golkar lainnya yaitu AS, AA, MR dan MR yang Kepala Balitbang Depdiknas, yang bukan
berasal dari internal Partai Golkar. Namun SYL menolak ikut konvensi Partai Golkar dengan pertimbangan jika kemudian kalah, maka memperkecil peluangnya
untuk maju kembali melalui partai lainnya. Menyadari ketatnya persaingan di Golkar dengan keinginan AS selaku Ketua DPD Partai Golkar untuk maju
kembali. Sehingga SYL sejak awal memilih partai politik lain sebagai pintunya, dengan mengikuti petunjuk dan cara JK maju ke Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden tahun 2004 yang tidak melalui pintu Golkar. Berbeda dengan AS yang karena pengaruhnya sangat kuat secara aklamasi
ditetapkan sebagai pemenang konvensi. Dalam konvensi juga yang digadang-gadang adalah AA bersama MRyang disebut sebagai calon kuat untuk mendampingi AS.
Menurut keterangan salah satu kader Golkar, bahwa munculnya figur Mansyur Ramly sebagai pengaman karena AA dan MR sama-sama kader Golkar. Apabila
diantara keduanya maju sebagai calon wakil gubernur maka akan menimbulkan perpecahan di internal partai. Setelah melalui perdebatan panjang yang akhirnya
menetapkan secara aklamasi Mansyur Ramly sebagai calon wakil gubernur mendampingi AS, dengan pertimbangan jika AS berpasangan dengan AA atau
MRtidak akan menambah suara karena sama-sama kader Golkar. Dengan tidak terpilihnya AA untuk mendampingi AS dan kemudian
memilih mendampingi SYL. Dukungan dalam Partai Golkar menjadi terbelah
95
Baca pernyataan Ilham Arif Sirajuddin tentanng ketidakakuran Amin Syam dan Syahrul Yasin
Limpo Tribun Timur, 9052007
157
disusul dengan pernyataan Wakil Sekretaris Golkar Sulawesi Selatan CAKS yang secara terus terang mendukung pasangan SYL dan AA. Yang terjadi kemudian
secara tegas dan terang-terangan sebanyak 10 elite Partai Golkar ikut mengantarkan Pasangan SYL dan AA saat mendaftar di KPU Sulawesi Selatan.
Kesepuluh orang itu terdiri dari keluarga SYL dan AA, serta beberapa elite Partai Golkar lainnya. Mereka adalah TOY Ketua Golkar Gowakakak SYL, IYLWakil
Bendahara Golkar Sulawesi Selatanadik SYL, HYL Wakil Ketua Golkar Makassaradik SYL, MM Wakil Ketua Golkar Gowakerabat SYL, Andi Altín Noor
Anggota Dewan Penasehat Golkar Sulawesi Selatankerabat SYL, SH Fungsionaris Golkar Sulawesi Selataniparnya SYL , OP Wakil Dewan Penasehat Golkar
Sulawesi Selatankerabat AA, MK Wakil Ketua Golkar Sidrapkerabat AA, KB Anggota Dewan Penasehat Golkar Sulawesi Selatan, dan EA Wakil Bendahara
Golkar Sulawesi Selatan. Dukungan dari elite-elite Partai Golkar tersebut tidak lepas dari usaha SYL dan
saudara-saudaranya membangun jaringan dengan mereka. Kehadiran mereka kemudian semakin memperuncing konflik antara AS dengan SYL, yang kemudian dalam rapat
tertutup DPD Partai Golkar memberikan peringatan tertulis kepada mereka. Perpecahan internal Partai Golkar tidak luput dari sikap JK sebagai Ketua
Golkar untuk memilih sesuai hati nurani secara tersirat memperlihatkan dukungan terhadap SYL yang maju dalam pemilihan sama seperti ketika JKmaju dalam
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Menurut bapak Kausar Bailusy, semestinya JKmenggerakkan mesin Partai Golkar untuk memenangkan AS sesuai
hasil konvensi Partai Golkar. SYL yang semula berkeinginan menggandeng AQM untuk berpasangan
melawan kekuatan AS, ditanggapi dingin oleh AQM yang kemudian memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur. Jika dilihat keinginan SYL ini didasarkan
pertimbangan suara yang dimiliki oleh AQM sebagai anggota DPD RI dengan perolehan suara terbanyak kedua atas dukungan basis Islamnya terutama Komite
Persiapan Penegakan Syariat Islam KPPSI yang menyebar di seluruh Sulawesi Selatan dan pertimbangan SYL akan menguasai perolehan suara pemilih di daerah
Selatan-Selatan yang berbasis etnis Makassar dan daerah Luwu Raya yang merupakan
158
basis etnis Bugis dan Toraja untuk mengantisipasi perolehan suara AS di daerah Etnis Bugis Bosowa dan Ajatappareng.
