Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tempat Membayar Zakat
Dari tabel 5.17 tampak bahwa nilai sig untuk variabel pendidikan dan variabel keberadaan OPZ adalah kurang dari 10 persen sehingga dapat
disimpulkan variabel yang signifikan dalam mendiskriminasi individu yang membayar zakat atau tidak adalah variabel variabel pendidikan dan keberadaan
organisasi pengelola zakat pada taraf nyata 10 persen. Berdasarkan kondisi di lapangan, akan coba dijelaskan beberapa hal yang
bisa jadi alasan variabel pendidikan dan keberadaan OPZ menjadi faktor yang signifikan dalam mendiskriminan objek ke dalam kelompok membayar zakat ke
organisasi pengelola zakat dan kelompok membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat seperti memalui panitia zakat di masjid atau langsung ke
mustahik. Dari data hasil penelitian juga akan dijelaskan alasan variabel keimanan, penghargaan, althurism, kepuasan, organisasi, pendidikan, pekerjaan
dan pendapatan tidak signifikan memdiskriminan objek ke dalam dua kelompok penelitian.
Variabel pendidikan secara signifikan mendiskriminan objek karena dari hasil penelitian ini responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi memiliki
kecenderungan untuk membayar zakat melalui OPZ. Ini karena pengetahuan tentang pentingnya membayar zakat melalui OPZ lebih baik dibandingkan dengan
pendidikan terakhir yang lebih rendah. Dengan semakin tingginya pendidikan terakhir yang dimiliki, wawasan semakin bertambah dan semakin terbuka
terhadap nilai-nilai baru atau berbeda dari kebiasaan dan adat istiadat yang membayar zakat langsung diberikan ke mustahik.
Variabel ketersediaan OPZ memiliki nilai signifikan karena ketika individu ingin membayar zakat di organisasi pengelola zakat namun tidak tersedia
atau kurang berfungsi dengan baik maka kesulitan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Banyak dari responden yang membayar zakat ke organisasi pengelola
zakat karena di sekitar rumah terdapat lembaga amil, laporan keuangan yang transparan dan adanya sosialisasi secara langsung dari lembaga amil kepada
individu yang telah menjadi wajib zakat. Dari hasil penelitian ini ditemukan untuk pemilihan tempat membayar
zakat tidak dipengaruhi secara signifikan oleh faktor keimanan, faktor penghargaan, althurism, kepuasan, organisasi. Mereka yang memilih untuk
membayar zakat ke lembaga formal karena ketersediaan organisasi pengelola zakat di lingkungan sekitar rumah atau sistem pemotongan gaji langsung dari
kantor serta informasi yang mendukung terdapa pentingnya membayar zakat di lembaga formal disertai kinerja dan laporan yang diberikan.
Pada table 5.18 koefisien fungsi klasifikasi merupakan fungsi linear dari diskriminan, semakin besar nilai dari suatu variabel maka variabel tersebut yang
paling mendorong partisipasi berzakat. Apabila nilai suatu variabel lebih besar pada kelompok ya artinya variabel tersebut adalah yang paling berpengaruh
terhadap partisipasi pada kelompok tersebut.
Tabel 5.18 Koefisien fungsi klasifikasi
Tempat zakat Bukan OPZ
OPZ Keimanan
3.046 3.118
Penghargaan 10.802
10.872 Althurism
8.529 9.750
Kepuasan 4.532
2.821 Organisasi
.136 .189
Pendidikan -1.241
-.836 Pekerjaan
1.442 1.292
Pendapatan 4.971
4.757 adaOPZ
-2.385 1.784
Constant -61.731
-63.884 Sumber : Data primer 2011 diolah
Variabel keimanan mencerminkan keyakinan dan pelaksanaan rukun iman dan islam seperti kewajiban shalat fardhu, membayar zakat, kemampuan
membayar zakat, menuntut ilmu dan percaya balasan atas perbuatan yang dilakukan rata-rata lebih memengaruhi responden membayar zakat ke organisasi
pengelola zakat. Variabel penghargaan memiliki indikator seperti mendapat kemudahan
setelah membayar zakat, lingkungan menyambut baik saat membayar zakat dan senang disebut dermawan. Variabel ini lebih berpengaruh pada kelompok
membayar melalui OPZ walaupun dari tabel di atas nilai variabel ini pada kelompok bukan OPZ dan OPZ tidak terlalu berbeda secara signifikan.
