Fungsi supervisi kepala ruangan

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Fungsi supervisi kepala ruangan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai mean observasi 160.76 melebihi nilai mean ideal 78 dan mendekati nilai maksimal 195. Hasil ini menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi supervisi di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan telah dijalankan dengan baik oleh kepala ruangan. Hasil penelitian fungsi supervisi kepala ruangan masih menunjukkan nilai yang berbeda dengan nilai range 58 . Hasil penelitian ini menunjukkan masih ada perawat yang memberikan penilaian yang berbeda. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh persepsi perawat menyatakan bahwa perawat tersebut mendapatkan ilmu baru pada saat mengikuti supervisi sesuai dengan item nomor 2 lampiran 3 hanya 3.75. Berdasarkan uraian tersebut kepala ruangan masih perlu meningkatkan pelaksanaan fungsi supervisi kepada perawat pelaksana. Kepala ruangan perlu meningkatkan proses pembelajaran kepada perawat pelaksana, memberikan sosialisasi hasil pelatihan sehingga perawat pelaksana dapat memperoleh ilmu baru melalui peran kepala ruangan. Hasil penelitian Astuty 2011, yang dilakukan di Rumah sakit Haji Jakarta bahwa mayoritas perawat pelaksana mempersepsikan fungsi supervisi kepala ruangan baik yaitu sebanyak 54,1. Hasil penelitian selanjutnya oleh Tampilang, Tuda dan Warouw 2013, pada delapan ruang rawat inap di RSUD Liunkendage Tahuna diketahui bahwa keadaan fungsi supervisi yang dilakukan kepala ruangan mayoritas baik yaitu 72. Hasil penelitian yang sama juga di Universitas Sumatera Utara dinyatakan oleh Qalbia, Noor dan Irwandy 2013 di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar diketahui bahwa mayoritas perawat pelaksana berpendapat bahwa pelaksanaan supervisi tinggi dibanding yang berpendapat bahwa pelaksanaan supervisi rendah yaitu sebanyak 59,4. Selanjutnya hasil penelitian Guswandi 2013, menunjukkan supervisi di Instalasi Rawat Inap C Blu RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Kota Menado mayoritas adalah kategori baik sebanyak 55,5. Penelitian tersebut berbeda dengan yang hasil penelitian yang dilakukan Mulyaningsih 2012, perawat yang mempersepsikan pelaksanaan supervisi oleh kepala ruang dengan baik sebanyak 46. Lynch 2008 menyatakan keefektifan dari pelaksanaan fungsi supervisi dapat di evaluai melalui penilaian persepsi orang yang menerima supervisi tentang supervisi yang dilakukan oleh supervisor. Supervisi merupakan kegiatan profesional yang dilakukan untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling membantu melalui proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam tindakan praktek NHS, 2012. Suyanto 2008, kepala ruangan bertanggung jawab melaksanakan supervisi kepada perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan. Sejalan dengan Swansburg 2010, menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu proses untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit dipertahankan dan ditingkatkan tanpa melakukan supervisi. Melalui supervisi kepala ruangan dapat Universitas Sumatera Utara memberikan pemahaman kepada perawat pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan. Hasil penelitian pada sub variabel menunjukkan bahwa perawat pelaksana dapat merasakan manfaat dari fungsi formatif, hal ini ditunjukkan dari hasil yang diperoleh dimana nilai mean observasi 51.86 melebihi nilai mean ideal 26 dan mendekati nilai maksimal 65. Berdasarkan hal tersebut kepala ruangan telah melaksanakan fungsinya sebagai supervisor klinik yaitu memberikan dukungan kepada perawat pelaksana untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian asuhan keperawatan melalui supervisi di Rumah Sakit Umum Daerah dr Pirngadi Medan. Fungsi supervisi ini dirasakan oleh perawat pelaksana yang dapat dilihan pada pernyataan negatif yaitu item nomor 4 yang menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi tidak memberi manfaat terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan. Penelitian Zakiyah 2012, menyatakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kepala ruangan mengajari