Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang telah lama di manfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan baku peralatan rumah tangga. Di wilayah Jawa Barat, berbagai jenis perabotan seperti tempat nasi (boboko), kipas (hihid), topi petani atau caping (dudukuy) hingga tangga (taraje) memakai bambu sebagai bahan baku utama. Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan bambu pun mengalami perluasan, salah satunya menjadi bahan baku aneka produk kerajinan. Beraneka kerajinan bambu seperti rak majalah atau koran, kotak tisu, vas bunga, tirai hingga laundry box dihasilkan dan menjadi salah satu cinderamata yang bernilai estetika tinggi.

Menurut hasil Sensus Pertanian 2003 (ST03) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, di Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga yang menguasai tanaman bambu dengan populasi yang dikuasai mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52% diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang. Sementara itu, potensi bambu di Kabupaten Tasikmalaya menempati areal 7.464,89 hektar dengan perkiraan produksi mencapai 2.985.957 batang bambu dengan jenis yang paling banyak bambu tali (Budiaman 2005).

Kabupaten dan Kota Tasikmalaya merupakan wilayah yang sejak dahulu terkenal sebagai salah satu sentra kerajinan nasional, yaitu kerajinan bambu. Hampir seluruh kerajinan bambu di Tasikmalaya dihasilkan oleh unit usaha kecil menengah (UKM). Berbagai kendala dan permasalahan kerap ditemui oleh UKM dalam menjalankan usahanya, seperti kesulitan memperoleh modal, kesulitan mendapatkan bahan baku, manajerial yang masih sederhana, dan permasalahan dalam mendapatkan pasar dan memasarkan produk.


(2)

Pengelola UKM di Tasikmalaya memerlukan strategi dalam menjalankan usahanya untuk memecahkan berbagai permasalahan seperti yang diuraikan di atas. Strategi tersebut juga diperlukan agar UKM semakin bertahan dalam situasi persaingan dengan produk dari daerah bahkan negara lain. Untuk mendapatkan strategi pengembangan perusahaan yang tepat diperlukan berbagai langkah dalam mengidentifikasi posisi dan kondisi usahanya. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang menjadi ancaman, peluang, kekuatan dan kelemahan.

Penelitian ini akan dilaksanakan di UKM Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft. Pemilihan SKB Putra Handicraft adalah karena perusahaan tersebut merupakan pelopor kerajinan bambu di Kota Tasikmalaya dan seperti UKM pada umumnya belum memiliki strategi pengembangan usaha.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi lingkungan internal organisasi yang menjadi kekuatan dan kelemahan.

2. Mengidentifikasi lingkungan eksternal organisasi yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan.

3. Mengidentifikasi posisi dan kondisi usaha.

4. Memberikan alternatif strategi pengembangan bagi perusahaan. 1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada usaha kecil menengah dibidang kerajinan, khususnya pada Sentra Kerajinan Bambu Putra Handicraft maupun pengusaha kerajinan lain di wilayah Kabupaten atau Kota Tasikmalaya untuk dapat merumuskan strategi manajemen usaha demi tercapainya industri kerajinan yang berdaya saing tinggi. Selain itu, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana pembelajaran bagi penulis.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Kecil Menengah di Kota Tasikmalaya

Departemen Perindustrian pada tahun 1991 mendefinisikan usaha kecil dan kerajinan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp. 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Deskripsi mengenai kriteria usaha kecil menengah, dari berbagai lembaga mulai dari aset yang dimiliki, laba yang diperoleh, tenaga kerja dan bentuk usaha, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Lembaga Pembuat

Kriteria Usaha Kecil Usaha Menengah

Pemerintah (Undang-Undang No. 20 tahun 2008)

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.

2.500.000.000

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.

50.000.000.000 per tahun

Biro Pusat Statistik Jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang

Jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang

World Bank

1. Jml karyawan kurang dari 30 orang

2. Pendapatan setahun tidak lebih dari US$ 3 juta, dan

3. Jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta

1. Jumlh karyawan maksimal 300 orang

2. Pendapatan setahun hingga sejumlah US$15 juta, dan 3. Jumlah aset hingga sejumlah

US$ 15 juta Sumber: Anonim (2008) & Rahmana (2008)

Menurut Taufiq (2004) pentingnya peranan UKM terutama karena kemampuannya menyerap tenaga kerja serta sifatnya yang fleksibel terhadap gejolak ekonomi, sehingga keberadaan UKM dipandang berperan penting dalam


(4)

struktur ekonomi suatu negara. Oleh karena itu pengembangan serta menumbuhkan daya saing UKM menghadapi fenomena globalisasi menjadi prioritas dari banyak negara.

