52
Setelah dilakukan tahap skrining, ada 51 lansia yang harus lanjut ke tahap pengkajian. Tahap pengkajian menggunakan full MNA.
Pada akhir tahap ini akan didapatkan hasil kategori status gizi lansia. Apabila nilai pengkajian
≥24 maka dikategorikan nutrisi baik, apabila nilai pengkajian 17-23,5 maka dikategorikan dalam risiko malnutrisi,
dan apabila ≤17 maka dikategorikan malnutrisi. Dari hasil pengkajian
yang dilakukan pada 51 lansia 100 didapatkan hasil bahwa sebanyak 11 lansia 21,6 mengalami nutrisi baik, sebanyak 19 lansia
37,3 mengalami risiko malnutrisi, dan sebanyak 21 lansia 41,2 mengalami malnutrisi. Distribusi lansia berdasarkan hasil pengkajian
full MNA dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Lansia di Desa Suka Makmur Kecamatan SungaiBahar Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan hasil pengkajian full MNA n=51
Hasil full MNA Frekuensi F
Presentase
Nutrisi baik 11
21,6 Risiko malnutrisi
19 37,3
Malnutrisi 21 41,2
Total 51 100,0
5.1. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan pada 60 lansia di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi memperlihatkan
Gambaran status gizi lansia berdasarkan hasil Skrining dan hasil Pengkajian menggunakan MNA. Berdasarkan hasil skrining didapati bahwa 9 orang
lansia 15,0 memiliki status gizi normal dan ini menyatakan bahwa dari 60
Universitas Sumatera Utara
53
lansia ada 9 lansia tidak berisiko dan tidak membutuhkan pengkajian. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa gambaran status nutrisi lansia
yang berada di Desa Suka Makmur kebanyakan mengalami malnutrisi. Masalah gizi pada lansia merupakan rangkaian proses masalah gizi
sejak usia muda yang manifestasinya timbul setelah tua. Selain itu ada pula masalah gizi yang terjadi pada lansia akibat terjadinya proses penuaan
Depkes RI, 2001. Banyak hal yang mempengaruhi masalah gizi pada lansia. Beberapa diantaranya yaitu penurunan fungsi fisik yang dialami lansia,
asupan gizi yang salah, dan ketidakmampuan tubuh memanfaatkan asupan gizi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktariyani pada lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha di Jakarta Timur mendapatkan hasil
bahwa sebanyak 1 lansia 1,3 mengalami nutrisi baik, 53 lansia 70,7 mengalami risiko malnutrisi, dan 21 lansia 28 mengalami malnutrisi.
Penelitian yang sama dilakukan Nanik 2007 dalam Mainake 2014 didapati 29 lansia 53,7 status gizi gizinya normal, 13 lansia 24,1 status gizinya
kurang tingkat berat, dan 4 lansia 7,2 dengan status gizi kurang tingkat ringan.
Dilihat dari karakteristik responden, Status malnutrisi yang dialami oleh lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi diantaranya adalah usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia paling banyak berada pada kelompok usia elderly 60-74 tahun yaitu
sebanyak 55 lansia 91 dengan rata-rata usia adalah 70 tahun.
