Karakteristik dan Persepsi Responden
Berdasarkan variabel pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kesadaran untuk membayar zakat juga semakin tinggi. Pada
Tabel 5.2, responden yang menjawab membayar zakat untuk tingkat pendidikan SD sebesar 75 persen. Persentase semakin meningkat seiring dengan semakin
tingginya tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan SMP keseluruhan responden menjawab membayar zakat. Hal ini didasarkan pada semakin tingginya tingkat
pendidikan, maka seseorang akan semakin mengerti dan sadar akan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk membayar zakatnya.
Berdasarkan jenis pekerjaan yang didominasi oleh PNS, sebanyak 86,2 persen menjawab membayar zakat dan sisanya 13,8 persen menjawab tidak
membayar zakat. Jenis pekerjaan lainnya yaitu, petani, pedagang, karyawan BUMN, karyawan swasta, wiraswasta dan lainnya menjawab membayar zakat.
Persentase responden terbesar yang menjawab membayar zakat terdapat pada karyawan BUMN yaitu 100 persen, sedangkan yang terkecil adalah golongan
karyawan swasta dan wiraswasta hanya 50 persen yang menjawab membayar zakat untuk membayar zakat. Hal ini dikarenakan pada responden yang memiliki
pekerjaan sebagai karyawan swasta merasa penghasilannya belum memenuhi semua keperluan rumah tangga dan bagi responden wiraswasta adanya
ketidakpastian penghasilan menyebabkan enggan mengeluarkan zakat atau membayar zakat tidak sesuai dengan kadar seharusnya ketika usahanya maju dan
dana zakat yang dikeluarkan dirasa besar. Responden dengan jenis pekerjaan sebagai petani 78,3 persen menjawab membayar zakat dan sisanya 21,7 persen
menjawab tidak. Bagi petani yang memiliki 0,25 hektar biasanya saat panen menghasilkan sekitar 1000 kg. Ini artinya penati tersebut sudah terkena kewajiban
wajib zakat. Sebagian besar petani membayar sesuai ketentuan kadar zakat yakni 5 persen untuk sawah perairan dan 10 persen untuk sawah tadah hujan. Adapun
petani yang tidak membayar zakat karena hasil panennya digunakan untuk keperluan lain seperti membayar hutang, sekolah, keperluan rumah tangga dan
sebagainya sehingga tidak bisa membayar zakat. Karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta dan wiraswasta cenderung lebih besar persentase yang
membayar zakat karena penghasilan yang lebih besar dan biasanya zakat yang
akan dibayarkan sudah dipotong dari gaji bulanan atau terdapat lembaga pengumpul zakat di institusi tempat bekerja.
Hal yang sama juga terjadi pada variabel pendapatan dimana semakin tinggi pendapatan, maka persentase responden yang membayar zakat lebih tinggi.
Berdasarkan Tabel 5.3, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah hanya 71.4 persen yang menjawab membayar zakat, pendapatan 2,5 - 5 juta rupiah meningkat
sebesar 82,5 persen menjawab membayar zakat dan pendapatan lebih 5 juta sampai 50 juta rupiah sebanyak 93,8 persen yang menjawab berzakat.
Berdasarkan uraian diatas, karakteristik kesanggupan orang membayar zakat ditentukan oleh tingginya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat
pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pendapatan, maka kesadaran seseorang untuk membayar zakat semakin tinggi. Sedangkan untuk jenis
pekerjaan, seseorang yang memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang tetap dan tinggi cenderung untuk membayar zakatnya. Berdasarkan Tabel 5.2 dimana
kebanyakan responden menjawab bersedia untuk membayar zakatnya dari berbagai variabel yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat untuk membayar zakat sudah semakin tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena semakin banyak orang yang membayar zakat berarti zakat
yang terkumpul akan semakin meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat.