Banyaknya UKM di Kota Tasikmalaya berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat tahun 2007 adalah 9.373 unit dengan jumlah tenaga kerja 70.997 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 107,9 triliun. Nilai investasi ini merupakan nilai tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Sentra kerajinan UKM di Kota Tasikmalaya yang berbahan baku bambu terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Mangkubumi.

2.2 Manajemen Strategis

Manajemen stratejik (strategis) adalah suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan dapat cocok dengan lingkungannya, atau dengan kata lain, organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahan-perubahan di dalam lingkungannya baik yang bersifat internal maupun eksternal (Dirgantoro 2001).

Sementara itu Siagian (2008) menyatakan manajemen stratejik adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Secara garis besar terdapat tiga elemen besar yang membentuk manajemen stratejik. Ketiga elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1 Tiga elemen strategis. Manajemen Strategis

Analisis lingkungan

- Internal

- eksternal

Penetapan

- visi

- misi

- tujuan


(5)

2.2.1 Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk melihat kemungkinan-kemungkinan peluang (opportunity) yang bisa muncul serta kemungkinan-kemungkinan ancaman (threat) yang bisa terjadi akibat perubahan-perubahan lingkungan bisnis atau industri maupun lingkungan internal organisasi. Analisis juga dilakukan terhadap kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang ada dalam organisasi untuk melihat seberapa besar organisasi dapat memanfaatkan peluang yang ada atau mengantisipasi ancaman dan tantangan yang muncul (Dirgantoro 2001).

2.2.2 Penetapan Visi, Misi dan Tujuan

Menetapkan visi dimaksudkan untuk memberikan arah tentang akan menjadi apa organisasi atau perusahaan dimasa yang akan datang. Sedangkan misi lebih spesifik lagi dibandingkan visi. Misi lebih menekankan tentang produk yang diproduksi, pasar yang dilayani, dan hal-hal lain yang secara spesifik berhubungan langsung dengan bisnis. Tujuan atau objective lebih kepada penetapan target secara spesifik dan sedapat mungkin terukur yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu (Dirgantoro 2001). Secara hierarki visi berada paling atas, sedangkan misi lebih memperjelas atau merupakan turunan dari visi dan secara lebih detail lagi target yang ingin dicapai dinyatakan sebagai tujuan.

2.2.3 Strategi

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan. Apabila kita translasikan kedalam bisnis dapat dikatakan bahwa strategi adalah hal menetapkan arah kepada “manajemen” dalam arti orang tentang sumber daya di dalam bisnis dan tentang bagaimana mengidentifikasi kondisi yang memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar.


(6)

Strategi dibentuk oleh dua elemen dasar yaitu tujuan jangka panjang dan sumber keunggulan. Tujuan jangka panjang diartikan sebagai pengembangan jangka panjang dan menetapkan komitmen untuk mencapainya. Sedangkan sumber keunggulan adalah pengembangan pemahaman tentang pemilihan pasar dan pelanggan oleh perusahaan yang menunjukan cara terbaik untuk berkompetisi dengan pesaing di dalam pasar (Dirgantoro 2001). Secara sederhana, kedua hal tersebut dinyatakan dalam sebuah definisi singkat oleh Michael Porter dari Harvard sebagai sebuah kombinasi akhir yang ingin dicapai perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan akhir.

2.3 Analisis Strength, Weakness, Oportunity and Threat (SWOT)

Analisis SWOT adalah salah satu alat, cara, dan instrumen dalam mengambil suatu keputusan terutama keputusan strategis agar organisasi dapat mengemban misi, program, tujuan, dan sasaran organisasi dengan tepat. Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis yang ampuh apabila digunakan dengan tepat. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan melakukan analisis strategis, kemampuan memaksimalkan peranan faktor kekuatan, dan pemanfaatan peluang, sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi (Siagian 2008).