Variabel althurism berpengaruh pada kelompok membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat. Kelompok ini melakukan pembayaran dengan latar
belakang sebagai upaya rasa syukur, merasa bersalah saat tidak membayar zakat, merasa hartanya menjadi bersih dan iba melihat fakirmiskin. Kepekaan sosial
yang dimiliki membuat kelompok ini memilih membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat supaya lebih efektif, efisien,tepat sasaran dan menjaga perasaan
rendah diri para mustahik. Variabel kepuasan lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke
bukan organisasi pengelola zakat. Kelompok ini terdiri dari berbagai kalangan baik petani, pegawai negeri atau swasta, peadagang, wilaswasta dan lainnya. Rasa
senang karena dapat membantu fakirmiskin dan menjadi contoh bagi orang lain mendorong anggota kelompok ini membayar zakat ke organisasi pengelola zakat
seperti panitia zakat di masjid atau langsung ke mustahik. Variabel organisasi lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke organisasi pengelola zakat.
Ini artinya kinerja yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat memiliki pengaruh terhadap individu memilih tempat zakat di organisasi pengelola zakat.
Variabel pendidikan lebih berpengaruh pada kelompok formal. Artinya semakin tinggi pendidikan wajib zakat maka tempat membayar zakat yang dipilih
kecenderungannya ke organisasi pengelola zakat. Variabel pekerjaan lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke
bukan organisasi pengelola zakat atau langsung menyalurkan ke mustahik. Jenis pekerjaan seperti petani, pedagang, wiraswasta, sebagian pegawai negeri sipil
lebih memilih membayar zakat ke masjid, pesantren atau menyalurkan langsung ke mustahik di lingkungan sekitar.
Variabel pendapatan lebih berpengaruh kepada kelompok yang membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat. Pada penelitian ini jumlah responden
dengan penghasilan 2,5 juta sampai 5 juta rupiah sebagian besar memilih bukan organisasi pengelola zakat atau menyalurkan sendiri sebagai tempat membayar
zakat. Variabel keberadaan organisasi pengelola zakat lebih berpengaruh kepada
kelompok yang membayar zakat melalui OPZ. Ini karena wajib zakat merasa dimudahkan dengan keberadaan OPZ di sekitar domisilinya.
Dari pemaparan diatas maka variabel keimanan, penghargaan, althurism, organisasi, pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan tempat membayar zakat.
c. Prediksi variabel Dependent Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel
independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek,
kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup. Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam
bentuk canonical discriminant function coefficients. Koefisein tersebut digunakan untuk menghitung skore diskriminan skore D
D = - 0,790 + 0,041 keimanan + 0,04 penghargaan + 0,703 althurism – 0,985 kepuasan - 0,30 organisasi + 0,233 pendidikan – 0,086 pekerjaan – 0,123
pendapatan + 2,399 ada OPZ Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah
setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan membayar zakat akan meningkat 0,041 satuan.
Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka
objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan
masuk grup 2. Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Rata-
rata nilai untuk fungsi membayar zakat ke organisasi pengelola zakat atau langsung ke mustahik adalah -0,678 dan rata-rata nilai untuk fungsi membayar
zakat ke organisasi pengelola zakat adalah 1,060. Tanda positif pada variabel keimanan, penghargaan, althurism, pendidikan
dan keberadaan OPZ menunjukkan variabel tersebut berpengaruh terhadap partisipasi berzakat melalui organisasi pengelola zakat. Tanda negatif pada
variabel kepuasan, organisasi, pekerjaan, dan pendapatan menunjukkan variabel tersebut berpengaruh terhadap partisipasi berzakat melalui bukan organisasi
pengelola zakat. Namun, variabel selain pendidikan dan keberadaan OPZ tidak memiliki pengaruh signifikan.
Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat dilihat dalam tabel 5.19.
Tabel 5.19 Hasil pengklasifikasikan prediksi untuk seluruh objek
Tempat zakat
Prediksi Anggota Grup Total
Bukan OPZ OPZ
N Bukan OPZ
46 15
61 OPZ
4 35
39 Bukan OPZ
75.4 24.6
100.0 OPZ
10.3 89.7
100.0 Sumber : Data primer 2011 diolah
Dari tabel tampak bahwa dari 61 responden yang berasal dari grup membayar zakat melalui bukan OPZ Y=0, ternyata ada 46 yang diklasifikasikan
benar atau 75,4 persen, dan dari 39 responden yang berasal dari grup membayar zakat melalui OPZ Y=1, ternyata ada 35 dapat diklasifikasikan dengan benar
atau 89,7 persen. Secara keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 81,0 persen. Model fungsi diskriminan ini dapat dinilai sangat baik karena persentase
objek dalam sampel dapat diklasifikasikan diprediksi dengan benar oleh fungsi tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hit ratio yang besar. Maka untuk
selanjutnya model ini dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependent atau pengklasifikasian objek berdasarkan atas nilai variabel independent dari
objek tersebut. Mannan 1992 lembaga zakat mengandung potensi luar biasa untuk
memperbaiki masyarakat. Lembaga ini harus dimanfaatkan dengan cara yang sistematis melalui badan pemerintah untuk membiayai program kesejahteraan
sosial dan jaminan sosial seperti panti untuk orang miskin, pusat pengobatan gratis, sekolah lain dan lain sebagainya.
Dengan demikian, untuk meningkatkan penghimpunan dana zakat di OPZ, maka OPZ harus mendirikan cabang di wilayah potensial atau mengaktifkan
kembali badan amil zakat di kecamatan dan desa, membuat laporan keuangan yang transparan, kinerja yang professional, dan kemudahan akses sehingga
masyarakat akan semakin dekat dengan lembaga formal yang memang seharusnya menjadi perantara satu-satunya antara muzaki dan mustahik.
Kebiasaan membayar zakat masyarakat kebanyakan hanya terjadi pada saat akhir Ramadhan. Biasanya para muzaki mendistribusikan zakatnya langsung
kepada mustahik di sekitar rumah atau melalui masjid yang dekat dengan tempat tinggal. Hal ini terjadi karena alasan kemudahan, lingkungan sekitar, akses yang
mudah, belum adanya kepercayaan dari para muzaki terhadap organisasi pengelola zakat milik swasta ataupun pemerintah dan kurangnya sosialisasi dari
BAZ dan LAZ yang berbadan hukum. Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, wajib zakat yang selama ini
membayar melalui bukan ke organisasi pengelola zakat seperti ke masjid atau menyalurkan secara langsung ke mustahik diprediksi bisa berpindah jadi
membayar zakat ke organisasi pengelola zakat yakni sebesar 15 persen. Oleh karena itu organisasi pengelola zakat perlu meningkatkan publikasi ke masyarakat
tentang keuntungan, urgensi dan cara pengelolaan zakat di organisasi pengelola zakat sehingga banyak wajib zakat yang tertarik untuk menyalurkan dana
zakatnya. Sasaran publikasi lebih diutamakan ke wajib zakat yang memiliki pendidikan terakhir relatif tinggi seperti SMA, sarjana, magister atau doktor
karena faktor ini yang signifikan memengaruhi pembayaran zakat di organisasi pengelola zakat dan lebih mudah diarahkan untuk perubahan berpikir dari
kebiasaan membayar zakat secara langsung ke mustahik menjadi dikelola lembaga. Untuk wajib zakat dengan pendidikan terakhir tidak tamat SD, SD dan
SMP tetap dilakukan sosialisasi tapi menggunakan strategi tersendiri yaitu pendekatan ke pemuka agama setempat atau pendekatan secara kultural.
