b. Pendapatan Suami
Partisipasi laki-laki dalam golongan kajian wanita justru perlu, mengingat bahwa pembahasan perempuan hanya bermakna bila dilakukan dalam konteks
lingkunganya, termasuk bahwa dalam setiap lingkungan dimana ia berada selalu ada pula laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu program kajian wanita
diperkaya dengan adanya partisipasi kaum laki-laki, karena yang dituju bukan suatu masyarkat tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga
dapat dilihat pada dominasi pendapatan rumah tangga tidak melulu didominasi oleh pendapatan kaum lelaki saja tetapi juga ada kaum perempuan yang turut andil
didalamnya Ihromi, 1995 Suatu kenyataan menunjukkan bahwa kultur dominasi laki-laki merupakan
aspek yang tidak begitu saja disingkirkan meskipun perempuan desa telah terbiasa melakukan perilaku mandiri sejak dini. Bias any anak-anak tergantung pada
orangtuanya sampai mereka menikah. Kondisi ini menyebabkan perempuan lebih banyak tergantung pada orang lain dan kurang mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan kemandirian Notopuro, 1979 Pendapatan seorang wanita atau pria telah menetapkan mereka pada
posisi sentral perekonomian rumah tangga.Sayangnya posisi sentral ini sering tidak tampak karena nilai-nilai patriarki yang membudaya di masyarakat.Seperti
konsep bahwa kepala rumah tangga dan pencari nafkah adalah pria. Konsep ini telah membawa implikasi pada kerja produktif wanita yang selalu dipandang oleh
masyarakat dan kadang-kadang oleh wanita sendiri sebagai kerja sampingan Ihromi, 1995
Universitas Sumatera Utara
2.3 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan Skripsi Emmi Jelita Tampubolon tahun 2007 dengan judul “Analisi curahan tenaga kerja wanita dan Peran Istri dalam Pengambilan
Keputusan di desa Gajah,Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo” menyatakan bahwa dari hasil tabulasi curahan tenaga kerja pria dan wanita
menurut tahapan kegiatan usahatani kubis maka dapat diketahui bahwa curahan tenaga kerja wanita lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja pria dimana persentase
curahan tenaga kerja wanita adalah 56,39 12,45 HKP per petani dan 52,89 28,01 HKP per Hektar,wanita pada setiap tahapan kegiatan seperti pengolahan
tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan lebih banyak mencurahkan tenaganya dibandingkan tenaga kerja pria tetapi pada tahapan kegiatan pemberantasan hama
dan penyakit hanya pria saja yang melakukanya.dalam kegiatan usahataninya istri dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi,setelah dilakukan analisi liner berganda
diperoleh hasil, faktor sosial yang mempengaruhi istri bekerja secara tidak nyata dalam usahatani kubis adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan sedangkan
faktor sosial yang berpengaruh terhadap curahan tenaga kerja istri dalam usahatani kubis adalah luas lahan, umur, pengalaman bertani dan pendapatan keluarga.
Berdasarkan Skripsi Tri Kuntari Devira tahun 2013 dengan judul “Peranan Tenaga Kerja Wanita sebagai Buruh di Industri Kacang Intip dan kontribusinya
terhadap pendapatan Rumah Tangga di kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi” hasil penelitian diperoleh curahan tenaga kerja wanita sebagai buruh di
industry kacang intip cukup besar yaitu 120,38 jam dalam satu bulan, pendapatan yang diperoleh tenaga kerja wanita sebagai buruh di industry kacang intip adalah
sebesar Rp 481280bulan dan kontribusi tenaga kerja wanita sebagai buruh didaerah penelitian sebesar 25,64 serta alasan tenaga kerja wanita bekerja
Universitas Sumatera Utara
sebagai buruh di industry kacang intip adalah menambah pendapatan keluarga, mengisi waktu luang dan lokasi industry tersebut dekat dengan rumah.
2.4 Kerangka Pemikiran