1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan kodrat alam manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat
hasrat untuk berkumpul dengan sesamanya dalam suatu kelompok. Di samping itu, manusia juga punya hasrat untuk bermasyarakat.
Seorang ahli pikir bangsa Yunani yang bernama Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon politication yang artinya bahwa manusia itu sebagai
makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia.
1
Hidup bermasyarakat ialah bercampur dan bergaul dengan sesamanya untuk dapat memenuhi segala kebutuhan agar dapat hidup layak sebagai manusia
melakukan kerja sama yang positif sehingga kerja sama itu secara konkret dapat membawa keuntungan yang besar artinya bagi kehidupan anggota masyarakat
tersebut. Kerja sama secara positif adalah dalam upaya mengejar kehidupan yang layak sebagai manusia. Masing-masing mereka tidak boleh menganggu, tetapi harus
saling membantu. Sebagai individu, manusia tidak dapat hidup untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkannya dengan mudah, tanpa bantuan orang lain atau
harus adanya kontak diantara individu lainnya agar dapat memenuhi segala
1
Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Hal. 1
1
Universitas Sumatera Utara
2
kebutuhan mereka. Oleh karena manusia saling mempunyai kebutuhan yang tidak dapat diwujudkannya seorang diri saja tanpa bantuan dari manusia lainnya maka
untuk itu mereka harus hidup bermasyarakat. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut beraneka ragam bentuknya sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Setiap anggota
masyarakat mempunyai
kebutuhan dan
kepentingan. Seseorang dalam kehidupannya sehari-hari membutuhkan beraneka ragam kebutuhan,
diantaranya kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kesemua itu tidak mungkin dapat dilakukannya tanpa berhubungan dengan orang lain dan kebutuhan tersebut ada yang
sama dan ada pula yang bertentangan, misalnya kepentingan si penjual dan kepentingan si pembeli. Kepentingan si penjual adalah untuk menerima uang,
sedangkan kepentingan si pembeli adalah untuk menerima barang yang dibelinya. Dengan adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda di dalam
masyarakat tersebut maka sering terjadi pertentangan-pertentangan antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Agar kepentingan-kepentingan yang saling
bertentangan itu tidak menimbulkan kekacauan di dalam masyarakat. Agar perdamaian dalam masyarakat tetap terpelihara, ketertiban, kebenaran dan keadilan
dapat ditegakkan, maka masyarakat memerlukan petunjuk hidup yang dinamakan ”hukum”.
Secara umum dapat dilihat bahwa hukum merupakan suatu aturan tingkah laku berupa norma atau kaidah baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat
Universitas Sumatera Utara
3
mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum itu.
2
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan larangan, yang mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa masyarakat itu.
3
Secara umum dapat dilihat bahwa hukum merupakan suatu aturan tingkah laku berupa norma atau kaidah baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat
mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum itu.
Dahulu masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya
mempercayai. Sebagian besar masyarakat terutama pada masyarakat yang masih diliputi oleh adat kebiasaan yang kuat masih kurang menyadari pentingnya suatu
dokumen sebagai alat bukti sehingga kesepakatan diantara para pihak cukup dilakukan secara lisan. Untuk peristiwa-peristiwa yang penting hanya dibuktikan
dengan kesaksian dari beberapa orang saksi, biasanya yang menjadi saksi ialah tetangga, teman sekampung, pegawai desa atau pengetua adat. Seiring dengan
perkembangan zaman, kebutuhan akan alat bukti tertulis dirasakan semakin penting. Setiap model hubungan yang dijalin seperti perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh
2
Ibid., Hal. 21
3
Ibid
Universitas Sumatera Utara
4
masyarakat para pihak akan melahirkan hak dan kewajiban baru bagi masing- masing pihak. Hak dan kewajiban ini perlu dibentengi dengan dokumen-dokumen
yang dapat dijamin legalitasnya sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pemenuhan atau pelaksanaan hak dan kewajiban.
4
Adanya kesadaran hukum yang tinggi pada masyarakat merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk membuat perjanjian dihadapan notaris.
Kesadaran hukum yang tinggi pada masyarakat yang ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan jasa notaris, meningkatnya taraf hidup masyarakat, adanya
kemajuan teknologi yang begitu cepat dan semakin banyaknya lapangan usaha yang tersedia di berbagai bidang sehingga menimbulkan dan mendorong para pelaku bisnis
meningkatkan kegiatan usahanya di berbagai bidang. Oleh karena itu dirasakan perlunya akan akta notaris dalam praktek lalu lintas hukum dalam masyarakat yang
semakin maju dan kompleks.
