pendapatan usahatani non agropolitan, yaitu sebesar Rp 10.080.016.00hathn dan Rp 5 506.966.00hathn.
Harniwati 2008 dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Pengaruh
Program Agropolitan terhadap Usahatani Hortikultura di Kecamatan X Koto, Kapubaten Tanah Datar
” menyatakan bahwa pengaruh Program Agropolitan terhadap usahatani hortikultura di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar
ternyata mempunyai dampak yang beragam sesuai dengan aspek dan indikator usahatani hortikultura. Dampak Program Agropolitan yaitu keahlian petani dalam
melakukan budidaya meningkat, kualitas sarana dan prasarana pemasaran semakin baik serta lembaga-lembaga petani mulai berkembang di kawasan
agropolitan. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Agropolitan
di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar belum membawa dampak yang berarti terhadap usahatani maupun dalam meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Untuk itu direkomendasikan agar dilakukan peningkatan kemampuan menajemen usaha dan keuangan petani, mengaktifkan Sub Terminal
Agribisnis Koto Baru dan meningkatkan kapasitas pasar nagari Koto Baru, serta percepatan transformasi lembaga tradisional menjadi lembaga modern untuk
mendukung usahatani.
2.3. Landasan Teori
Schultink mendefinisikan pembangunan pertanian merupakan upaya- upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk memastikan kapasitas produksi
Universitas Sumatera Utara
pertanian jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui pilihan- pilihan pendekatan yang ramah terhadap lingkungan.
Konsep pembangunan pertanian adalah penggambaran suatu proses bagian utuh dari upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk memastikan kapasitas
produksi pertanian jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui pilihan-pilihan pendekatan yang ramah terhadap lingkungan.
Ada beberapa aspek aspek dalam pembangunan pertanian, yang pertama, adalah pengelolaan sumberdaya pertanian secara optimal untuk memenuhi
kebutuhan manusia pertanian berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing ekspor dan
kesejahteraan petani maka pembangunan pertanian juga harus dapat menciptakan lapangan kerja guna mengatasi angka pengangguran yang tinggi. Aspek yang
kedua adalah peningkatan taraf hidup petani. Pembangunan pertanian juga harus mampu mengatasi nilai kemiskinan yang selama ini mayoritas dialami oleh
petani. Petani ditempatkan dalam sistem sosial yang meletakkan petani sebagai elemen yang dibuat bergantung dan tak berdaya sepenuhnya. Pilihan yang akan
dilakukan oleh petani tidak sepenuhnya merupakan keputusan dirinya, melainkan pengaruh dari pihak luar petani. Kebijakan pemerintah terkadang juga belum
berpihak pada kaum petani. Terutama berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang kurang mendukung sebagai contoh penyebaran distribusi
produk pertanian antar pulau lebih mahal dibanding mengangkutnya ke luar negeri. Apalagi di era perdagangan bebas mendatang, petani dituntut untuk
melakukan perubahan. Aspek yang ketiga adalah meningkatkan pertumbuhan pertanian secara berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan hidup.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan pertanian juga harus mengedapankan aspek pelestarian lingkungan hidup. Sekarang ini pemerintah sedang mendorong sistem pertanian organik.
Petani selama ini masih mengalami ketergantungan dengan ketersediaan pupuk kimia. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan kita untuk
merubahnya, karena memerlukan waktu dan proses yang bertahap. Selain dari pelestarian alam juga harus didukung pula ketersediaan Sumberdaya Manusia
yang berkelanjutan karena tidak bisa dipungkiri bahwasanya banyak tenaga kerja di sektor pertanian beralih profesi ke sektor Industri. Harus diakui bahwasanya
sektor pertanian memiliki resiko yang amat tinggi terutama karena anomali cuaca ekstrim yang terjadi juga banyak berpengaruh berkurangnya peminat di sektor
pertanian. Menurut Garis
– Garis Besar Haluan Negara dan Pelaksanaan Pelita II,
pembangunan pertanian yang ada di Indonesia ditujukan untuk: 1 Meningkatkan
produksi pangan menuju swasembada karbohidrat non terigu, sekaligus meningkatkan gizi masyarakat melalui penyediaan protein, lemak, vitamin, dan
mineral, 2 Meningkatkan tingkat hidup petani melalui peningkatan penghasilan petani, 3 Memperluas lapangan kerja di sektor pertanian dalam rangka
pemerataan pendapatan, 4 Meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor hasil pertanian, 5 Meningkatkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan
industri untuk menghasilkan barang jadi atau setengah jadi, 6 Memanfaatkan dan memelihara kelestarian sumber alam, serta memilihara dan memperbaiki
lingkungan hidup, 7 Meningkatkan pertumbuhan pembangunan perdesaan secara terpadu dan serasi dalam kerangka pembangunan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mosher 1968, ada 5 syarat mutlak untuk keberlangsungan pembangunan pertanian, yaitu:
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani.