Secara umum menurut Gaspersz (2003), berdasarkan data bisnis yang ada, analisis SWOT dapat dilakukan terhadap aspek-aspek berikut :

1. Sumber daya keuangan (modal kerja, arus kas, kemudahan untuk memeroleh pembiayaan)

2. Fasilitas fisik (lokasi, infrastruktur, fasilitas transportasi)

3. Kemampuan manajemen dan karyawan (pengetahuan teknis, usia, pengalaman, keterampilan)

4. Pasar (harga produk dibandingkan dengan pesaing, pangsa pasar, permintaan pasar, lokasi pasar)

5. Proses produksi (berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian produksi dan manajemen produksi)


(7)

6. Informasi yang tersedia (sumber informasi, ketersediaan informasi)

7. Sumber pemasok (kuantitas, harga, kualitas bahan baku, kecukupan bahan baku)

8. Lingkungan sosial (kondisi sosial penduduk, kecenderungan)

2.4 Analytical Hierarchy Process(AHP)

Analytical Hierarchy Process atau proses hierarki analitis adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perseorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini dirancang untuk menampung sifat alamiah manusia ketimbang memaksa ke cara berfikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati nurani. PHA merupakan proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai persoalan politik dan sosio-ekonomi yang kompleks (Saaty, 1993).

Sedangkan menurut Dermawan (2005) hierarki melibatkan proses identifikasi variabel atau elemen suatu masalah, mengelompokan setiap variabel menjadi satu kumpulan yang bersifat sama dan mengatur kumpulan variabel pada tingkatan yang berbeda-beda. Model proses analitis berjenjang (analytical hierarchy process) merupakan salah satu model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis. Ciri khas dari model ini adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis secara berjenjang, terstruktur atas variabel keputusan.

Variabel untuk menentukan prioritas keputusan dijabarkan menjadi tiga tingkat yaitu tujuan akhir yang angin dicapai pada tingkat paling atas. Lalu beberapa kriteria yang membantu dalam menentukan pilihan pada tingkat kedua. Serta pilihan-pilihan yang tersedia sebagai alternatif prioritas pada tingkat ketiga. Para ahli yang representatif dengan masalah yang akan diputuskan, turut dilibatkan untuk menentukan nilai atau bobot kriteria dan pilihan hingga pada akhirnya didapatkan keputusan prioritas.


(8)

Model AHP merupakan metode perbandingan atas alternatif solusi yang didasarkan pada konsep matriks. Nilai atau bobot yang dimasukan kedalam matriks AHP dapat berupa skala 1 sampai 9 atau skala 0,1 sampai 1,9. Nilai-nilai tersebut harus menunjukan nilai kepentingan relatif satu elemen terhadap elemen lain dengan melihat faktor perbandingannya. Untuk skala 1 sampai 9 biasanya dipakai untuk mendapatkan gambaran tingkat preferensi terhadap sesuatu. Masing-masing nilai dapat dilihat penjelasannya dalam Tabel 2.

Tabel 2 Skala banding secara berpasangan

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya 5 Elemen yang satu sangat penting

ketimbang elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktik 9 Satu elemen mutlak lebih penting

ketimbang elemen yang lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua

pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan Nilai kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Sumber: Saaty (1993)

Tiga tahapan AHP dalam penyusunan prioritas, yaitu dekomposisi dari masalah, penilaian untuk membandingkan elemen-elemen hasil dekomposisi dan sintesis dari prioritas. Langkah pertama yaitu membagi permasalahan yang akan dikaji menjadi tiga bagian utama (dekomposisi masalah) yang terdiri dari tujuan, kriteria untuk meraih tujuan dan pilihan yang ada untuk meraih tujuan. Langkah selanjutnya yaitu membandingkan antar kriteria dan antar pilihan untuk masing-masing kriteria. Sehingga didapat masing-masing-masing-masing bobot untuk menentukan prioritas. Tahap terakhir yaitu sintesis penilaian yang menjumlahkan bobot yang diperoleh setiap pilihan pada masing-masing kriteria setelah diberi bobot dari kriteria tersebut.


(9)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft, Jl. AH Nasution, Kampung Situ Beet, Kelurahan Cipari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus dan November 2011. Tata waktu pelaksanaan penelitian selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1.