5
Hal ini adalah logis karena setiap orang yang mengikat perjanjian dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi mereka, sehingga hal yang
sangat penting mengingat kepastian hukum yang lebih besar yang mengikat bagi mereka yang mengadakan persetujuan tersebut.
Setiap masyarakat
membutuhkan seorang
figur yang
keterangan- keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya tanda tangannya serta segelnya
memberikan jaminan dan bukti yang kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat hukum yang tidak ada cacatnya onkreukbaar atau unimpeachable, dan
4
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, Hal. 6
5
Ibid., Hal. 2
Universitas Sumatera Utara
5
membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di kemudian hari. Kalau seorang advokat membela hak-hak seorang ketika timbul suatu kesulitan, maka lain halnya
dengan notaris yang harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan.
6
Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai ”notariat” ini timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang mengkehendaki adanya alat bukti
baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada danatau terjadi di antara mereka, suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh kekuasaan
umum openbaar gezag untuk dimana dan apabila undang-undang mengharuskan sedemikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang
mempunyai kekuatan otentik.
7
Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan manusia semakin bertambah. Salah satu kebutuhan tersebut adalah papan atau tempat tinggal yang dewasa ini
sangat meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Tempat tinggal atau rumah tersebut didirikan diatas sebidang tanah yang penguasaan atas tanah
tersebut dapat diperoleh berdasarkan hibah, tukar menukar, jual beli dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu kepastian hukum yang diwujudkan
dalam suatu alat bukti yang kuat yaitu berupa akta otentik, maka kedudukan notaris sebagai Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang juga semakin penting. Akta-akta yang
6
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, Hal. 162
7
G.H.S.Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, Hal. 2
Universitas Sumatera Utara
6
dibuat oleh notaris benar-benar dapat diterima sebagai alat bukti sempurna diantara para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut UUJN yang menyatakan bahwa ”Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud undang- undang ini”. Perbuatan hukum atas penguasaan dan pemilikan hak atas tanah tidak
terlepas dari peran serta notaris dan pejabat pembuat akta tanah PPAT. Salah satu tugas notaris dan PPAT adalah dalam hal pembuatan akta pengalihan hak atas tanah.
Pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat dilakukan oleh Notaris. Sedangkan pengalihan hak atas tanah yang telah bersertifikat dilakukan dihadapan
PPAT sebagai Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah. Dalam pasal 6 ayat 2 Peraturan
Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
8
ditegaskan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran tanah, kepala kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT yang
diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah sebagai dasar alat bukti peralihan hak atas tanah.
Alat bukti mengenai perbuatan hukum telah terjadinya peralihan hak dengan jual beli bagi tanah-tanah yang telah bersertipikat dalam prakteknya pelaksanaan jual
beli atas tanah belum dapat langsung ditandatangani akta jual belinya dihadapan
8
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN No.59 Tahun 1997,TLN N0.3696
Universitas Sumatera Utara
7
PPAT, walaupun kata sepakat telah terjadi antara calon penjual dan calon pembeli. Sebelum penandatangan akta jual beli harus terlebih dahulu dipenuhi syarat-syarat
formal, yakni syarat-syarat umum terdiri dari sertifikat hak atas tanah guna cek bersih sertipikat di kantor pertanahan setempat, kartu tanda penduduk KTP, surat
pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan tahun terakhir, bukti pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB bagi pembeli
dan bukti pembayaran pajak penghasilan PPh bagi penjual.
9
Untuk itu biasanya diadakan suatu perjanjian dan mengikat kedua belah pihak dimana penjual dan pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk melakukan jual beli
sampai terpenuhi segala sesuatu yang menyangkut jual beli. Perjanjian seperti ini biasanya disebut Perikatan Jual Beli. Yakni penjual dan pembeli membuat suatu akta
Perikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris bukan di hadapan PPAT. Dimana syarat-syarat bagi terpenuhinya suatu jual beli tanah bersertifikat belum sepenuhnya
dipenuhi baik oleh penjual maupun pembeli. Dalam pasal 1 peraturan jabatan Notaris, dikemukakan bahwa Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau
oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
9
J Kartini Soedjendro, Perjanjian Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Yogyakarta, Kanisius, 2001, hal.122
Universitas Sumatera Utara
8
salinaan dan kutipannya, semuanya sepanjang akta itu oleh suatu peraturan tidak juga ditugaskan atau dikecualikkan kepada pejabat atau orang lain.
