P: Pak, apakah Jamjaneng itu ada keterkaitan dengan ritual tertentu, seperti ritual
ibadah?
N: Seni Jamjaneng tidak berkaitan dengan ritual keagamaan maupun adat mas.
Namun, dalam peringatan Maulid Nabi dan Isro’ Mi’roj, Jamjaneng biasa digunakan untuk mengiringi pembacaan Sholawat Nabi dan selingan hiburan
dalam acara tersebut.
P: Berarti tidak seperti kesenian tradisional yang di Bali atau daerah lain yang
menjadi ritual peribadatan ya pak?
N: Nggak mas.
P: Apakah fungsi Jamjaneng sebagai pelestari kesinambungan kebudayaan?
N: Iya mas, Jamjaneng merupakan pelestari kebudayaan tradisional di Kebumen.
Hal tersebut terbukti dari masih adanya dan semakin berkembangnya Jamjaneng yang ditandai dengan banyaknya grup Jamjaneng, dari awalnya
hanya dimainkan oleh kaum laki-laki, sekarang banyak kaum wanita yang ikut memainkannya. Tapi ya itu mas, hanya orang-orang tua yang tertarik, anak
muda banyak yang masih menganggap kesenian ini ketinggalan zaman dan jadul.
P: Bagaimana fungsi kesenian Jamjaneng sebagai wujud integrasi dan identitas
masyarakat?
N: Jamjaneng sebenarnya merupakan kesenian rakyat yang bersifat umum, tapi
Jamjaneng bisa menjadi identitas warga yang menjadi pembeda dengan kesenian tradisional yang ada di daerah lain dengan ciri khas yang dimilikinya.
P: Untuk tokoh yang berperan dalam Jamjaneng di Pedurenan itu siapa saja pak
selain bapak sendiri?
N: Ya yang berperan dan lama ikut itu yang masih aktif ada saya, bapak Sunarto.
Yang lain sudah banyak yang sepuh, nggak aktif lagi mas.
P: Pak, karena waktu sudah malam, wawancara saya cukup dulu.
N: Ya mas, kalau masih ada yang ditanyakan bisa ke sini lagi, atau ketemu Pak
Narto. Atau besok malam minggu bisa datang, ada latihan rutin mas.
P: Ya pak, kalau sebelum latihan saya lanjutkan wawancara dulu sama bapak
gimana?
N: Ya bisa mas, besok ke sini saja ba’da magrib.
P: Ya pak. Terimakasih atas waktunya, maaf saya sudah mengganggu. Saya
mohon pamit pak.
N: Oya mas sama-sama, hati-hati mas.