pearawat pelaksana serta melakukan sosialisasi hasil pelatihan untuk menyamakan persepsi perawat pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan. Allen, McCartan dan McClymont 2010, Pitmen 2011, menyatakan fungsi formatif berfokus pada pengembangan dan keterampilan staf, serta merefleksikan praktek yang sudah dilakukan sehingga staf bekerja sesuai dengan standar yang berlaku sebagai aspek tanggung jawab dalam melakukan praktek. Sejalan dengan hasil penelitian Cruz, Carvalho, Sousa 2012, pelaksanaan Universitas Sumatera Utara supervisi yang baik dapat meningkatkan keterampilan melalui proses bimbingan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Hasil penelitian pada fungsi restorative diketahui bahwa nilai mean observasi 54.41 melebihi nilai mean ideal 26 dan mendekati nilai maksimal 65. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa kepala ruangan telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi perawat pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat tidak merasa tertekan untuk melaksanakan pelayanan keperawatan pada saat supervisi berlangsung item nomor 19 lampiran 1. Dukungan lain juga diberikan kepala ruangan dengan memberikan umpan balik terhadap permasalahan saya, hal ini sesuai dengan item nomor 16 lampiran 1. Manfaat dari fungsi restorative ini dapat dirasakan oleh perawat pelaksana dikarenakan kepala ruangan mampu membina hubungan interpersonal dengan perawat pelaksana. Sejalan dengan penelitian Brunero dan Panbury 2002, fungsi restorative berfokus kepada pemberian dukungan dan proses interaksi antara supervisor dan staf yang disupervisi. Berdasarkan hasil fungsi normatif mengindikasikan bahwa kepala ruangan telah melaksanakan pengontrolan dan pengendalian kualitas kerja perawat pelaksana. Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai mean observasi 54.49 melebihi nilai mean ideal 26 dan mendekati nilai maksimal 65. Pelaksanaan fungsi normatif tidak hanya dilakukan pada saat ditemukan masalah dalam pemberian asuhan keperawatan. Kepala ruangan telah membuat jadwal supervisi rutin, hal ini terurai pada item nomor 27 lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Pernyataan lain yang mendukung bahwa kepala ruangan melakukan fungsi normatif dapat dilihat pada item nomor 37 lampiran 1 yang menyatakan bahwa supervisi dilakukan kepada semua perawat pelaksana. Pelaksanaan fungsi normatif ini akan dapat mengevaluasi kinerja perawat pelaksan sehingga apabila ditemukan masalah dalam pemberian asuhan keperawatan dapat langsung diperbaiki. Sejalan dengan hasil penelitian Zakiyah 2012, pimpinan ruang berupaya mempertahankan kinerja perawat pelaksana dengan menilai penerapan SOP, menciptakan keselamatan pasien, dan mendiskusikan solusi yang diambil untuk menyelesaikan masalah. Korn 1987 menyatakan bahwa kepala ruangan mempunyai peran sebagai penilai. Penilaian dilakukan terhadap hasil kerja perawat pelaksana saat memberikan asuhan keperawatan selama periode tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, Allen, McCartan dan McClymont 2010, Pitmen 2011, menyatakan bahwa fungsi normatif dihubungkan dengan kemampuan supervisor untuk mempertahankan kinerja staf dengan membuat perencanaan, identifikasi masalah serta mempertahankan standar yang ada dan memberikan kepercayaan kepada staf untuk meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu. Berggren Severinsson 2005, menyatakan pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri, peningkatan kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan kemampuan dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab kualitas supervisi Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa kepuasan dalam pelaksanaan supervisi mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Berdasarkan ketiga fungsi supervisi kepala ruangan dapat dilihat bahwa nilai pada fungsi formatif lebih rendah dibandingkan pada fungsi normatif dan restoratif walaupun tidak terdapat range yang signifikan. Berdasarkan hal tersebut kepala ruangan perlu meningkatkan fungsi formatif. Fungsi formatif ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana. Kepala ruangan harus lebih meningkatkan