2. Teknologi yang senantiasa berkembang.
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal.
4. Adanya perangsang produksi bagi petani.
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontiniu.
Kelima komponen ini mutlak sangat dibutuhkan, dan harus bersinergi satu sama lain. contohnya ketika pasar untuk hasil-hasil pertanian sudah tersedia dengan
baik, namun jika tidak didukung dengan tersedianya pengangkutan yang memadai, maka proses distribusi hasil hasil pertanian tidak akan berjalan dengan baik, begitu
juga hubungan antara komponen yang lainnya. Disamping ke lima syarat mutlak itu, menurut Mosher ada lima syarat lagi
yang termasuk syarat-syarat atau sarana pelancar, yaitu : a.
Pendidikan Pembangunan. b.
Kredit Produksi. c.
Kegiatan gotong royong petani. d.
Perbaikan dan perluasan tanah pertanian. e.
Perencanaan nasional pembangunan pertanian. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan bagian dari potensi
kewilayahan kabupaten dimana kawasan agropolitan itu berada. Pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan penguatan sentra-sentra produksi pertanian
yang berbasiskan kekuatan internal, akan mampu berperan sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang mempunyai daya kompetensi inter dan intra regional.
Universitas Sumatera Utara
Konsep agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan
ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian tertinggal. Proses interaksi kedua wilayah selama ini secara fungsional ada dalam posisi
saling memperlemah. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian, mengalami permasalahan produktivitas yang stagnan. Di sisi
lain, wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih over urbanization, sehingga memunculkan ketidaknyamanan
akibat permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan Pranoto, 2005. Tujuan dari pengembangan kawasan agropolitan itu sendiri adalah untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan
mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis
kerakyatan, berkelanjutan
tidak merusak
lingkungan dan
terdesentralisasi wewenang berada di Pemerintah Daerah dan masyarakat di kawasan agropolitan. Dengan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, maka
di kawasan agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya on farm saja tetapi juga
“off farm nya, yaitu usaha agribisnis hulu pengadaan sarana pertanian, agribisnis hilir pengolahan hasil pertanian dan pemasaran dan
jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga
produktif, serta akan menigkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD. Perencanaan
pengembangan kawasan
agropolitan perlu
disusun berdasarkan
mekanisme penyusunan
anggaran agropolitan
dengan
Universitas Sumatera Utara
pendekatan buttom-up secara bersama antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota, Swasta dan Masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan
petani. Dukungan infrastruktur kawasan agropolitan meliputi :
1. Peningkatan produktivitas hasil pertanian, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas hasil pertanian yang berdaya saing tinggi dan diminati pasar jalan usahatani, jalan poros desa, talud jalan desa, gorong-gorong, plat duiker, box
culvert, dll. 2.
Pengolahan hasil pertanian, sebagai upaya untuk mendapatkan nilai tambah atas produk hasil pertanian dari semula hanya berbentuk produk primer menjadi
produk olahan, baik intermediate product mapun final product sehingga dapat meningkatkan nilai tambah seperti packing house, tempat penjemuran, sarana
industri kecil, penyediaan air bersih, dll. 3.
Pemasaran hasil pertanian, sebagai upaya untuk menunjang pemasaran hasil yang dapat memperpendek mata rantai tata niaga perdagangan hasil pertanian,
mulai dari sentra produksi sampai ke sentra pemasaran akhir outlet seperti, pembangunan pasar dan kios-kios agro, sub-terminal agribisnis STA.
2.3.1 Teori Pendapatan
Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus
mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah, Jenis
hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah, dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan
harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien Simanjuntak, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor penerimaan usahatani adalah nilai
produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan di gudang pada akhir tahun. Sedangkan
pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan
pupuk yang digunakan oleh usahatani. Pendapatan keluarga yang diperoleh petani berasal dari pendapatan bersih dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja keluarga
Soekartawi, 2003. Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup tanah, modal dan tenaga
kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usaha tani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi
faktor yang harus diperhatikan, yaitu luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, dan sebagainya.
Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yaitu pengeluaran tunai usahatani yang
dikeluarkan oleh petani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan opportunity cost adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja
keluarga, dan sewa lahan. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan di sektor pertanian merupakan tenaga kerja keluarga, yang opportunity cost-nya dianggap
setingkat dengan harga sewa buruh di luar pertanian Soekartawi, 1986; Gray C, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1. Faktor Pendapatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan terdiri dari faktor produksi input dan jumlah produksi output. Faktor produksi terbagi dalam dua hal, yaitu
ketersediaan dan harga. Harga yang tinggi akan menentukan besar atau kecilnya biaya dan pendapatan dari usahatani. Jumlah produksi terdiri dari permintaan dan
harga. Jika petani berhasil meningkatkan produksinya, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan rendah. Faktor produksi dan jumlah produksi berpengaruh
terhadap biaya dan pendapatan usahatani Suratiyah K, 2009.
2.4. Kerangka Pemikiran