SYL yang memiliki pengalaman kepemimpinan dalam pemerintahan serta memiliki jaringan dan pengaruh yang luas dalam kelompok etnis dan wilayah
Makassar dan organisasi kemasyarakatan terutama dalam FKPPI, AMPI, PRAMUKA, dan Muhammadiyah, dimana orangtuanya adalah purnawirawan
tentara, mantan pejabat, tokoh pembina Pramuka, dan tokoh Muhammadiyah yang kesemuanya merupakan organisasi yang mempunyai banyak anggota yang
tersebar di Sulawesi Selatan, sehingga dari hubungan-hubungan subjektif dan emosional dari anggota organisasi-organisasi tersebut yang kebetulan juga
memiliki kedudukan sebagai ketua partai atau pengurus partai mendasari alasan objektif partai untuk mendukungnya. Sementara hubungannya dengan Partai
Damai Sejahtera yang beraliran Kristen lebih disebabkan kedekatannya dengan tokoh-tokoh agama Kristen karena SYL yang alumni Sekolah Katolik
Cenderawasih masih tetap menjalin hubungan baik denganaliamater dan teman- temannya. Keuntungan itulah yang memudahkannya memasuki komunitas Kristen
di Sulawesi Selatan. Selain itu dukungan pemilih Tionghoa walaupun hanya 400 ribu 7,6 dari
5,2 juta suara yang berasal dari Persatuan Pengusaha Katolik Tionghoa Sulawesi Selatan dari status sosial mayoritas adalah pengusaha yang merekrut banyak
tenaga kerja memberikan dukungan kepada SYL tidak bisa dinisbikan, berasal dari hubungan subjektif sebagai alumni Sekolah Menengah Atas Katholik
Cenderawasih dimana SYL sebagai salah satu alumni dan tetap menjalin hubungan yang intens dalam ikatan alumni dimana SYL selalu ikut berproses
keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah ini. Dukungan juga berdatangan dari kalangan akademisi muda yang tergabung dalam Kaukus
Intelektual Sulawesi Selatan KISS. Masyarakat Sulawesi Selatan terutama dari etnis Bugis, Makassar, Mandar,
dan sebagian kecil etnis Toraja adalah penganut agama Islam yang taat. Hal ini disebabkan karena agama Islam ditetapkan sebagai agama kerajaan dan
penerimaan Islam menjadi agama kerajaan yang hanya butuh waktu beberapa
159
tahun untuk menjadikannya berpengaruh kuat dalam tatanan budaya dan politik masyarakat Sulawesi Selatan sampai sekarang.
Penyebaran gerakan Muhammadiyah yang bertujuan menyebarkan dasar- dasar ajaran Islam dengan mendirikan sekolah sekolah swasta pertama kali di
daerah Sengkang Bugis walaupun sekarang telah menyebar ke seluruh Sulawesi Selatan dan malah sekarang lebih kuat di daerah selatan. Sehingga memiliki
korelasi terhadap dukungan masyarakat etnis Makassar kepada SYL yang disebabkan oleh ikatan kesukuan dan ikatan afiliasi masyarakat daerah selatan
yang mayoritas Muhammadiyah terhadap Partai Amanat Sulsel yang merupakan salah satu partai pendukung SYL dalam pencalonan Gubernur Sulawesi Selatan.
Upaya etnis Bugis supaya dominasi kekuasaannya tidak tergeser oleh etnis lain diperkuat oleh kekuasaan Partai Golkar yang sangat dominan dibandingkan
partai lainnya. Masyarakat bagian utara jazirah Sulawesi Selatan memilih berafiliasi dengan Partai Golkar karena kemampuan Partai Golkar untuk
mendekati bangsawan-bangsawan Bugis menjadi ketua dan pengurus partai di daerah-daerah utara, ditambah lagi menggunakan agama Islam dalam
menjalankan kampanye sehingga bisa diterima oleh masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya.