Pembayaran infak dan sedekah seringkali tidak serutin seperti membayar zakat. Hal ini dikarenakan infak maupun sedekah merupakan ibadah sunnah,
namun sebaiknya rutin dilakukan sebab banyak manfaat yang akan didapatkan. Jumlah infak yang tidak dibatasi hanya 2,5 persen dari harta yang dimiliki dan
pihak penerima yang tidak memiliki aturan khusus hanya pada delapan golongan seperti zakat. Dana infak diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
membantu seseorang dari kesulitan hidup yang dialaminya. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes, dana infak pada
tahun 2010 tercatat hampir sama dengan dana zakat yakni Rp 800.000.0000,00. Dari 100 responden terdapat 49 persen membayar infak rutin dan 51 persen
menjawab tidak membayar infak secara rutin. Pada tabel 5.3 akan dijelaskan
tentang responden yang rutin berinfak atau tidak dengan variabel yang sama seperti pada pembayaran zakat.
Tabel 5.3. Rutinitas pembayaran infak
Variabel infak N
infak
Ya Tidak
Ya Tidak
Pendidikan SD
9 11
45.0 55.0
SMP 2
4 33.3
66.7 SMA
11 10
52.4 47.6
D3 5
100.0 0.0
S1 27
15 64.3
35.7 S2
5 1
83.3 16.7
Pekerjaan Petani
12 11
52.2 47.8
Pedagang 1
5 16.7
83.3 Karyawan BUMN
1 100.0
0.0 PNS
39 19
67.2 32.8
Karyawan Swasta 2
0.0 100.0
Wiraswasta 5
1 83.3
16.7 Lainnya
1 3
25.0 75.0
Pendapatan 1 juta - 2,5 juta
15 6
71.4 28.6
2,5 juta - 5 juta 36
27 57.1
42.9 5 juta – 50 juta
8 8
50.0 50.0
Sumber: Data primer 2011 diolah Pada Tabel 5.3 dijelaskan persentase responden yang membayar infak
secara rutin berdasarkan jenis pekerjaan, pendidikan terakhir, dan tingkat pendapatan per bulan. Kategori jenis pekerjaan responden antara lain petani,
pedagang, karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta, wiraswasta dan lainnya. Berdasarkan kategori pendidikan terakhir, responden diklasifikasikan berdasarkan
pendidikan SD, SMP, SMA, D3, S1, dan S2. Kelompok responden lulusan D3 memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin yaitu sebesar
100 persen. Responden dengan pendidikan terakhir SD memiliki persentase membayar infak secara rutin sebesar 45 persen. Responden lulusan SMP,
persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 33,3 persen. Kategori pendidikan terakhir SMA, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar
52,4 persen. Pada kelompok responden yang memiliki gelar sarjana dan strata 2, persentase yang membayar infak secara rutin dan yang tidak membayar infak
secara rutin sebesar 64,3 persen dan 83,3 persen persen. Hal ini menunjkkan
responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi, persentase membayar infak secara rutin lebih besar.
Berdasarkan kategori ini, kelompok responden dengan pekerjaan sebagai karyawan BUMN memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara
rutin yaitu 100 persen. Peringkat kedua adalah kelompok responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebesar 83,3 persen. Peringkat ketiga adalah kelompok
responden yang bekerja PNS yaitu sebesar 67,2 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai petani memiliki persentase membayar infak secara rutin sebesar
52,2 persen. Persentase responden yang bekerja di lainnya seperti jasa atau pensiunan yang membayar infak secara rutin sebesar 25 persen. Kelompok
responden yang bekerja sebagai pedagang memiliki persentase terendah dalam membayar infak secara rutin sebesar 16,7 persen. Secara keseluruhan partisipasi
responden rutin berinfak tidak sebesar membayar zakat. Dari 100 responden, 59 persen yang rutin berinfak dan 41 persen lainnya tidak rutin berinfak, lebih rendah
dari persentase yang membayar zakat yaitu 82 persen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar responden yang rutin berinfak adalah responden yang
mengikuti majelis taklim atau kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Ini karena dalam majelis taklim atau kegiatan sosial tersebut ada infak yang secara
rutin dikeluarkan untuk kelancaran kegiatan tersebut. Kategori respoden berdasarkan pendapatan per bulan, dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kelompok responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta, pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta dan pendapatan 5 juta sampai 50 juta
rupiah. Kelompok responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin sebesar 71,4
persen. Kemudian kelompok responden dengan pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta rupiah, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 58,7 persen.
Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta, persentase responden yang membayar infak secara rutin sebesar 50,0 persen. Tingkat pendapatan responden berkorelasi
negatif terhadap kebiasaan membayar infak secara rutin. Semakin tinggi pendapatan responden semakin kecil persentase rutin membayar infak.
Berdasarkan informasi dari Badan Amil Zakat Daerah, bagi pegawai yang belum terkena batas wajib zakat maka akan ditarik infak setiap bulan dari penghasilan
yang diterimanya. Ini bisa jadi melatarbelakangi responden dengan pendapatan antara 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase berinfak secara rutin
tertinggi dibandingkan kategori pendapatan lainnya. Berdasarkan Tabel 5.3 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang berinfak yaitu, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. Dari penelitian ditemukan bahwa pekerjaan dengan penghasilan tetap tidak berkorelasi positif
dengan rutin berinfak. Buktinya masyarakat dengan pekerjaan yang jumlah penghasilannya tidak tetap seperti pedagang dan wirausaha memiliki persentase
yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat yang memiliki pekerjaan dengan jumlah penghasilan relatif tetap seperti PNS.
Tabel 5.4 merupakan penjelasan lebih mendalam tentang berinfak yaitu periode membayar infak. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui periode berinfak
yang paling sering dilakukan responden. Pilihan periode berinfak berbeda-beda yaitu, per hari, per minggu, per bulan dan lainnya. Periode membayar infak juga
didekati dengan variabel pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran.
Tabel 5.4. Periode membayar infak
Periode infak N Periode infak
per hari
per minggu
per bulan
Lainnya per
hari per
minggu per
bulan Lainnya
Pendidikan SD
7 2
3 0.0
58.3 16.7
25.0 SMP
2 2
0.0 50.0
0.0 50.0
SMA 2
1 6
4 15.4
7.7 46.2
30.8 D3
2 3
40.0 60.0
0.0 0.0
S1 1
11 10
3 3.6
39.3 35.7
10.7 S2
1 2
2 20.0
40.0 40.0
0.0
Pekerjaan Petani
9 2
4 0.0
60.0 13.3
26.7 Pedagang
1 1
50.0 0.0
0.0 50.0
Karyawan BUMN
1 0.0
0.0 100.0
0.0 PNS
6 14
16 6
14.3 33.3
38.1 14.3
Karyawan Swasta
1 0.0
0.0 0.0
100.0 Wiraswasta
2 2
1 40.0
40.0 20.0
0.0 Lainnya
1 0.0
100.0 0.0
0.0
Pendapatan 1 juta sampai
2,5 juta 2
5 6
3 12.5
31.3 37.5
18.8 2,5 juta
sampai 5juta 4
19 11
7 9.8
46.3 26.8
17.1 5 juta -
50juta 3
2 3
2 30
20 30
20.0
Sumber: data primer 2011 diolah
Pada tabel 5.4, periode membayar infak tertinggi dipilih oleh para responden berdasarkan variabel pendidikan adalah per minggu. Periode infak ini
didapat dari responden yang menjawab melakukan infak secara rutin sebanyak 33 persen. Persentase periode per hari tertinggi ada pada kategori pendidikan terakhir
D3 dan S2, persentase per minggu tertinggi ada pada kategori D3, persentase per bulan tertinggi ada pada kategori SMA. Tingkat SD, SMP, D3 periode membayar
infak tertinggi adalah per minggu yaitu masing-masing sebesar 58,3 persen, 50 persen, dan 60 persen. Pada tingkat pendidikan SMA kesadaran membayar infak
mulai meningkat yaitu pada periode per bulan sebesar 46,2 persen dan pendidikan S2 periode per minggu dan per bulan seimbang yaitu sebesar 40
persen. Periode responden membayar infak per minggu biasanya dibayarkan pada saat shalat Jumat di mesjid-mesjid atau di majelis taklim.
