dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna, 3 Anak berhak atas pemeliharaan dan
perlindungan, baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan, dan 4 anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Huttman dalam Huraerah 2006merinci kebutuhan anak, yaitu: kasihsayang
orangtua, stabilitas emosional, pengertian dan perhatian, pertumbuhan kepribadian, dorongan kreatif, pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar,
pemeliharaan kesehatan, pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai, aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif, serta
pemeliharaan, perawatan dan perlindungan. Selanjutnya, Mutiara 2015 menyebutkan bahwa hak anak menurut UNICEF adalah hak untuk nutrisi yang
memadai, pendidikan, kesehatan, berpartisipasi, perlindungan dan hak untuk air bersih.
Huraerah 2006 menyatakan bahwa, kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan
perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula
mengalami hambatan mental, lemah dayanalar dan bahkan perilaku - perilaku maladaptive, seperti: autism, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka
menjadi manusia dengan perilaku kriminal.
2.3 Pendidikan Seks Pada Anak Berdasarkan Usia
Menurut Andika 2010 pendidikan seks bagi anak berdasarkan usia dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1 Pada usia 1 sampai 4 tahun. Pada rentang umur ini,
orangtua disarankan untuk mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital. Selain itu, pada umur ini perlu adanya pemberian informasi pada anak bahwa
laki- laki dan perempuan merupakan ciptaan Tuhan yang unik dan berbeda; 2 Pada usia 5- 7 tahun rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Oleh
karena itu, orang tua atau pendidik diharapkan bersikap sabar dan komunikatif, menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak.; 3 Pada usia 8- 10 tahun, biasanya
seorang anak sudah mampu membedakan dan mengenali hubungan sebab akibat. Pada fase ini, orangtua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi,
misalnya tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan membentuk bayi; 4 Pada usia 11-13 tahun, anak sudah mulai memasuki pubertas. Ia mulai mengalami
perubahan fisik, dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengeksplorasi diri, misalnya pada anak perempuan akan mulai mencoba- coba alat
make up ibunya.
2.4 Personal Safety Skill
Dalam Ringkasan Kajian Perlindungan UNICEF Indonesia 2013 menyebutkan bahwa UNICEF sebagai lembaga perlindungan anak berusaha menanggulangi tindak
kekerasan baik berupa kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran. Upaya tersebut dilakukan bersama dengan pemerintah yang dalam hal ini bekerja
sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak KPPPA, telah meluncurkan suatu gerakan yang bernama Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual
Terhadap Anak GN – AKSA. Pembentukan Gerakan ini sangat berperan dalam
meningkatkan kewasapadaan
dan kesadaran
masyarakat atas
tindakan tersebut.Tindakan tersebut diwujudnyatakan dalam bentuk dukungan pembentukan
hukum perlindungan anak. Selain itu, UNICEF Indonesia juga melakukan upaya
promosi kesehatan berupa melakukan promosi mengenai video yang diberi judul “Kisah Si Aksa” yang berdurasi 1 menit 59 detik pada bulan Juli 2014 dan
menerbitkan leaflet Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak GN- AKSA tahun 2015. Pada kedua media memperlihatkan upaya meningkatkan
pemahaman anak terhadap upaya yang harus dilakukan sendiri guna menghindari tindak kekerasan seksual terhadap dirinya.
Personal Safety Skill adalah kemampuan diri sendiri dalam memberikan respon terhadap lingkungan yang dapat membahayakan dirinya. Dalam penelitiannya
mengenai Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Melalui Personal Safety Skill, Anesty dan
Nur’aini 2015 menyatakan bahwa pengajaran personal safety skills pada anak dapat berperan sebagai upaya untuk mencegah dan meminimalisir kasus
kekerasan seksual pada anak. Sejumlah fakta empiris mengenai fenomena kekerasan seksual pada anak dengan segenap implikasi psikologisnya, mengisyaratkan perlunya
upaya prevensi maupun intervensi yang melibatkan segenap pihak yang bertanggung jawab untuk menghindarkan dan menyelamatkan anak dari kekerasan seksual. Dalam
Anesty 2015 Personal safety skills terdiri atas tiga komponen keterampilan yang dikenal dengan slogan 3 R yakni :Recognize, Resist, dan Report.
Recognize, yakni kemampuan anak mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual predator. Pada komponen recognizeini, anak diajari
untuk mengenali bagian-bagian tubuh pribadi yang tidak boleh disentuh sembarang orang, dan bagaimana mengatakan tidak saat orang lain melakukan sentuhan tidak
aman unsafe touch, menyuruhmembuka baju atau memperlihatkan bagian tubuh pribadi, menyuruhanak melihat bagian tubuh pribadi sang pelaku dan
memperlihatkan konten seksual. Anak diberikan kesadaran atas hak-hak pribadi terhadap tubuhnya, serta bagaimana mereka boleh menentukan siapa yang boleh dan
tidak boleh menyentuh bagian tubuhnya, terutama yang sensitive atau yang sangat pribadi. Dengan demikian anak diharapkan dapat membedakan pelaku tindakan
kekerasan seksual daripada orang lainnya yang berkomunikasi atau melakukan kontak fisik dengannya.
Resist, yakni kemampuan anak bertahan dari perlakuan atau tindakan kekerasan seksual, misalnya berteriak minta tolong, memberitahu orang lain bahwa orang yang
menggandengnya bukanlah ayahatau ibunya, dan sebagainya. Pada komponen resistini anak diajari untuk mengidentifikasi sejumlah tindakan yang dapat ia lakukan
ketika berhadapan dengan pelaku kekerasan seksual atau ketika berada dalam situasi yang memungkinkan terjadinya tindakan kekerasan seksual. Anak diajari untuk dapat
mengabaikan rayuan dan bujukan dari orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksu
al, mengatakan “Tidak” atau “Stop” dengan lantang dan tegas pada orang yang mencoba melakukan tindak kekerasan seksual pada mereka,melakukantindakan
perlawanan seperti memukul, menggigit, menendang pada pelaku kekerasan seksual, melarikan diri dari pelaku kekerasan seksual dan berteriak meminta pertolongan pada
orang sekitar. Report, yakni kemampuan anak melaporkan perilaku kurang menyenangkan
secara seksual yang diterimanya dari orang dewasa, bersikap terbuka kepada orang tua agar orang tuanya dapat memantau kondisi anak tersebut. Pada komponen report
anak diajari agar mampu bersikap terbuka atas tindakan kekerasan seksual yang diterimanya, dan mampu melaporkan pelaku pada orang dewasa atau lembaga lain
yang berkepentingan dan dipercayaoleh anak untuk membantunya. Menurut Kenny dan Wurtele 2009 dalam Anesty 2015, tujuan dari pemberian
personal safety skills anak menunjukkan peningkatan kemampuan dalam 5 hal, yaitu: 1 Mengenai situasi yang berpotensi abusive; 2 Menahan godaan atau bujukan
predator; 3 Melaporkan situasiabusive; 4 Menyalahkan pelaku bukan dirinya sendiri, dan 5 Melaporkan perasaan positif mengenai tubuh dan organ
genitalnya.Hal tersebut jarak ini menjelaskan bahwa terdapat rasa mawas diri yang harus diketahui oleh anak secara bertahap.
2.5 Promosi Kesehatan