fungsinya sebagai teacher untuk membantu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, meningkatkan kesadaran diri melalui proses pembelajaran dengan mengidentifikasi kebutuhan untuk meningkatkan profesionalisme kerja DHHS, 2009. Menurut Severinson 2001, Bush 2005, Dowson dan Leggat 2012, Manager mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan pemahaman dari setiap pelayanan asuhan keperawatan . seorang manager melatih perawat pelaksana untuk meningkatkan teknik-teknik dalam bekerja sehingga meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam 2011, bahwa supervisi dalam praktek keperawatan professional merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas- tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Universitas Sumatera Utara 5.2.Produktivitas kerja perawat pelaksana Berdasarkan hasil penelitian pada variabel produktivitas kerja perawat pelaksana diketahui bahwa nilai mean observasi 118.48 melebihi nilai mean ideal 56 dan mendekati nilai maksimal ideal 140. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr Pirngadi Medan adalah tinggi. Perawat pelaksana mampu melaksanakan tugas berdasarkan standar operasional. Pemberian pelayanan asuhan keperawatan diberikan secara efektif dan efisien. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kerja perawat pelaksana belum sama. Berdasarkan item pertanyaan nomor 8 lampiran 1 mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kualitas kerja dalam pemberian asuhan keperawatan sesuai prosedur, diketahui bahwa nilai mean adalah 3.90. Berdasarkan hal tersebut kepala ruangan harus mampu memberikan pelatihan melalui fungsi supervisi agar produktivitas kerja perawat pelaksana dapat meningkat. Sejalan untuk pelaksanaan tersebut kepala ruangan harus mampu memberikan penilaian produktivitas kerja perawat pelaksana sehingga dapat mengetahui perawat yang memiliki produktivitas lebih rendah untuk dapat diberikan pembelajaran dan pelatihan melalui supervisi keperawatan. Dukungan yang diberikan oleh kepala ruangan dapat dipengaruhi oleh hubungan interpersonal kepala ruangan dengan perawat pelaksana. Hubungan interpersonal yang baik akan mempengaruhi produktivitas kerja perawat pelaksana. Namun secara mayoritas produktivitas kerja perawat pelaksana mendekati nilai maksimal. Universitas Sumatera Utara Penelitian Muadi 2009, mayoritas perawat pelaksana bekerja produktif 53.2. Berbeda dengan hasil penelitian Minarsih 2011, mayoritas produktivitas kerja perawat adalah rendah 54,7. North Hughes 2012, produktivitas perawat merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang signifikan, peningkatan produktifitas perawat akan mempengaruhi produktivitas pelayanan kesehatan. Menurut Gillies 1994, penggunaan waktu produktivitas belum berarti produktivitasnya tinggi, tetapi dengan diketahuinya waktu yang digunakan, kita dapat mengukur waktu kerja yang produktif atau tidak produktif. Menurut Rivanto 1991 dalam Sutrisno 2012, salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi produktivas kerja yaitu, tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pendidikan perawat pelaksana adalah D3 64.4 dan lama kerja berkisar antara 2-33 tahun. Perawat yang memiliki pendidikan D3 dengan lama kerja minimal 2 dua tahun mempengaruhi produktivitas kerjanya. Hal ini berkaitan dengan umur yang 2 dua tahun setelah menamatkan pendidikan D3 masih lebih cepat untuk menerima informasi yang baru. Sejalan dengan hasil penelitian Lestari 2012 mengemukakan bahwa umur ataupun masa kerja merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. Tiffin dan Cormick dalam Siagian 2009, menyatakan salah satu yang mempengaruhi produktivitas ada pada diri individu yaitu umur. Berdasarkan umur pada hasil penelitian ini diketahui bahwa umur rata-rata responden adalah 36.21 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata umur perawat pelaksana masih berada dalam rentang produktif. Masa rentang usia produktif ini seseorang Universitas Sumatera Utara akan memiliki motivasi yang masih tinggi. Hal berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr Pirngadi Medan. Penelitian Nurniningsih 2012, yang mengatakan bahwa ada hubungan antara umur, pendidikan, lama kerja, jenis kelamin, dengan kinerja perawat. Perawat yang memiliki masa kerja yang lebih lama memiliki pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah seharusnya yang lebih lama masa kerjanya memiliki produktivitas yang baik. Perawat yang memiliki pengalaman atau masa kerja yang lama, lebih terampil dibandingkan dengan perawat yang memiliki masa kerja yang baru beberapa tahun. Hal tersebut juga yang memungkinkan bagi perawat yang memiliki masa kerja yang lama untuk dapat tetap menjaga produktivitas kerjanya. Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan menunjukkan bahwa rata-rata lama kerja perawat pelaksana adalah 11.01 tahun. Hal ini sangat mempengaruhi produktivitas kerja perawat pelaksana. Waktu yang lama meberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk lebih terampil melaksanakan tugasnya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kegiatan yang sama apabila dilakukan berulang-ulang akan menjadikan seseorang bekerja lebih efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan perawat pelaksana sudah terlatih dengan beban pekerjaan setiap hari. Hasil pada sub variabel efektivitas diketahui nilai mean observasi 58.97 melebihi nilai mean ideal 28 mendekati nilai maksimal ideal 70. Tingginya efektivitas kerja perawat pelaksana ini dikarenakan karena dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berpedoman kepada standar operasional prosedur SOP hal Universitas Sumatera Utara ini dapat dilihat pada item 12 lampiran 1. Perawat pelaksana juga mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien, merumuskan diagnosa, melaksanakan intervensi, serta mengevaluasi tindakan yang telah diberikan dan juga perkembangan pasien. Menurut Marquis Huston 2010, bahwa supervisi yang direncanakan dapat membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Tingginya nilai mean observasi pada efektivitas ini selain dari faktor pendidikan, umur, lama kerja juga dipengaruhi oleh pimpinan ruangan dalam hal ini kepala ruangan. Kepala ruangan yang terus menerus memberikan pembelajaran melalui supervisi akan meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Hasil pada sub variabel efisiensi diketahui nilai mean observasi 59.51 melebihi nilai mean ideal 28 dan mendekati nilai maksimal ideal 70. Tingginya efisiensi kerja perawat pelaksana ini dapat dilihat berdasarkan item pertanyaan nomor 26 lampiran 1, perawat pelaksana memaksimalkan kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan untuk dapat melakukan tindakan dengan teapat dengan nilai mean 4.39. Menurut Marquis Huston 2010, melalui supervisi tujuan asuhan keperawatan secara efesien dapat tercapai. Sejalan dengan Hall 2003; Soltani 2007; Swanburg 2010, produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari pemborosan dan keefektifan perawatan terhadap kualitas dan ketepatannya. Berdassarkan hasil penelitian pemberian asuhan keperawatan Universitas Sumatera Utara memiliki nilai efisien yang tinggi. Pelaksanaan asuhan keperawatan yang efisien ini dapat dipengaruhi oleh kinerja yang efektif. Semakin efektif dalam pemberian asuhan keperawatan maka akan semakin efisien. Berdasarkan hasil penelitian pada sub variabel efektivitas dan efisiensi diketahui bahwa kedua sub variabel tersebut memiliki nilai yang mendekati. Menurut Cheminais, Bayat, Walt dan Fox 1998 dalam Bhaga 2010, berpendapat bahwa produktifitas adalah nilai ekonomi yang meliputi efisiensi dan efektifitas melalui langkah-langkah yang telah ditentukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat yang optimal. Meningkatnya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif yang diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan Sutrisno, 2012. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai efektivitas lebih rendah dibandingkan dengan nilai efisiensi, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dipengaruhi karena kepala ruangan masih belum maksimal dalam pemberian pembelajaran serta pelatihan. Hasil ini dapat diketahui fungsi formatif lebih rendah dibandingkan fungsi restorative dan normatif.

5.3. Hubungan fungsi supervisi dengan produktivitas kerja perawat