Kebulatan dukungan dari PDS diwujudkan dengan dukungan Persatuan Pendeta Se-Sulawesi Selatan yang melakukan sosialisasi di gereja-gereja seperti
yang diungkap secara hati-hati oleh salah seorang kader partai berlambang salib ini dan tidak mau namanya disebutkan. Beliau mengungkapkan besarnya
dukungan Persatuan Pendeta Se-Sulawesi Selatan tersebut hampir menyamai banyaknya dukungan etnis Bugis terhadap AS.
Kemenangan mutlak yang diraih SYL di Toraja yang berjumlah 138.204 suara menyamai perolehan suara AS di tiga Kabupaten di daerah Bugis
Ajatappareng. Kemenangan SYL di Toraja yang mayoritas beragama Kristen Protestan dan Katolik, tidak lepas dari kemampuannya melintasi
agama-agama, suku dan etnis.
160
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa kemenangan SYL atas AS dan AQM dapat diterjemahkan karena kemampuan SYL meleburkan sekat-sekat partai
politik, etnis, wilayah dan terutama lintas agama politik hibridisasi
96
yang tidak mampu dilakukan oleh calon lainnya, karena keterbatasan ruang lingkup jaringan
yang dimiliki, seperti AS yang hanya mengandalkan pada dukungan etnis Bugis dan Makassar yang beragama Islam dan terfokusnya dukungan terhadap AQM
dari Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam yang justru menjadi batu sandungan untuk bisa diterima oleh pemilih beragama Kristen terutama
masyarakat Toraja. Penolakan terhadap AQM juga datang dari Partai Damai Sejahtera yang mayoritas kadernya adalah etnis Toraja dan beragama Kristen.
AQM dianggap pernah melukai perasaan orang-orang Toraja dan AQM membawa pendekatan Islam aliran keras dengan keinginan menegakkan Syariat
Islam di Sulawesi Selatan dengan terbentuknya Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam dan dia sebagai ketuanya.
Meskipun SYL membangun budaya politik hybrid, akan tetapi secara tersembunyi dia mendorong sentiment etnisitasnya. Gejala ini dapat dipahami
sebagai usaha aktor elite untuk mendorong massanya memasuki ruang budaya politik kontestasi. Dengan memasuki ruang kontestasi, massa akan memiliki
militansi untuk memperjuangkan identitas politiknya.
96
Politik hybridasasi yang menjadi kekuatan Syahrul ia padukan dengan konsep-konsep lain seperti; wacana dan hegemoni. Syahrul berhasil ―memanipulasi‖ pengetahuan, makna dan modal
sosial . Salah satu tagline yang ―memanipulasi pengetahuan, makna dan modal sosial‖ yang cukup
kuat pesannya pada saat kampanye pemilihan gubernur adalah‘ DON‘T LOOK BACK. Tagline ini ingin memberi pesan; tentang pentingnya perubahan dan masa depan Sulsel yang baru. Peristiwa
masa lalu menurut Syahrul melalui tagline ini, hanya bisa menghambat persatuan dan kemajuan Sulsel, karena itu hendaknya kita buang jauh-jauh. Dari pesan ini Syahrul ingin mewacanakan dan
mengubah sentiment antar etnis Bugis dan Makassar yang begitu kuat, karena sejarah masa lalu, perang antara Sultan Hasanuddin dan Arung Palaka yang sangat membekas pada kedua etnis, dan
terus memicu semangat primordial mereka, menjadi semangat kebersamaan untuk SULSEL BARU yang lebih sejahtera dan maju. Kalau sentiment etnis tidak berhasil direduksi atau tetap
eksis, maka kekuatan politik etnis Bugis yang lebih dominan secara kuantitatif tidak akan bisa dikalahkan oleh Syahrul yang berasal dari etnis Makassar yang lebih kecil. Dalam konteks ini,
Syahrul berhasil menjadi actor yang memanfaatkan politik hybrid dan piawai menggunakan konsep wacana dan hegemoni untuk menggiring publik pada tujuan politiknya.
161
5.4.2 Ruang Kontestasi Tersembunyi