3.2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari wawancara, kuesioner, pengukuran dan pengamatan langsung. Sedangkan data sekunder merupakan data hasil kutipan dari literatur. Secara lebih lengkap mengenai jenis, data yang diambil, cara pengumpulan serta sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.

Data primer berupa nilai preferensi dari tujuan dan strategi alternatif pengembangan perusahaan, diperoleh secara langsung dari para ahli terkait, yaitu Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan, ASEPHI Tasikmalaya serta Perum Perhutani KPH Tasikmalaya melalui pengisian kuesioner.

3.3 Analisis Data

Analisis Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Hasil analisis SWOT ini kemudian digunakan untuk menentukan strategi yang akan dikembangkan oleh perusahaan beserta prioritasnya menggunakan teknik proses hierarki analitis atau Analytical Hierarchy Process (AHP).


(10)

Tabel 3 Jenis, data, cara pengumpulan dan sumber data

Analisis Jenis Data Data yang diambil Cara Pengumpulan Data Sumber Data SWOT Primer Proses produksi dan peralatan yang digunakan Pengamatan langsung Perusahaan

Jenis dan jumlah unit sumberdaya yang tersedia Pengamatan langsung dan pengukuran

Perusahaan Kebutuhan bahan baku dan harga beli Wawancara dan pengamatan

langsung

Perusahaan Besar upah kerja, jumlah tenaga kerja, waktu

kerja

Wawancara dan pengamatan langsung

Perusahaan

Tujuan, visi dan misi Wawancara Perusahaan

Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, nilai bobot dan rating masing-masing faktor

Wawancara Manajemen perusahaan atau ahli dibidang yang bersangkutan

Sekunder Gambaran umum perusahaan Pengutipan Profil perusahaan Jenis produk yang dihasilkan Pengutipan Katalog produk

AHP Primer Pilihan Strategi dari para stakeholders Wawancara dan kuesioner Manajemen perusahaan dan para ahli Sekunder Referensi kriteria pilihan strategi pengembangan

usaha

Pengutipan Para ahli dan sumber terpercaya yang berkaitan dengan penelitian

1


(11)

3.3.1 Analisis SWOT

Faktor-faktor internal perusahaan yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dimasukan ke dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE) seperti yang terlihat dalam Tabel 4. Faktor-faktor eksternal perusahaan yang terdiri dari peluang dan ancaman dimasukan ke dalam matriks External Factor Evaluation

(EFE) seperti yang terlihat dalam Tabel 5. tahap-tahap yang dipakai dalam penyusunan IFE dan EFE adalah :

1. Menentukan faktor-faktor internal organisasi 5-10 faktor yang terbagi ke dalam faktor kekuatan dan kelemahan. Sedangkan untuk faktor eksternal terbagi ke dalam peluang dan ancaman (kolom1).

2. Memberi bobot terhadap faktor tersebut antara 0,0 (tidak penting) – 1,0 (sangat penting). Pembobotan menunjukan relatif tingkat kepentingan faktor tersebut untuk kesuksesan perusahaan. Jumlah semua bobot harus 1,0 (kolom 2). Besarnya bobot setiap faktor diperoleh dari kesepakatan beberapa informan dan penulis sesuai dengan hasil wawancara.

3. Memberi rating 1-4 untuk masing-masing faktor sukses faktor kritikal tersebut untuk menunjukan kondisi perusahaan yang bersangkutan dalam merespon faktor-faktor tersebut. Untuk matriks IFE baik kekuatan maupun kelemahan, 4=kekuatan/kelemahan paling utama, 3=kekuatan/kelemahan biasa, 2=kekuatan/kelemahan minor, dan 1=kekuatan/kelemahan paling rendah. Untuk matriks EFE baik peluang maupun ancaman, 4=respon tinggi, 3=respon diatas rata-rata, 2=respon rata-rata, dan 1=respon kurang (kolom3). Besarnya rating setiap faktor diperoleh dari kesepakatan beberapa informan dan penulis sesuai dengan hasil wawancara.

4. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor pembobotan (kolom 4). 5. Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan mengapa faktor-faktor

tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

6. Jumlahkan skor pembotan untuk masing-masing variabel untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis baik eksternal maupun internal. Total skor ini selanjutnya dimasukan ke dalam matrik internal-eksternal untuk melihat strategi yang akan diterapkan.


