Menimbang bahwa namun demikian sesuai Yurisprudensi yang sudah Menimbang, bahwa sebaliknya apabila pembebasan itu berdasarkan

commit to user lxxviii a. Putusan MA Reg. Nomor 892KPid1983 tanggal 4 Desember 1984, menyatakan bahwa Mahkamah Agung wajib memeriksa apabila pihak yang mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa, yaitu guna menentukan sudah tepat dan adilkah putusan pengadilan bawahannya itu. b. Putusan MA Reg. Nomor 532 KPid1984 tanggal 10 Januari 1985, menyatakan bahwa putusan bebas tidak dapat dibanding, tetapi dapat langsung dimohonkan kasasi. c. Putusan MA Reg. No. 449KPid1984 tanggal 2 September 1988, menyatakan bahwa Mahkamah Agung atas dasar pendapatnya sendiri bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni, harus menerima permohonan kasasi tersebut. d. Putusan MA Reg. No.449KPid1984 tanggal 8 Mei 1985 menyatakan bahwa seharusnya terhadap putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri itu, jaksa langsung mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. e. Putusan MA Reg. Nomor 321 KPid1983, yang isinya adalah :

1. Menimbang bahwa namun demikian sesuai Yurisprudensi yang sudah

ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa itu merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP tersebut, permohonan kasasi tidak dapat diterima.