10
Notaris merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh Undang-Undang dalam membuat akta dan sekaligus notaris merupakan perpanjangan tangan pemerintah.
Dalam menjalankan jabatannya notaris harus bersifat professional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjunjung tinggi kode etik notaris. Notaris
sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral.
Dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris
11
telah diatur secara umum tentang tugas-tugas notaris sebagai pejabat umum yang membuat
akta otentik. Akta otentik sebagai alat bukti yang terkuat mempunyai peranaan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat yang dapat
menentukan secara jelas hak dan kewajiban sehingga menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan dapat menghindari terjadi sengketa. Notaris berkewajiban
bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum yang dilakukan dihadapannya menurut
Pasal 16 ayat 1 huruf a Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004. Penjual dan pembeli menyatakan kehendak untuk melangsungkan jual beli
yang sesungguhnya yaitu jual beli yang dilangsungkan menurut ketentuan Pasal 26
10
Suhrawardi K Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal.35
11
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004 TLN No. 4432
Universitas Sumatera Utara
9
Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria bahwa jual beli merupakan salah
satu cara untuk pemindahan hak kepemilikan atas tanah. Alasan-alasan yang mendasari dibuatnya akta Perikatan Jual Beli oleh penjual
dan pembeli karena penjual dan pembeli belum dapat memenuhi syarat-syarat untuk melakukan jual beli yang definitive dihadapan PPAT sedangkan keduanya telah
setuju untuk melakukan transaksi jual beli. Dalam PJB juga dicantumkan harga jual beli lunas tunai yang telah disepakati, cara pembayaran , penyerahan sertipikat dan
hal-hal lainnya. Kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak berarti menyetujui
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Perikatan Jual Beli termasuk didalamnya pemberian kuasa. Dalam KUHPerdata pemberian kuasa diatur dalam
buku III, dimulai dari pasal 1792 sampai dengan pasal 1819. Pemberian kuasa dapat dilakukan
secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.
Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang atau lebih dari satu orang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan
12
. Kemudian makna kata-kata “untuk dan atas namanya” berarti bahwa yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama
12
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Jakarta, Pradnya Paramita, 2004, Pasal 1792
Universitas Sumatera Utara
10
pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan akibat dari perjanjian itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa dalam batas-batas kuasa yang diberikan.
Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.
13
Orang yang telah diberikan kuasa, ia dinamakan”juru kuasa” atau juga “kuasa saja melakukan perbuatan hukum tersebut “atas nama” orang yang
memberikan kuasa artinya adalah bahwa apa yang dilakukan itu adalah “atas tanggungan” si pemberi kuasa dan segala hak dan kewajiban orang yang memberi
kuasa. Atau bahwa, kalau yang dilakukan itu berupa membuat menutup suatu perjanjian, maka si pemberi kuasalah yang menjadi “pihak” dalam perjanjian itu.
14
Atau dengan kata lain penerima kuasa diberikan wewenang untuk mewakili pemberi kuasa, akibatnya tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah
merupakan tindakan hukum pemberi kuasa. Ada beberapa macam pemberian kuasa umum dikenal oleh masyarakat karena
seringkali dijumpai dalam kehidupan masyarakat. Macam pemberian kuasa itu dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih,
atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Pemberian
13
Ibid, Pasal 1793
14
R.Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Alumni, 1984, hal. 141
Universitas Sumatera Utara
11
kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan.
15
Dalam pemberian kuasa terdapat batasan-batasan seperti pasal 1792 KUHPerdata, memberikan batasan sebagai berikut: pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya, menyelesaikan suatu pekerjaan.
16
Dalam Perikatan Jual Beli juga tercantum pemberian kuasa dari penjual pihak pertama, kepada pembeli pihak kedua yang dalam pelaksanaannya
dipergunakan untuk penandatanganan Akta Jual Beli di hadapan PPAT, pemberian kuasa oleh pihak pertama kepada pihak kedua dan siapa saja yang ditunjuk oleh pihak
kedua yang namanya tidak dicantumkan dalam Perikatan Jual Beli. Surat kuasa dimana penerima kuasa tidak dicantumkan namanya didalam akta atau dikenal
dengan “Kuasa Blanko”.