Universitas Sumatera Utara
54
Usia lansia paling minimum adalah 60 tahun dengan usia lansia maksimum adalah 102 tahun. Banyaknya lansia yang berusia di atas 60 tahun
akan semakin berisiko mengalami masalah status gizi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi usia lansia maka akan semakin rentan mengalami masalah
kesehatan karena adanya faktor-faktor penuaan. Jenis kelamin juga mempengaruhi status gizi pada lansia. Penelitian
ini mendapat hasil bahwa mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Jumlah responden laki-laki yaitu sebesar 32 orang 53,3. Fatmah 2010
menjelaskan bahwa laki-laki lebih banyak memerlukan kalori, protein, dan lemak. Penyebab dari kebutuhan tersebut dikarenakan adanya perbedaan
tingkat aktifitas fisik pada laki-laki dan perempuan, maka apabila kebutuhan asupan gizi pada lansia tidak terpenuhi dengan baik, lansia memiliki risiko
untuk mengalami masalah dalam status gizinya. Faktor selanjutnya adalah Kondisi rongga mulut. Dari penelitian
Beberapa penurunan fungsi yang terkait dengan proses pencernaan lansia adalah menurunnya indra pengecap dan penciuman, tanggalnya gigi,
kesulitan mengunyah dan menelan, dan penurunan asam lambung. Penurunan-penurunan yang terjadi tersebut membuat lansia rentan mengalami
masalah pada asupan gizi nya Fatmah, 2010.yang dilakukan didapatkan hasil bahwa kondisi rongga mulut lansia yang menjadi responden kebanyakan
mengalami gigi taggalompong. Jumlah lansia yang mengalami gigi tanggalompong adalah sebanyak 40 lansia 66,7. Hilangnya gigi
Universitas Sumatera Utara
55
mempengaruhi proses mengunyah pada lansia sehingga lansia mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Kesulitan dalam mengkonsumsi makanan akan menurunkan kemampuan lansia dalam memenuhi asupan gizi nya. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Sari Darwita pada lansia di panti jompo AbdiDharma Asih Binjai tahun 2010 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kehilangan gigi dengan status gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Vincilia Panto pada lansia di panti jompo Karya Kasih Medan juga menunjukkan
bahwa ada hubungan bermakna antara kehilangan gigi dengan status gizi p=0,033. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terlihat bahwa kondisi
rongga mulut mempengaruhi status gizi lansia. Jumlah penghasilan juga mempengaruhi status gizi lansia. Dalam
Mary 2007 dikatakan bahwa semakin tinggi status ekonominya, semakin banyak jumlah dan jenis makanan yang dapat diperoleh, sebaliknya orang
yang hidup dalam kemiskinan atau berpenghasilan rendah memiliki kesempatan yang sangat terbatas untuk memilih makanan. Pengumpulan data
yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa masih banyak lansia yang memiliki jumlah penghasilan yang rendah, yaitu sebanyak 35 orang 58,3 .
Penelitian yang dilakukan oleh Yunandari, retno tahun 2009 pada lansia yang berada di Kelurahan Krobokan Kecamatan Sumatra Barat, Kotamadya
Semarang mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh signifikan p=0,000 tingkat sosial ekonomi terhadap status gizi dengan rata-rata skor tingkat sosial
ekonomi sebesar 69,3 kontribusi tingkat sosial ekonomi terhadap status gizi
Universitas Sumatera Utara
56
sebesar 32,2. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial ekonomi mempengaruhi gizi lansia.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa sebanyak 42 lansia 70,0 memiliki stress psikologis, dan sebanyak 18 lansia 30,0
tidak memliki stress psikologis. Stress psikologi yang dialami lansia membuat lansia cenderung mengalami depresi, gangguan mood suasana hati, bahkan
demensia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elva Simanjuntak pada lansia
yang berada di pedesaan di daerah porsea menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan suasana hati dengan status gizi.
Analisis statistik diperoleh dua nilai OR yaitu nilai OR untuk status gizi kurang sebesar 5,412 95 CI: 1,765-16,595 artinya lansia yang mengalami
gangguan suasana hati berisiko status gizi kurang sebesar 5,412 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami gangguan suasana
hati. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Angraini 2013 juga mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara depresi dengan status gizi dengan nilai
p= 0,023. Lingkungantempat tinggal lansia dapat mempengaruhi status gizi
lansia. Dari hasi penelitian, lebih banyak lansia yang tinggal secara mandiri, tidak di rumah perawatan, panti atau rumah sakit. Sebanyak 50 lansia 98,0
tinggal secara mandiri. Namun hal ini tetap mempengaruhi status gizi pada lansia. Dalam Fatmah 2010 dikatakan bahwa Perubahan lingkungan sosial
seperti perubahan kondisi ekonomi karena pensiun dan kehilangan pasangan
Universitas Sumatera Utara
57
hidup dapat membuat lansia merasa teriolasi dari kehidupan sosial dan mengalami depresi. Akibatnya, lansia kehilangan nafsu makan yang
berdampak pada penurunan status gizi lansia. Hal ini akan yang mempengaruhi lansia sehingga lansia mengalami malnutrisi.
