Peran Konsultan Perjalanan Wisata dalam Kesehatan Wisata

8

2.4. Peran Konsultan Perjalanan Wisata dalam Kesehatan Wisata

Wisatawan merupakan kelompok populasi yang penting secara epidemiologi, karena memiliki mobilitas yang tinggi, cepat berpindah dari satu destinasi wisata ke destinasi lainnya.14 Mereka memiliki potensi terpapar penyakit dan kejadian yang tidak diinginkan diluar tempat asal, sehingga terkadang kasus ringan jarang dilaporkan dan jarang mencari pengobatan. Melihat karakteristik ini, terdapat kemungkinan terjadinya impor penyakit ke tempat asal dan demikian juga sebaliknya, kemungkinan ekspor penyakit ke tempat tujuan juga ada. Hal ini akan meningkatkan risiko perubahan daerah non endemis menjadi endemis terhadap suatu penyakit. Meskipun secara ekonomi peningkatan jumlah wisatawan mancanegara memiliki dampak positif, akan tetapi tren ini akan juga diikuti oleh peningkatan risiko kesehatan yang terkait. Dalam sebuah penelitian 15 didapatkan risiko kesehatan yang mungkin terjadi pada wisatawan adalah sebagai berikut. Dari setiap 100.000 wisatawan ke negara berkembang: 50.000 akan mengalami masalah kesehatan 8.000 akan memerlukan penanganan dokter 5.000 akan memerlukan istirahat di tempat tidur 1.100 akan tidak mampu beraktivitas rutin 300 akan memerlukan perawatan rumah sakit 50 akan memerlukan evakuasi udara 1 akan meninggal Data ini menunjukkan bahwa separuh wisatawan mancanegara yang datang ke negara berkembang akan mengalami masalah kesehatan yang terkait wisata. Dalam penelitian yang menggunakan data GeoSentinel 16 pada wisatawan yang kembali ke daerah asal dan mencari pengobatan, dapat diketahui permasalahan kesehatan yang umum terjadi pada wisatawn Gambar 2. 9 Gambar 2 Surveilans Geosentinel Penyakit pada Wisatawan yang Kembali Tahun 2007-2011 Konsultan perjalanan wisata secara teoritis 10 dapat berperan banyak dalam upaya-upaya pencegahan permasalahan kesehatan pada wisatawan. Pertama adalah perannya dalam hal pemberian informasi perlu tidaknya sertifikat vaksinasi, yang terkait aspek legal dalam mengunjungi suatu wilayah. Sebagai contoh perlunya sertifikat vaksinasi meningitis untuk berkunjung ke daerah Saudi Arabia. Peran lainnya adalah dalam memberikan rekomendasi vaksinasi yang diperlukan untuk pencegahan penyakit-penyakit tertentu. Misalnya, saat terjadi wabah rabies di Bali, maka konsultan perjalanan wisata dapat menyampaikan pentingnya vaksinasi rabies pra-exposure kepada wisatawan sebelum berkunjung. Atau saat sudah berada di Bali, konsultan perjalanan wisata maupun pramuwisata dapat memberikan informasi apa yang mesti dilakukan jika tergigit atau tercakar binatang yang berpotensi menularkan rabies. Selain itu, upaya kemoprofilaksis juga bisa disampaikan kepada wisatawan yang berisiko tertular suatu penyakit, tetapi bisa dicegah dengan pemberian obat-obatan tertentu. Sebagai contoh, wisatawan yang akan berkunjung ke daerah Nusa Tenggara Barat, atau kawasan timur Indonesia lainnya, bisa disarankan untuk berkonsultasi ke petugas kesehatan untuk mendapatkan obat pencegahan. Konsultan perjalanan wisata dan pramuwisata juga dapat dimanfaatkan dalam pemberian saran-saran terkait situasi kesehatan yang secara umum ada di suatu wilayah pada waktu-waktu tertentu. Pada saat kasus demam berdarah meningkat misalnya, konsultan perjalanan wisata dapat memberikan informasi mengenai upaya pencegahan terkait seperti perlindungan yang diperlukan saat berada atau beraktivitas di luar ruangan. BPW, juga bisa berperan dengan menyediakan berbagai media seperti brosur-brosur kemungkinan risiko kesehatan di daerah destinasi wisata, 6 berkoordinasi dengan agen 10 perjalanan wisata dan pramuwisata, termasuk menyampaikan pentingnya asuransi perjalanan, informasi repatriasi dan kondisi layanan medis di darerah destinasi wisata. Sebuah penelitian di Kanada 7 mendapatkan bahwa dengan melibatkan agen perjalanan wisata rujukan wisatawan yang berisiko ke klinik wisata untuk mendapatkan konseling pra- wisata meningkat secara bermakna. Penelitian ini menunjukkan bahwa 65 APW melaporkan terjadinya peningkatan wisatawan yang melakukan konseling p=0,03. Pemilik atau manajer APW cenderung lebih sering melaporkan adanya peningkatan dari sebelum adanya inervensi oleh peneliti OR = 7.25; 95 CI: 1.64 –32.06. Peningkatan rujukan cenderung lebih tinggi dilakukan oleh APW yang sudah lama beroperasi, yang memiliki jam kerja lebih lama, dan yang memiliki riwayat merujuk sebelumnya. Pada penelitian terhadap 145 APW di Western Australia 8 didapatkan bahwa 56 sudah memberikan informasi kesehatan secara umum kepada wisatawan yang akan berkunjung ke daerah berisiko terjadinya masalah kesehatan. Hampir semua APW sudah mendiskusikan asuransi perjalanan, tetapi sangat sedikit yang sudah mendiskusikan masalah kesehatan spesifik. Lebih dari 80 APW memiliki pengetahuan yang baik terutama mengenai yellow fever, malaria, dan keamanan pangan, akan tetapi sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang mengenai demam berdarah dan altitude sickness, atau penyakit yang muncul pada lingkungan ketinggian. Penelitian lain yang melibatlan 708 APW di Québec, Kanada, 9 menyatakan bahwa 81 responden yakin kalau APW dapat berperan penting dalam upaya pencegahan masalah kesehatan pada wisatawan. Peran yang paling penting bisa dilakukan menurut responden adalah dengan merujuk calon wisatawan untuk mendapatkan konseling pra-wisata di klinik- klinik wisata. Mayoritas APW mendapatkan informasi risiko kesehatan dari klinik-klinik wisata, namun demikian 40 responden berharap mendapatkan informasi lengkap dari departemen kesehatan setempat secara reguler, dan 28 lebih suka mencari informasi sendiri melalui Internet. Berdasarkan hasil pencarian literatur menggunakan basis data Medline melalui PubMed per Mei 2015, tidak ditemukan hasil-hasil penelitian yang membahas peran dari konsultan perjalanan wisata baik BPW, APW, maupun pramuwisata di negara tujuan wisata destinasi dalam upaya pencegahan masalah kesehatan pada wisatawan inbound atau wisatawan mancanegara yang datang berkunjung. 11

BAB 3 METODE PENELITIAN