2. Menimbang, bahwa sebaliknya apabila pembebasan itu berdasarkan

pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaannya dan bukan di dasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu, Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya meskipun mengenai hal ini tidak diajukan sebagai keberatan kasasi Mahkamah Agung atas commit to user lxxix dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut. f. Putusan MARI Nomor 759 K Pid1984, tanggal 8 Mei 1985 : Permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima, karena permohonan kasasi tidak dapat membuktikan bahwa putusan tersebut merupakan pembebasan yang tidak murni. g. Putusan MARI Nomor : 1454 KPid1985, tanggal 19 Maret 1987 : Mahkamah Agung selaku badan peradilan tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang diterapkan secara tepat dan adil, wajib memeriksa apabila ada pihak yang mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan bawahan yang membebaskan terdakwa guna menentukan sudah tepat dan adilkah putusan pengadilan bawahan itu. Putusan Mahkamah Agung ini melahirkan yurisprudensi bahwa putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa dapat diajukan kasasi. Mahkamah Agung dalam putusan tersebut, pada pertimbangannya menyatakan bahwa “apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 244 KUHAP, permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebutkan dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya unsur-unsur perbuatan yang didakwakan atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, Mahkamah Agung wajib menelitinya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni, Mahkamah Agung harus menerima permohonan kasasi tersebut.” Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terhadap putusan bebas dapat diajukan kasasi. Namun penuntut umum dalam mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan bebas harus dapat membuktikan dalam memori kasasinya bahwa pembebasan tersebut bukan merupakan pembebasan commit to user lxxx murni. Timbulnya kewajiban untuk membuktikan bahwa putusan tersebut berupa pembebasan yang tidak murni itu, disebabkan adanya ketentuan Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP, yang menyatakan bahwa terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding atau kasasi. Jadi dengan kata lain bahwa terhadap putusan bebas murni tidak dapat dilakukan upaya hukum kasasi, sedangkan terhadap putusan bebas tidak murni dapat dilakukan upaya hukum kasasi langsung tanpa banding. Bila dibandingkan antara ketentuan Undang-Undang Pasal 244 KUHAP dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung terdapat pertentangan. Dimana Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung. Namun dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung atau dalam prakteknya terhadap putusan bebas dapat diajukan kasasi. Mengenai hal ini, Mahkamah Agung dalam Rapat Kerja Gabungan I Tahun 1983 memberikan penjelasan bahwa Mahkamah Agung memperkenankan permintaan kasasi atas putusan bebas, ialah untuk menentukan sudah tepat dan adilkah putusan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi yang membebaskan terdakwa. Namun demikian, bukan berarti disini bahwa Mahkamah Agung akan selalu membatalkan putusan bebas yang dimintakan kasasi tersebut. Dalam setiap putusan kasasi atas putusan bebas, Mahkamah Agung selalu mempertimbangkan apakah putusan bebas yang dimintakan kasasi itu mengandung pembebasan yang murni sifatnya. Bila ternyata, putusan yang dimintakan kasasi itu mengandung pembebasan murni sifatnya, maka Mahkamah Agung akan menyatakan bahwa permohonan kasasi yang bersangkutan tidak dapat diterima Harun M. Husein, 1992: 121 . Dalam praktek peradilan, putusan bebas dibedakan menjadi putusan bebas murni, dan putusan bebas tidak murni. Putusan bebas murni adalah putusan akhir dimana hakim mempunyai keyakinan mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa adalah tidak terbukti. Sedangkan Putusan bebas tidak murni mempunyai kualifikasi, sebagai berikut : commit to user lxxxi a. Pembebasan didasarkan atas suatu penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan. b. Dalam menjatuhkan putusan pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, baik absolut maupun relatif dan sebagainya Oemar Seno Adjie, 1989:164 . Tentu saja terjadinya adanya contra legem yakni praktek dan penerapan hukum yang secara terang-terangan “bertentangan” dengan undang- undang antara ketentuan Pasal 244 KUHAP dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Putusan MARI Nomor 275 KPid1983. Menurut Hans Kelsen, dalam buku Maria Farida Indrati S. dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, teori mengenai jenjang norma hukum Stufentheorie . Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma lagi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu Norma Dasar Grundnorm Maria Farida Indrati S, 2007: 38. Di dalam Tap MPR Nomor III Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IIIMPR2000, Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menurut Pasal 2 Tap MPR Nomor III Tahun 2000 adalah : a. Undang-Undang Dasar 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; c. Undang-undang; d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perpu; commit to user lxxxii e. Peraturan Pemerintah; f. Keputusan Presiden yang Bersifat Mengatur; g. Peraturan Daerah. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Berdasarkan pengertian tersebut, maka peraturan perundang-undangan bersifat umum-abstrak. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menentukan bahwa sumber hukum dari segala sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UUD. Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan harus bersumber pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan menurut Undang- undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah. commit to user lxxxiii Karena jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana diuraikan di atas merupakan hierarki, maka kekuatan hukumnya adalah sesuai dengan hierarki tersebut. Yang dimaksud hierarki di sini adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menjadi dasar peraturan perundang- undangan yang lebih rendah. Apabila antara peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, konsekuensinya dapat dijadikan alasan untuk melakukan pengujian secara materiil judicial review . Dalam hal kedudukan hukum peraturan perundang-undangan lain yang sudah ada sebelum Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan diundangkan, namun tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut maka terhadap jenis peraturan perundang-undangan di luar yang disebutkan dalam Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam praktek, jenis peraturan perundang-undangan di luar yang disebutkan dalam Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan banyak sekali, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD KabupatenKota, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat Berdasarkan Tap MPR Nomor III Tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut di atas, KUHAP Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 merupakan suatu merupakan instrumen hukum yang paling tinggi berbentuk Undang- commit to user lxxxiv undang, dan haruslah dipahami bahwa Surat Keputusan Menteri dan Yurisprudensi, sebagaimana Tap MPR Nomor III Tahun 2000 dan Undang- undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan bukan termasuk dalam Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai Sumber Tertib Hukum adalah merupakan suatu bentuk sikap yang wajar apabila ada pihak-pihak yang membantah dan menyatakan tidak puas dengan adanya suatu putusan pidana yang dianggapnya merugikan. Untuk menyikapi hak hukum bagi pihak-pihak tersebut, peradilan pidana telah memberikan ruang guna melakukan upaya hukum sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, khususnya pada Bab XVII dan Bab XVIII, yakni berupa upaya hukum banding dan kasasi. Fungsi Peraturan Menteri itu sendiri menurut peraturan perundang- undangan adalah : a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya Pasal 17 ayat 1 UUD 1945. b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan presiden, karena menteri Negara adalah pembantu Presiden Pasal 17 ayat 1 UUD 1945 c. Menyelenggarakan ketentuan lebih lanjut dalam undang-undang yang secara tegas menyebutnya Pasal 7 ayat 4 Undang-undang Nomor 10 tahun 2004. d. Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan pemerintah yang secara tegas menyebutnya Pasal 7 ayat 4 Undang-undang Nomor 10 tahun 2004. Keputusan Menteri tidak dapat memuat ketentuan yang bersifat pengaturan. Kebutuhan untuk mengatur hal-hal yang bersifat normatif, standart, operasioanal, dan prosedur NSOP seharusnya menggunakan instrumen hukum “peraturan menteri” yang ditetapkan apabila diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi. commit to user lxxxv Soetandyo Wignjosoebroto menjelaskan mengenai pengertian hukum. Dimana pengertian hukum tersebut adalah : a. Hukum adalah asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal law as what ought to be . b. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. c. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto , tersistematisasi sebagai judge made law . d. Hukum adalah pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variabel sosial yang empiris. e. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Dan apabila dijkaji dengan menggunakan pengertian hukum yang diungkapkan oleh Soetandyo Wignjosoebroto di atas maka pada asasnya yurisprudensi adalah hukum judge made law dan mempunyai kekuatan mengikat terhadap para pihak Pasal 1917 KUH Perdata serta mengikat berlandaskan asas Res Judicata Proveri ate Habetur. Dikaji dari perspektif sumber hukum maka Yurisprudensi merupakan sumber hukum dalam artian formal. Dikaji dari aspek terminologinya maka yurisprudensi berasal dari kata Jurisprudentia bahasa Latin, yang berarti pengetahuan hukum Rechtsgeleerdheid . Sebagai istilah teknis yuridis di Indonesia, sama pengertiannya kata “ Jurisprudentie ” dalam bahasa Belanda dan “ Jurisprudence ” dalam bahasa Perancis, yaitu yang berarti hukum peradilan atau peradilan tetap. Dalam bahasa Inggris maka terminologi “ Jurisprudence ” diartikan sebagai teori ilmu hukum, sedangkan pengertian yurisprudensi dipergunakan dalam rumpun sistem “ Case Law ” atau “ Judge- made Law ”. Kemudian kata “ Jurisprudenz ” dalam bahasa Jerman berarti ilmu hukum dalam arti yang sempit aliran Ajaran Hukum. Istilah teknis bahasa Jerman untuk pengertian yurisprudensi, adalah kata “ Ueberlieferung ” Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1979: 56. commit to user lxxxvi Yurisprudensi adalah tidak sama dengan undang-undang undang- undang formal bahkan tidak dapat disamakan dengan peraturan perundang- undangan undang-undang materil. Tidak ada satu pun doktrin hukum di dunia yang mempersamakan antara keduanya. Kedudukan undang-undang dan yurisprudensi adalah sama-sama sebagai sumber hukum, seperti halnya dengan doktrin, kebiasaan, ketatanegaraan, dan konvensi. Dengan demikian sistem Peradilan di Indonesia menganut prinsip adanya Kebebasan Hakim independence of judiciary , konsekuensinya antara lain Hakim tidak terikat kepada putusan Hakim terdahulu. Selain dilihat dari pembentuknya, dimana yurisprudensi dibuat berdasarkan kekuasaan yudikatif sedangkan undang-undang dibuat berdasarkan kekuasaan legislatif, perbedaan antara yurisprudensi dan undang- undang bila dilihat dari kekuatan mengikatnya. Yurisprudensi hanya berlaku dan mengikat secara terbatas bagi para pihak yang berperkara, sedangkan undang-undang berlaku dan mengikat secara umum. Bahwa sistem hukum nasional Indonesia yang mengacu pada sistem hukum Eropa Continental Civil Law berbeda dengan sistem hukum di Amerika, Inggris dan semua negara bekas jajahannya yang menganut sistem hukum Anglo Saxon . Perbedaan ini nampak dalam tempat, kedudukan dan peran dari pada Yurisprudensi. Dalam sistem hukum nasional Indonesia, Yurisprudensi bukan merupakan undang-undang karena yurisprudensi merupakan keputusan yang baru memiliki kedudukan sebagai referensi sumber hukum bilamana telah menjadi yurisprensi tetap paste yurisprudensi . Namun hal itupun dapat, berubah sesuai dengan perkembangan jaman, perubahan perkembangan, pemikiran hukum di Mahkamah Agung. Berbeda halnya dengan sistem hukum Anglo Saxon yang mengenal prinsip judge made law , yaitu hukum yang dibuat oleh hakim, yurisprudensi memegang kedudukan dan peranan sebagai undang- undang. Yurisprudensi tidak dikenal di dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Akan tetapi demi terwujudnya kepastian dan keadilan hukum tentunya harus menyelaraskan antara substansi hukum, struktur hukum dan kultur commit to user lxxxvii hukum dengan hukum yang dibutuhkan masyarakat. Realitas objektif di dalam kehidupan sehari-hari, sering kali terjadi benturan antara materi hukum substansi dengan kebutuhan hukum masyarakat yang terkadang belum terakomodir dalam hukum positif Indonesia. Asas legalitas yang menjadi salah satu ciri negara hukum dimana suatu perbuatan dapat dikenakan sanksi apabila telah ada pengaturannya. Prinsip asas legalitas tersebut tentunya harus dipatuhi oleh para hakim pada saat menyusun putusan pengadilan. Akan tetapi, pada prakteknya seorang hakim diberikan kebebasan untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yakni dengan menelaah kembali sumber-sumber hukum yang berlaku. Adanya ruang kebebasan bagi hakim tentunya sangat berpengaruh dalam menemukan dasar pertimbangan hukum apabila dirasakan belum cukup hanya dengan menggunakan undang- undang. Yurisprudensi merupakan salah satu sumber-sumber hukum yang berlaku. Yurisprudensi adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung MA sebagai pengadilan tingkat kasasi atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap. Penilaian hakim menggunakan dasar pertimbangan hukum yurisprudensi merupakan suatu hal yang sangat penting mengingat kelemahan-kelemahan dalam sistem hukum positif. Arti penting yurisprudensi selain memudahkan hakim menangani permasalahan hukum sebagai dasar pertimbangan hukum menyusun putusan pengadilan, yurisprudensi juga dirasakan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kebutuhan hukum masyarakat seyogyanya ditempatkan sebagai persoalan penting menuju transisi peradilan yang bebas dan tidak memihak agar tidak terjadi pelecehan terhadap keadilan dan kebenaran. Dengan demikian, alternatif menggunakan yurisprudensi sebagai salah satu dasar pertimbangan hukum menjawab persoalan masyarakat yang notabene belum diatur dalam undang-undang tidak dapat dibenarkan. Karena menyalahi dari pada kewajiban tegaknya sebuah kebenaran dengan dasar keadilan. commit to user lxxxviii Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kasasi terhadap putusan bebas yang diajukan oleh Penuntut Umum terhadap putusan Pengadilan Negeri Sanggau dalam perkara perdagangan orang memang tidak sesuai dengan ketentuan Pasak 244 KUHAP. Akan tetapi demi terwujudnya kepastian dan keadilan hukum kasasi atas putusan bebas dapat diajukan oleh penuntut umum dengan pertimbangan bahwa putusan tersebut merupakan putusan bebas tidak murni dan terdapat kesalahankekeliruan pengadilan dalam menerapkan hukum, terdapat kekeliruankesalahan atau kelalaian pengadilan dalam cara mengadili danatauadanya tindakan pengadilan yang telah melampaui batas wewenangnya tersebut. Dan di dalam setiap putusan kasasi atas putusan bebas, Mahkamah Agung selalu mempertimbangkan apakah putusan bebas yang dimintkan kasasi tersebut, merupakan pembebasan murni atau pembebasan tidak murni sifatnya. Apabila ternyata putusan yang dimintakan kasasi itu mengandung pembebasan murni maka sesuai dengan yurisprudensi yang ada, Mahkamah Agung akan menyatakan bahwa permohonan kasasi yang bersangkutan tidak dapat diterima. Jadi sebelum mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung, penuntut umum harus terlebih dahulu memeriksa secara seksama apakah putusan tersebut merupakan putusan bebas murni atau putusan bebas tidak murni. Hakim menggunakan dasar pertimbangan hukum yurisprudensi yang merupakan suatu hal yang sangat penting mengingat kelemahan-kelemahan dalam sistem hukum positif. Arti penting yurisprudensi selain memudahkan hakim menangani permasalahan hukum sebagai dasar pertimbangan hukum menyusun putusan pengadilan, yurisprudensi juga dirasakan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Karena putusan hakim tidak selamanya memberikan rasa keadilan bagi para pihak, dalam hal ini adalah jaksa penuntut umum. Sehingga berdasarkan inisiatif jaksa penuntut umum diajukanlah kasasi tanpa banding. commit to user lxxxix