Periode membayar infak tertinggi yang dipilih oleh para responden berdasarkan variabel pekerjaan adalah per minggu. Karyawan BUMN dan PNS
memilih periode per bulan sebagai periode yang tertinggi berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Petani dan wiraswasta memilih periode per minggu sebagai
periode tertinggi yaitu sebesar 60 persen dan 40 persen. Karyawan BUMN dan PNS periode tertinggi dalam membayar infak adalah per bulan sebesar 100 persen
dan 40 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang seimbang antara yang memilih periode per hari dan lainnya.
Periode infak rutin per hari persentase tertinggi dimiliki oleh pedagang dan wiraswasta. Ini disebabkan oleh banyaknya orang yang meminta infak setiap hari
dengan mendatangi tempat usaha mereka. Petani dan lainnya memilih periode per minggu untuk mengeluarkan infak yakni pada saat shalat jum’at atau hadir di
majelis ilmu. Karyawan BUMN dan PNS memilih infak rutin per bulan karena pendapatan yang diterimanya itu per bulan sehingga infak dikeluarkan setelah
mendapat penghasilan. Berdasarkan variabel pendapatan, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta
memiliki kecenderungan periode membayar infak per bulan dengan persentase 37,5 persen. Pendapatan antara 2, 5 juta sampai 5 juta mememiliki kecenderungan
periode membayar infak per minggu dengan dengan 46,3 persen responden memilih periode ini. Pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupiah memiliki
kecenderungan periode membayar infak per hari dan per bulan dengan persentase berimbang yaitu 30 persen. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi
pendapatan, maka semakin rajin membayar infak secara rutin. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan, periode membayar
infak yang lebih banyak dipilih oleh responden adalah per minggu baik dilihat dari sisi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Periode per minggu dipilih
sebagai waktu yang ideal untuk membayar infak karena bisa disalurkan pada saat pelaksanaan shalat jumat dan adanya pemikiran dengan jumlah total infak yang
sama, terasa lebih ringan dikeluarkan per minggu dibandingkan sekaligus pada setiap bulan.
Periode membayar zakat disajikan seperti pada Tabel 5.5. Responden diberi pilihan waktu yang biasanya digunakan untuk membayar zakat yakni
dikeluarkan per bulan, per tahun atau lainnya.
Tabel 5.5. Periode membayar zakat Periode zakat N
Periode zakat
per bulan
per tahun
keduanya per
bulan per
tahun Keduannya
Pendidikan SD
6 5
4 40.0
33.3 26.7
SMP 1
3 2
16.7 50.0
33.3 SMA
2 14
1 11.8
82.4 5.9
D3 2
2 50.0
50.0 0.0
S1 7
13 22
20.0 37.1
62.9 S2
1 2
3 20.0
40.0 60.0
Pekerjaan Petani
6 6
6 33.3
33.3 33.3
Pedagang 5
0.0 100.0
0.0 Karyawan
BUMN 1
0.0 100.0
0.0 PNS
20 30
40.0 60.0
0.0 Karyawan
Swasta 1
0.0 100.0
0.0 Wiraswasta
3 0.0
100.0 0.0
Lainnya 3
1 0.0
75.0 25.0
Pendapatan 1 juta sampai
2,5 juta 1
12 2
7.7 92.3
15.4 2,5 juta - 5 juta
19 29
4 39.6
60.4 8.3
Lebih dari 5 juta
6 8
1 42.9
57.1 7.1
Sumber: Data primer 2011 diolah
Periode membayar zakat berdasarkan pendidikan terakhir seperti terlihat pada Tabel 5.5 memiliki kecenderungan untuk memilih periode per tahun, tetapi