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi status gizi lansia adalah masalah neuropsikologi. Dalam penelitian didapatkan hasil bahwa ada 23
lansia 38,3 mengalami demensia atau depresi berat, ada 26 lansia 43,3 mengalami demensia ringan, dan 11 lansia 18,3 tidak mengalami
masalah neuropsikologi. Dalam Fatmah 2010 dikemukakan bahwa salah satu faktor yang mempunyai kontribusi yang besar dalam menentukan asupan
makanan dan zat gizi pada lansia adalah demensia. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rullier, dkk 2014 yang mendapat hasil
bahwa dari 58,9 lansia dengan demensia mengalami risiko malnutrisi dan dari 23,2 lansia dengan demensia mengalami malnutrisi. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh masalah neuropsikologi dengan status gizi lansia.
Penelitian ini memperoleh data bahwa kebanyakan lansia mengkonsumsi protein, sayur dan buah dalam jumlah yang kecil. Dari hasil
pengkajian, sebanyak 19 lansia 37,3 mengkonsumsi protein setidaknya salah satu dari produk susu, sebanyak 26 lansia 51,0 mengkonsumsi dua
porsi atau lebih kacang-kacangantelur per minggu, dan hanya sebanyak 6 lansia 11,8 yang mengkonsumsi daging atau ikan setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
58
Hasil penelitian menunjukkan tidak banyak lansia yang mengkonsumsi protein dalam jumlah yang cukup. Dalam Mary 2007
dikatakan bahwa akibat yang ditimbulkan apabila lansia mengalami kekurangan asupan protein yaitu lansia akan mengalami penurunan berat
badan, albumin plasma rendah, luka sukar sembuh, imun melemah, bahkan risiko mortalitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa asupan protein sangat
mempengaruhi status gizi lansia. Data selanjutnya adalah sebanyak 27 52,9 lansia mengatakan
bahwa mereka tidak tahu mengenai status kesehatan mereka. Hal ini disebabkan keterbatasan layanan kesehatan bagi lansia serta tidak adanya
edukasi yang diberikan kepada lansia mengenai kesehatan nyasehingga lansia tidak pernah memeriksakan kondisi kesehatan mereka. Hal ini tentu akan
mempengaruhi status gizi lansia. Rasa tidak tahu pada lansia terhadap kondisi kesehatan mereka akan mempengaruhi lansia dalam mengkonsumsi asupan
gizi mereka.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan pada 60 lansia di Desa Suka Makmur Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lansia yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Usia mayoritas pada lansia yang menjadi
responden adalah usia elderly atau usia 60-74 tahun. Hasil skrining dan pengkajian menyatakan bahwa gambaran status gizi
pada Lansia di Desa Suka Makmur lebih banyak mengalami malnutrisi. Hal ini disebabkan oleh beberapa karakteristik responden dan faktor lain pada
lansia yang mempengaruhi gizi lansia. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah usia, lingkungan, asupan makanan, jumlah penghasilan, dan kondisi
psikologis lansia.Hasil data penelitian pada lansia di Desa Suka Makmur menunjukkan bahwa banyak faktor asupan gizi yang tidak terpenuhi dengan
baik, sehingga banyak lansia yang mengalami malnutrisi.
6.2. SARAN
6.2.1. Bagi bidang keperawatan
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan seorang perawat terutama perawat komunitas diharapkan mampu menjadi fasilitator dan
penemu kasus bagi masyarakat sehingga upaya meningkatkan
59
Universitas Sumatera Utara