2. Nalar Hukum Penuntut Umum sebagai Dasar Pengajuan Kasasi

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI GIANYAR DALAM PERKARA SUMPAH PALSU DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

0 4 12

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

0 2 69

KAJIAN ANALISIS KOMPARATIF TENTANG UPAYA HUKUM KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK).

0 1 20

PUTUSAN BEBAS TIDAK MURNI SEBAGAI DASAR UPAYA HUKUM KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KELAS IA PADANG).

0 0 6

kajian yuridis upaya hukum kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas (vrijsvraak) dalam sistem peradilan pidana.

0 0 32

PENGABAIAN FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN OLEH JUDEX FACTIE SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PERKARA PENGGELAPAN DALAM JABATAN (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1455 K / Pid / 2013).

0 0 12

TINJAUAN TENTANG KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI TIPIKOR BANDUNG SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PERKARA KORUPSI (Studi Kasus Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1692 K/Pid.Sus/2014).

0 0 14

Tinjauan Diabaikannya Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP oleh Hakim Sebagai Dasar Alasan Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Pemalsuan Uang.

0 0 15

TINJAUAN TENTANG PENGAJUAN KASASI OLEH PENUNTUT UMUM ATAS DASAR PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YANG TERLALU RINGAN (STUDI PERKARA PERLINDUNGAN ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 828 K/PID.SUS/2012).

0 1 1

TELAAH YURIDIS PENGESAMPINGAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH JUDEX FACTIE SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI SURABAYA TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PENGGADAIAN TANAH SECARA MELAWAN HUKUM (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG N

0 0 11