periode membayar zakat SD yang tertinggi adalah per bulan sebesar 40 persen dari 15 orang responden petani. Periode membayar zakat pada kategori
pendidikan terakhir D3 seimbang antara periode per bulan dan per tahun yaitu 50 persen. Kategori SMP, SMA S1 dan S2 persentase tertinggi pada periode
membayar zakat per tahun. Responden dengan latar belakang pendidikan rendah cenderung pada saat mereka dapat penghasilan, sebagian besar langsung
mengeluarkan zakat. Semakin tinggi latar belakang pendidikan, kecenderungannya mengeluarkan zakat per tahun. Ini didorong kebiasaan dan
pengaruh lingkungan sekitar. Periode membayar zakat berdasarkan pekerjaan memiliki kecenderungan
untuk memilih periode per tahun. Responden dengan kategori pedagang, karyawan BUMN, karyawan swasta dan wiraswasta seluruhnya 100 persen
memilih per tahun. Kategori PNS dan lainnya persentase yang memilih membayar zakat periode per tahun sebesar 60 persen dan 75 persen. Responden
petani yang memilih periode zakat per bulan, per tahun dan keduanya jumlahnya sama banyak sebesar 33,3 persen. PNS membayar zakat terbanyak setiap tahun,
namun yang bayar zakat per bulan juga cukup banyak sebesar 40 persen. Berdasarkan pendapatan, responden lebih banyak untuk membayar zakat
pada periode per tahun. Pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase terbesar dalam membayar zakat per tahun dibandingkan membayar
zakat per bulan dan lainnya yaitu sebesar 92,3 persen. Pendapatan pada kategori 5 juta sampai 50 juta memiliki persentase membayar zakat per bulan paling tinggi
diantara kategori pendapatan lainnya. Secara keseluruhan periode membayar zakat yang dipilih oleh responden
adalah periode per tahun per tahun berdasakan berbagai macam variabel seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Pemilihan waktu per tahun didasarkan
karena kewajiban membayar zakat mal dan fitrah yang biasanya dilakukan menjelang Idul Fitri. Kebiasaan untuk membayar zakat per bulan yang identik
dengan zakat profesi belum banyak dilakukan oleh masyarakat karena kurangnya pengetahuan itu dan belum adanya sistem potong gaji langsung setiap bulan.
Pada Tabel 5.6 keputusan seseorang dalam membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dihubungkan
dengan variabel pekerjaan, pendidikan terakhir, dan pendapatan yang dimiliki responden responden. Organisasi pengelola zakat adalah lembaga resmi yang
mengurusi tentang pembayaran dan pendistribusian zakat seperti lembaga amil zakat dan badan amil zakat. Tempat membayar zakat bukan kepada organisasi
pengelola zakat artinya membayar zakat melalui lembaga yang tidak berbadan hukum namun memiliki fungsi yang sama seperti lembaga amil atau
menyalurkan secara langsung kepada mustahik. Pada variabel pendidikan, responden yang paling tinggi persentasenya
dalam membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah responden yang berpendidikan D3 sebesar 60 persen, sedangkan untuk membayar zakat bukan ke
organisasi pengelola zakat adalah kategori pendidikan SD dengan persentase 70 persen. Ini menunjukkan tingkat pendidikan responden memengaruhi cara mereka
membayar zakat. Akan tetapi responden yang memilih untuk membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat memiliki persentase lebih tinggi.
