dimana asupan gizi yang dikonsumsi seseorang lebih sedikit jika dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan sedangkan status gizi lebih
adalah keadaan terbalik dari status gizi kurang dimana asupan gizi yang dikonsumsi lebih banyak dan energi yang dikeluarkan sedikit.
2.6.1. Pengukuran status gizi lansia
Pengukuran status gizi digunakan untuk menentukan status gizi, mengidentifikasikan malnutrisi kurang gizi atau gizi lebih dan
menentukan jenis diet atau menu makanan yang harus diberikan pada seseorang. Untuk mengukur status gizi lansia sebaiknya menggunakan
lebih dari satu parameter sehingga hasil kajian lebih akurat Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2003. Pengukuran status
gizi dapat melalui pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan biofisik, dan antropometri. Alat pengkajian lain yang dapat
digunakan untuk menentukan status gizi adalah MNA The Mini Nutritional Assesment
. 2.6.1.1.
Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan
atas perubahan-perubahan yang yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel Supervicial ephithelial tissue seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat rapid clinical surveys. Survey ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih gizi.
Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda Sign dan gejala symptom atau riwayat penyakit. Pemeriksaan klinis assesment clinic secara umum terdiri dari
dua bagian,yaitu : 1.
Medical History Riwayat medis yaitu catatan megenai perkembangan penyakit
2. Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala
gangguan gizi baik sign gejala yang dapat diamati dan symptom
gejala yang tidak dapat diamati, tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi Supariasa, 2002.
2.6.1.2. Pemeriksaan Biokimia
Penilaian status
gizi dengan
biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini
digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan
pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia yanga sering digunakan adalah teknik pengukuran kandungan berbagai zat
gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urine. Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar normal yang
telah ditetapkan Supariasa, 2002.
2.6.1.3. Pemeriksaan Biofisik
Penilaian status gizi dengan biofisik termasuk penilaian status gizi secara langsung. Penilaian stayus gizi dengan
biofisik adalah melihat dari kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan jaringan meliputi
kemampuan kerja dan energi expenditure sert adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat dilihat secara klinis seperti
pengeran kuku, pertumbuhan rambut tidak normal dan menurunnya elastisitas kartilago. Penilaian status gizi secara
biofisik sangat mahal, memerluan tenaga yang profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu saja. Penilaian secara
biofisik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi.
2.6.1.4. Antropometri
Pengukuran status gizi yang paling sering digunakan dalam masyarakat adalah antopometri. Antropometri berasal
Universitas Sumatera Utara
dari kata antrhopos dan metros. Antrhopos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri atau ukuran tubuh, yaitu
Tinggi Badan TB, Berat Badan BB, Lingkar Lengan Atas LLA, dan ketebalan kulit trisepskinfold.
1. Berat Badan
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan
merupakan pengukuran kasar terhadap berat jaringan tubuh dan cairan tubuh Fatmah, 2010. Pengukuran berat
badan sangat menentukan dalam menilai status gizi seseorang. Dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang
mengikuti umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat
badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal Supariasa, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada
keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Namun, pada lansia akan mengalami
penurunan tinggi badan seiring dengan pertambahan usia. Pengurangan tersebut dapat disebabkan oleh berkurangnya
komponen cairan tubuh sehingga duskus invertebralis relatif kurang mengandung air sehingga menjadi lebih
pipih. Lansia mengalami kifosis, sehingga tinggi dan tegak lurusnya tulang punggung berkurang, lansia mengalami
osteoporosis sehingga akan mudah mengalami fraktur
vertebra yang mengakibatkan tinggi badan berkurang Nugroho, 2008.
Meiner 2006 juga menjelaskan bahwa tinggi badan lansia yang tidak dapat berdiri tanpa bantuan dapat
diperkirakan dengan mengukur tinggi lutut. Oleh sebab itu, dianjurkan menggunakan ukuran tinggi lutut knee
height untuk menentukan secara pasti tinggi badan
seseorang. Tinggi lutut tidak akan berkurang, kecuali jika terdapat fraktur tungkai bawah Nugroho, 2008.
Nomogram atau konversi tinggi badan dari tinggi lutut untuk prediksi tinggi badan pria adalah 56,343 + 2,102 ×
Universitas Sumatera Utara
tinggi lutut sedangkan untuk prediksi tinggi badan wanita adalah 62,682 + 1,889 × tinggi lutut Fatmah,2010.
3. Lingkar Lengan Atas LLA
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Lingkar lengan atas merupkan parameter antropometri yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga
yang bukan profesional. Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein.
LLA banyak digunakan untuk pengukuran status gizi Supariasa, 2002.
Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dala jangka pendek.
Pengukuran LLA dilakukan untuk menilai apakah seseorang mengalami kekurangan energi kronik atau tidak.
Ambang batas LLA dengan risiko kekurangan energi kronik di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA
kurang dari 23,5 cm artinya orang tersebut beresiko mengalami kekurangan energo kronik Supariasa, 2002.
4. Tebal Lipatan KulitPengukuran skinfold
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukran lemak bawah kulit skinfold dilakukan pada beberapa bagian
tubuh.Bagian tersebut terdapat pada bagian atas triceps
Universitas Sumatera Utara
dan biceps, lengan bawah forearm, tulang belikat subscapular, di tengah garis ketiak midaxillary, sisi
dada pectoral, perut abdominal, suprailiaka, paha, dan tempurung lutut suprapatelar.Lemak tubuh dapat diukur
secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total.
Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan umur. Umumnya lemak bawah kuliat ntuk
pria 3,1 kg dan pada wanita 5,1 kg.
2.6.2. Penentuan Status Gizi