17
Kelak kalau kuasa itu mau dipergunakan, cukup ditulis identitas penghadap yang akan menjalankan kuasa tersebut di dalam akte perikatan
jual beli. Setelah persyaratan-persyaratan untuk melakukan jual beli telah terpenuhi
maka dibuatlah akta jual beli dihadapan PPAT. Akta jual beli yang dibuat tersebut berdasarkan akta Perikatan Jual Beli. Para pihak harus datang kembali menghadap
PPAT untuk menandatangani akta jual belinya. Namun kadang kala pihak pertama
15
Ibid, Hal. 143
16
Djaja S. Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Bandung, Nuansa Aulia, 2008, hal.2
17
Sutrisno, Komentar UU Jabatan Notaris, Buku II, Diktat, Medan, 2007, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
12
penjual dan pihak kedua pembeli tidak dapat memberikan bantuannya di dalam melangsungkan jual beli dihadapan PPAT. Untuk itu penandatanganan akta jual
belinya oleh pihak pertama dan pihak kedua diwakili oleh penghadap lain yang namanya dicantumkan dalam kuasa blanko akta PJB tersebut. Dalam praktek sehari-
hari Notaris, didalam kuasa blanko dicantumkan
nama pegawai notaris
yang menjalankan
akta Jual Beli tersebut yang mewakili pemberi kuasa yang tadinya berstatus sebagai penjual.
Selanjutnya akta jual beli dan persyaratan-persyaratan lainnya yang telah terpenuhi berikut sertipikat hak atas tanahnya didaftarkan dikantor pertanahan
setempat, guna pendaftaran peralihan nama dari penjual kepada pembeli, namum setelah selesai di balik nama pihak penjual menggugat pembeli karena merasa tidak
pernah menandatangani akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT dan bahkan menggugat notaris serta pegawai notaris yang namanya tercantum dalam kuasa
blanko akta Perikatan Jual Beli, maka siapa yang harus bertanggung jawab akan hal tersebut.
Akta Perikatan Jual Beli tersebut sudah mewakili sebagai alat bukti yang otentik tapi mengapa masih ada saja pihak-pihak yang menggugat notaris atas
penggunaan kuasa blanko tersebut. Jika notaris selalu dilibatkan dan diikut sertakan sebagai tersangka tentu hal tersebut akan mengganggu kelancaran tugas notaris dalam
melaksanakan jabatannya. Kronologis kasus bermula ketika Tuan THS sebagai Penggugat bertindak
berdasarkan Akta Surat Kuasa tertanggal 3 September 2008 nomor 03 yang dibuat di
Universitas Sumatera Utara
13
hadapan Notaris R telah mengalihkan sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik nomor 686 seluas 536 M2, tercatat atas nama IS kepada Tuan AHS selaku Tergugat I
yang dibuat dihadapan Notaris E sebagai Tergugat II. Pengalihan hak atas tanah tersebut dilaksanakan dengan Akta Pengikatan Jual
Beli karena syarat-syarat untuk Akta Jual Beli yang definitif belum terpenuhi dan harga jual beli telah dilunasi oleh Tergugat I kepada Penggugat. Setelah syarat-syarat
untuk Akta Jual beli dipenuhi maka dibuatlah Akta Jual Belinya yang kemudian ditandatangani oleh pegawai notaris selaku Tergugat III bertindak berdasarkan kuasa
blanko yang tertera dalam akta pengikatan jual beli tersebut dan kemudian didaftarkan balik nama sertifikat keatas nama Tergugat I pada Kantor Badan
Pertanahan Nasional setempat. Penggugat merasa keberatan setelah mengetahui bahwa sertifikat atas tanah
tersebut telah tercatat atas nama Tergugat I karena Penggugat tidak pernah menandatangani Akta Jual Belinya ataupun memberi kuasa apapun kepada Tergugat
III bahkan Penggugat tidak mengenal Tergugat III. Kasus tersebut telah diajukan dan didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Medan pada
tanggl 06
Februari 2009
dengan Register
nomor :
51Pdt.G2009PN.Mdn dan telah diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri di Medan pada tanggal 17 Desember 2009 dengan putusannya adalah menolak
gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun
penelitian dalam bentuk Tesis dengan judul “Analisis Yuridis Pemberian Kuasa
Universitas Sumatera Utara
14
Blanko Pada Akta Perikatan Jual Beli” dengan studi putusan Pengadilan Negeri di
Medan nomor: 51Pdt.G2009PN.Mdn.
B. Perumusan Masalah