Tabel 5.6. Tempat membayar zakat
tempat zakat N tempat zakat
OPZ Bukan OPZ
OPZ Bukan OPZ
Pendidikan SD
6 14
30.0 70.0
SMP 1
5 16.7
83.3 SMA
7 14
33.3 66.7
D3 3
2 60.0
40.0 S1
19 23
46.3 56.1
S2 3
3 50.0
50.0
Pekerjaan Petani
6 17
26.1 73.9
Pedagang 3
3 50.0
50.0 Karyawan BUMN
1 100.0
0.0 PNS
24 34
41.4 58.6
Karyawan Swasta 1
1 50.0
50.0 Wiraswasta
3 3
50.0 50.0
Lainnya 1
4 20.0
80.0
Pendapatan 1 juta - 2,5 juta
20 1
95.2 4.8
2,5 juta - 5 juta 3
60 4.8
95.2 5 juta - 50 juta
16 100.0
0.0
Sumber: Data primer 2011diolah
Pada variabel pekerjaan, dapat dilihat bahwa kebanyakan responden petani dan pekerjaan lainnya membayar zakatnya bukan ke organisasi pengelola zakat
sebesar 70 persen dan 80 persen. Kecilnya persentase petani dan pekerjaan lainnya yang membayar zakat pada organisasi pengelola zakat dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti jarak organisasi pengelola zakat yang jauh dari tempat mereka berdagang atau tinggal hal ini merupakan faktor utama yang
menyebabkan kecilnya persentase responden dalam membayar zakatnya ke organisasi pengelola zakat atau karena akses ke bukan organisasi pengelola zakat
yang lebih mudah. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang, karyawan swasta, wiraswasta memiliki persentase yang seimbang antara organisasi
pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dalam memilih tempat membayar zakat yaitu sebesar 50 persen. Ini menandakan untuk masyarakat
dengan kategori ini mulai banyak yang memilih organisasi pengelola zakat sebagai tempat membayar zakat. Dari responden yang bekerja sebagai karyawan
BUMN memilih membayar zakat di organisasi pengelola zakat sedangkan responden pegawai negeri sipil lebih memilih membayar zakat ke bukan
organisasi pengelola zakat sebesar 58,6 persen daripada membayar zakat ke organisasi pengelola zakat sebesar 41,4 persen.
Dalam variabel pendapatan, tingkat persentase responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta mayoritas membayar zakat di organisasi
pengelola zakat yakni 95,2 persen. Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupih, seluruhnya 100 persen bayar ke organisasi pengelola zakat. Responden
dengan penghasilan antara 2,5 juta – 5 juta sebesar 95,2 persen memilih lembaga informal. Ini menjadi fenomena tersendiri karena jumlah masyarakat yang
memiliki pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta lebih banyak daripada kategori pendapatan lainnya maka secara keseluruhan persentase yang membayar zakat
bukan ke organisasi pengelola zakat lebih banyak dibandingkan ke organisasi pengelola zakat.
Beradasarkan Tabel 5.6, peran organisasi pengelola zakat dalam menyerap zakat dari wajib zakat masih kurang optimal, tingkat persentase responden yang
membayar zakat ke organisasi pengelola zakat secara umum lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase responden yang membayar zakat bukan di
organisasi pengelola zakat yaitu 39 persen berbanding 61 persen. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak tersediannya organisasi
pengelola zakat di lingkungan sekitar menjadi faktor utama yang menyebabkan responden enggan untuk membayar zakat di organisasi pengelola zakat OPZ.
Cara lainnya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut, pihak organisasi pengelola zakat dapat melakukan langkah-langkah antara lain,
mendirikan cabang di daerah-daerah yang potensi zakatnya besar. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan DKM setempat. Daerah yang memiliki
potensi zakat yang besar antara lain sentral pertanian seperti Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Bumiayu serta daerah yang memiliki pendapatan per
kapita yang lebih tinggi yaitu Kecamatan Brebes. Langkah lainnya seperti menyediakan layanan jemput zakat atau fasilitas pembayaran on line.
Tabel 5.7 menggambarkan alasan-alasan seseorang dalam memilih tempat mereka membayar zakat. Terdapat sembilan variabel yang masuk menjadi alasan
seseorang membayar zakat, yaitu transparansi, tingkat profesionalitas, akses, ketersediaan informasi, kenyamanan muzakki dalam membayar zakat, kemudahan
dalam proses membayar zakat, faktor lingkungan, kepuasan muzakki dalam membayar zakat, dan fatwa kyai setempat. Jumlah responden yang membayar
zakat ke organisasi pengelola zakat adalah sebanyak 39 persen, dan 61 persen lainnya membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat.
