membentuk Janeng wanita, namun Jamjaneng wanita Pedurenan menjadi yang pertama di Kecamatan Alian, mas. Sekarang aktif semua mas, tapi yang rutin
latihan yang wanita, tapi ya laki-laki tetap latihan, kadang latihannya gabung, tergantung kesibukan masing-masing.
P: Berarti untuk lebih aktif yang wanita dari pada yang laki-laki ya pak?
N: Ya sebenarnya masih sama aktif semua, tapi yang wanita sekarang lebih sering
diundang dalam acara dan hajatan. Yang laki-laki lebih sering dalam acara peringatan hari besar Islam seperti Maulid Nabi.
P: Untuk fungsi dari kesenian Jamjaneng, apakah fungsi seni Jamjaneng sebagai
ekspresi perasaan?
N: Fungsi seni Jamjaneng sebagai ekspresi perasaan itu karena Jamjaneng bisa
menjadi sarana para pelakunya untuk mengekspresikan diri baik itu dalam memainkannya, menciptakan, maupun mengaransemen lagunya. Dalam
penciptaan atau mengaransemen lagu, seniman Jamjaneng bisa membuat melodi dan syair sesuai kreativitasnya, namun harus dengan ketentuan dakwah,
baik itu dalam hal agama, sosial masyarakat, maupun kecintaan terhadap negara.
P: Apakah fungsi Jamjaneng sebagai penghayatan estetis?
N: Jamjaneng merupakan karya seni yang memiliki keindahan dari lagunya.
P: Fungsi Jamjaneng sebagai hiburan apa masih berlaku pak?
N: Masih mas. Pada awalnya selain sebagai media dakwah, kan Janeng itu
digunakan untuk mengundang warga agar mau berkumpul untuk menerima dakwah tentang Islam. Karena zaman dulu kan hiburan masih sangat sedikit.
P: Iya pak
N: Nah dengan istilahnya unen-unen Jamjaneng itu, warga jadi tertarik datang
berbondong-bondong melihatnya. Zaman sekarang juga Jamjaneng masih menjadi hiburan yang menarik bagi warga Pedurenan.
P: Selanjutnya, apakah fungsi Jamjaneng sebagai sarana komunikasi?
N: Seni, dalam hal ini musik Jamjaneng bisa dikatakan sebagai sarana komunikasi
karena awal
terbentuknya Jamjaneng
merupakan media
untuk mengkomunikasikan ilmu atau dakwah Agama Islam dari para ulama kepada
masyarakat.
P: Apakah fungsi kesenian Jamjaneng sebagai representasi simbolis?
N: Jamjaneng bukan sebagai representasi simbolis, namun seni tradisional asli
Kebumen. Dalam kata lain, Jamjaneng itu bukan diciptakan untuk menyimbolkan hal tertentu atau daerah asalnya, tapi kebetulan diciptakan di
Kebumen.
P: Apakah fungsi Jamjaneng sebagai respon fisik?
N: Kesenian Jamjaneng awalnya diciptakan untuk dakwah, jadi tidak ada respon
fisik atau berjoget dalam pertunjukan Jamjaneng.
P: Dalam hal norma agama dan sosial, bagaimana fungsi Jamjaneng sebagai
pendidikan norma bagi masyarakat?
N: Jamjaneng tentunya menjadi pendidikan norma bagi masyarakat, hal ini dapat
dilihat dari ketentuan lirik lagunya, selain diambil dari kitab Al Barjanji, lirik yang dibuat harus mengandung pesan tuntunan atau pendidikan norma-norma
sosial dan agama.
P: Pak, apakah Jamjaneng itu ada keterkaitan dengan ritual tertentu, seperti ritual
ibadah?
N: Seni Jamjaneng tidak berkaitan dengan ritual keagamaan maupun adat mas.
Namun, dalam peringatan Maulid Nabi dan Isro’ Mi’roj, Jamjaneng biasa digunakan untuk mengiringi pembacaan Sholawat Nabi dan selingan hiburan
dalam acara tersebut.
P: Berarti tidak seperti kesenian tradisional yang di Bali atau daerah lain yang
menjadi ritual peribadatan ya pak?
N: Nggak mas.
P: Apakah fungsi Jamjaneng sebagai pelestari kesinambungan kebudayaan?
N: Iya mas, Jamjaneng merupakan pelestari kebudayaan tradisional di Kebumen.
Hal tersebut terbukti dari masih adanya dan semakin berkembangnya Jamjaneng yang ditandai dengan banyaknya grup Jamjaneng, dari awalnya
hanya dimainkan oleh kaum laki-laki, sekarang banyak kaum wanita yang ikut memainkannya. Tapi ya itu mas, hanya orang-orang tua yang tertarik, anak
muda banyak yang masih menganggap kesenian ini ketinggalan zaman dan jadul.
P: Bagaimana fungsi kesenian Jamjaneng sebagai wujud integrasi dan identitas
masyarakat?
N: Jamjaneng sebenarnya merupakan kesenian rakyat yang bersifat umum, tapi
Jamjaneng bisa menjadi identitas warga yang menjadi pembeda dengan kesenian tradisional yang ada di daerah lain dengan ciri khas yang dimilikinya.