3. Kulit putih, akibat dari serangan ini mengakibatkan tanaman kopi menjadi
kerdil dan buah mudah gugur. Untuk mengatasinya maka dilakukan pemberantasan semut, membabat tanaman yang disenangi kutu, memusnahkan
tanaman pelindung yang terserang dan menyemprot obat-obatan. 4.
Cendawan akar coklat dan akar hitam, tanaman yang terserang daunnya akan layu kuning dan kering. Untuk menghindari serangan lebih luas maka tanaman
yang terserang didongkel dan dimusnahkan, kemudian diisolasi dengan pembuatan parit.
f. Panen dan Pasca Panen
Kopi berbuah tidak serentak, maka panennya juga tidak dapat dilakukan sekali saja. Untuk itu pemetikan haruslah dipilih yang lazim disebut petik merah,
yaitu pemetikan buah yang masak berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan kopi untuk menghasilkan mutu yang tinggi
yaitu : 1.
Petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk buah, biasanya dilakukan pada buah kopi yang berwarna kuning sebelum usia
delapan bulan. 2.
Panen raya atau sistem petik merah, yakni pemetikan buah yang sebenarnya, pemetikan sistem petik merah dapat berjalan antara empat sampai lima bulan
dengan giliran sepuluh sampai 14 hari. 3.
Rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih, petik ini dilakukan bila sisa kopi dipohon masih berkisar 10 persen. Setelah kopi dipetik perlu dilakukan
penggilingan dua tahap kemudian penjemuran kira-kira 36 jam Tjokrowinoto, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penelitian Terdahulu
Eyverson Ruauw 2010, dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak
Program Agropolitan terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Kumelembuay Kota Tomohon
” menyatakan dari keempat jenis Program Agropolitan yang telah dilaksanakan di Kota Tomohon untuk sementara ini hanya satu program yang
sudah dapat digunakan bahkan bermanfaat bagi masyarakat terlebih petani yaitu jalan usahatani di daerah Kumelembuay. Manfaat jalan usahatani terhadap petani
sekitar dapat dilihat dari pendapatan petani sebelum dan sesudah ada jalan usahatani yang mengalami peningkatan, dimana sebelum ada jalan usahatani
pendapatan petaniha dari cabang usahatani kubis dan wortel sebesar Rp11.155.566 dan pendapatan petaniha sesudah ada jalan usahatani dari kedua
cabang usahatani tersebut sebesar Rp12.062.334 atau terjadi kenaikan sebesar 8,13. Peningkatan pendapatan ini dikarenakan adanya pengurangan biaya
angkutan sesudah ada jalan usahatani. Sherly 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak
Pengembangan Agropolitan Basis Jagung dan Partisipasi Masyarakat, di Provinsi Gorontalo, studi
kasus Kabupaten Pohuwata” menyatakan bahwa Program Agropolitan meningkatkan pendapatan usahatani petani di kawasan agropolitan
dengan adanya penyuluhan, intervensi harga dari pemerintah daerah, dan tersedianya infrastruktur jalan usahatani. Hasil analisis menunjukkan perbedaan
yang signifikan antara pendapatan usahatani di kawasan agropolitan dengan pendapatan usahatani di kawasan non agropolitan. Rata-rata pendapatan usahatani
di kawasan agropolitan di kawasan agropolitan lebih tinggi daripada rata-rata
Universitas Sumatera Utara
pendapatan usahatani non agropolitan, yaitu sebesar Rp 10.080.016.00hathn dan Rp 5 506.966.00hathn.
Harniwati 2008 dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Pengaruh
Program Agropolitan terhadap Usahatani Hortikultura di Kecamatan X Koto, Kapubaten Tanah Datar
” menyatakan bahwa pengaruh Program Agropolitan terhadap usahatani hortikultura di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar
ternyata mempunyai dampak yang beragam sesuai dengan aspek dan indikator usahatani hortikultura. Dampak Program Agropolitan yaitu keahlian petani dalam
melakukan budidaya meningkat, kualitas sarana dan prasarana pemasaran semakin baik serta lembaga-lembaga petani mulai berkembang di kawasan
agropolitan. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Agropolitan
di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar belum membawa dampak yang berarti terhadap usahatani maupun dalam meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Untuk itu direkomendasikan agar dilakukan peningkatan kemampuan menajemen usaha dan keuangan petani, mengaktifkan Sub Terminal
Agribisnis Koto Baru dan meningkatkan kapasitas pasar nagari Koto Baru, serta percepatan transformasi lembaga tradisional menjadi lembaga modern untuk
mendukung usahatani.
2.3. Landasan Teori