Tabel 5.7. Alasan Membayar Zakat Melalui OPZ dan Bukan OPZ
Variabel Tempat Zakat N
Tempat Zakat OPZ
Bukan OPZ
OPZ Bukan
OPZ
Transparansi 29
1 74.36
1.64 Profesionalitas
30 1
76.92 1.64
Akses 18
15 46.15
24.59 Ketersediaan Informasi
12 12
30.77 19.67
Kenyamanan 12
12 30.77
19.67 Kemudahan
11 33
28.21 54.10
Lingkungan 7
30 17.95
49.18 Kepuasan
6 13
15.38 21.31
Fatwa Kyai Setempat 3
6 7.69
9.84
Sumber: Data primer 2011
Berdasarkan tingkat persentase alasan pemilihan tempat dengan total tempat berzakat responden, alasan responden membayar zakat melalui organisasi
pengelola zakat karena laporan keuangan organisasi pengelola zakat transparan sebesar 74,36 persen, kinerja organisasi pengelola zakat yang profesional 74,92
persen dan akses ke organisasi pengelola zakat yang mudah sebesar 46,15 persen. Ketersediaan informasi dan kenyamanan memengaruhi keputusan responden
membayar di organisasi pengelola zakat sebesar 30,77 persen. Terdapat 28,21 persen responden yang menyatakan memilih tempat bayar zakat melalui
organisasi pengelola zakat karena alasan kemudahan, sebanyak 17,95 persen karena lingkungan, 15,38 persen karena kepuasan dan 7,69 persen karena fatwa
kyai pemuka agama setempat. Alasan utama responden memilih tempat zakat bukan ke organisasi
pengelola zakat karena kemudahan membayar ke panitia amil masjid atau menyalurkan secara langsung ke mustahik sebesar 54,10 persen dan lingkungan
sebesar 49, 18 persen. Variabel akses dan kepuasan berada di peringkat berikutnya sebesar 24,59 persen dan 21,31 persen. Sebesar 19,67 persen responden memilih
tempat zakat bukan di organisasi pengelola zakat karena alasan ketersediaan informasi dan kenyamanan. Fatwa kyai pemuka agama setempat memengaruhi
9,84 persen dari total responden yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat untuk memilih tempat zakat ini. Alasan lebih transparan dan
profesional dijawab oleh 1,64 persen responden dari keseluruhan responden yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat.
Secara keseluruhan, variabel kemudahan membayar zakat merupakan alasan terkuat dengan persentase tertinggi dalam memilih tempat membayar zakat
yakni sebesar 44 persen. Baik responden yang memilih tempat zakat di organisasi pengelola zakat atau bukan organisasi pengelola zakat menganggap kemudahan
berperan penting dalam menentukan pemilihan tempat zakat. Peringkat kedua diperoleh oleh alasan lingkungan sekitar yaitu sebesar 37 persen. Kebiasaan
mayoritas masyarakat di lingkungan tempat tinggal membayar zakat ke organisasi pengelola zakat atau bukan ke organisasi pengelola zakat akan memengaruhi
seseorang untuk memilih tempat zakat di OPZ, begitu juga dengan lingkungan yang sebagian besar membayar zakat di bukan OPZ. Alasan akses tempat berada
di peringkat ketiga sebesar 33 persen dalam memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Responden cenderung memilih tempat zakat yang gampang
diakses dibandingkan tempat zakat yang tidak mudah diakses. Alasan transparan dan profesional memiliki persentase sebesar 31 persen dan 30 persen dalam
memengaruhi alasan tempat membayar zakat. Ketersedian informasi dan kenyamanan menjadi alasan 24 persen responden dalam memilih tempat berzakat.
Kepuasan yang dirasakan setelah menyerahkan dana zakat menjadi alasan 18 persen responden dan fatwa kyai pemuka agama setempat menjadi alasan 9
persen dari seluruh responden yang membayar zakat.