Kusuma 2010 menyatakan zakat akan berdampak terhadap menurunnya kemiskinan di suatu tempat apabila beberapa asumsi terpenuhi. Pertama, Hasil
zakat cukup untuk memenuhi kebutuhan. Ini artinya pelaksanaan zakat harus sesuai dengan peraturan syariah sehingga dana yang disalurkan untuk mengatasi
kemiskinan besar. Kemudian, pemerintah bertanggung jawab dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat sehingga perlu ada hukum yang
melandasi kewajiban membayar zakat dan sanksi kepada yang tidak membayar zakat. serta lebih memiliki data orang-orang akan disalurkan zakat dan pemerintah
dapat mengawasi langsung pendistribusiannya. Ahmed 2004 menyatakan zakat dapat mengurangi kemiskinan jika didukung oleh kebijakan makro dan
pengumpulan serta distribusi dana zakat digunakan untuk kegiatan produktif.
Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS dan Badan Amil Zakat Daerah BAZDA merupakan langkah pertama yang sudah tepat dilakukan
namun terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan zakat di Indonesia, diantaranya adalah masih rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
karena undang-undang tentang zakat yaitu Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 masih dirasa belum cukup untuk mengumpulkan dana zakat sesuai potensi yang
ada. Kedua adalah penggalangan dana zakat belum dilakukan secara terpusat sehingga pengumpulan dana zakat tidak optimal. Akibat yang harus ditanggung
adalah tidak tercapainya tujuan-tujuan dalam pengumpulan zakat yang bukan saja untuk membantu fakir miskin semata, tetapi tujuan yang lebih luas yaitu
menyejahterakan umat. Ketiga adalah banyaknya lembaga amil zakat tidak menjadikan banyak orang tertarik untuk berzakat karena program-program yang
ditawarkan tidak menumbuhkan kesadaran untuk berzakat, melainkan promosi program-program pendistribusian. Keempat adalah adanya persaingan antara
lembaga amil zakat dan badan amil zakat dan kinerja lembaga pengumpul zakat yang kurang profesional dan transparan. Akibat dari kinerja yang kurang
profesional dan transparan, maka masyarakat cenderung membayar dan mendistribusikan zakatnya langsung kepada mustahik. Sehingga implikasi dari
pembayaran secara langsung adalah tidak tercapainya distribusi zakat secara merata dan tepat sasaran. Hal yang mungkin dapat terjadi adalah terdapat
mustahik yang menerima zakat dua kali dan ada pula yang tidak mendapatkan akat sama sekali.
Bewley 2005 menggalakkan zakat seperti menegakkan pilar penting untuk mengurangi kemiskinan. Ini bisa dilakukan jika zakat dikelola oleh lembaga
amil yang memiliki program pendayagunaan zakat yang baik. Bisa dalam program konsumtif, pendidikan, kesehatan ataupun kegiatan produktif yang dapat
mengangkat kaum penerima zakat menjadi pemberi zakat. Dana zakat diprioritaskan untuk tujuan bermanfaat dan penting bagi masyarakat dengan
demikian kekayaan tidak hanya akan berputar pada orang-orang kaya saja. Saefuddin, 1984
Ketentuan dalam pembagian zakat antara lain harta zakat dibagikan kepada semua penerima zakat mustahik apabila zakat itu banyak, semua sasaran
zakat ada, dan kebutuhannya relatif sama. Apabila semua golongan penerima zakat asnaf ada maka tidak wajib menyamakan pembagiannya antara satu
golongan penerima zakat dengan penerima zakat lainnya. Golongan fakir dan miskin merupakan sasaran zakat yang harus diprioritaskan untuk menerima zakat,
karena mencukupi kebutuhan mereka adalah tujuan utama zakat. IMZ, 2003