(12)

Tabel 4 Matriks kekuatan dan kelemahan

Faktor internal Bobot Rating Skor pembobotan Komentar Kekuatan / Strengths

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan bermutu 2. Promosi yang dilakukan terus menerus

3. Pemberian dan pembayaran kredit yang lancar

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan workshop yang baik keadaannya 5. Mendapatkan dukungan dari pemerintah

6. Kesetiaan pembeli (loyalitas)

Total 1,00 Si

Kelemahan / weaknesses

1. Manajemen keuangan masih belum profesional

2. Pegawai perusahaan umumnya belum menguasai bahasa asing (Inggris), sehingga ekspor tidak bisa dilakukan secara langsung

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku 4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis

5. Belum memiliki outlet di luar kota

Total 1,00 Wi

Sumber: Data penelitian pendahuluan


(13)

Tabel 5 Matriks peluang dan ancaman

Faktor eksternal Bobot Rating Skor pembobotan Komentar Peluang / Opportunities

1. Mekanisasi dalam proses produksi (mesin pemotong dan pembelah bambu) 2. Adanya permintaan produk parket lantai bambu

3. Tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat

4. Peluang mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO)

Total 1,00 Oi

Ancaman / Threats

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

2. Minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang 3. Pasokan bahan baku semakin menipis di daerah sekitar pengrajin

Total 1,00 Ti

Sumber: Data penelitian pendahuluan

1


(14)

Setelah mendapatkan masing-masing skor untuk setiap faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (kesempatan dan ancaman), langkah selanjutnya adalah memasukan skor pembobotan kedalam matriks perkalian SWOT untuk melihat situasi atau posisi perusahaan. Masing-masing skor dikalikan sehingga didapatkan hasil total untuk menentukan posisi perusahaan atau organisasi dalam kuadran SWOT. Berikut adalah matriks perkalian skor faktor internal dan eksternal.

Tabel 6 Matriks perkalian faktor internal-eksternal

Si Wi

Oi Si.Oi Wi.Oi Ti Si.Ti Wi.Ti

Setelah masing-masing didapatkan hasil perkaliaannya, skor yang paling tinggi menunjukan posisi organisasi berada yang akan menentukan strategi yang terbaik untuk dikembangkan. Strategi yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1997) berkaitan dengan kuadran SWOT dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kuadran analisis SWOT. (-,+) Ubah strategi, mendukung strategi dengan orientasi putar balik (+,+) Progresif, mendukung strategi yang agresif (-,-) Strategi bertahan, mendukung strategi defensif (+,-) Diversifikasi, mendukung strategi diversiifikasi Opportunity Strength Threat Weaknes


(15)

Melalui kuadran SWOT memberikan empat kemungkinan posisi yang ditempati oleh organisasi. Pertama kuadran (+,+), yang menandakan organisasi sebagai kuat dan berpeluang. Rekomendasi yang diberikan adalah progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran kedua (+,-), yang menandakan organisasi sebagai kuat namun menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat, sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.

Kuadran ketiga (-,+), yang menandakan organisasi sebagai lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya, sebab strategi lama sangat sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.

Kuadran keempat (-,-), yang menandakan organisasi sebagai lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang dihadapkan pada situasi eksternal yang sulit menyebabkan organisasi berada pada pilihan dilematis. Strategi ini dipertahankan sambil terus membenahi diri.

Matriks SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson seperti yang tercantum dalam Tabel 7 menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi atau perusahaan yang dihadapkan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT.

Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal organisasi

2. Tentukan faktor-faktor ancaman organisasi 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan organisasi


(16)

4. Tentukan faktor-faktor kelemahan organisasi

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi SO

6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST

8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.

Strategi SO dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST adalah stretegi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan. Strategi WT didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif, berusaha meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman. Tabel 7 Matriks SWOT

IFAS (Internal Strategic Factor

Analysis Summary) EFAS

(External Strategic Factor Analysis Summary)

Strengths (S) Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal

Weakneses (W) Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal

Opportunities (O)

Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal

Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimlkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threats (T)

Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber: Pearce & Robbinson (1997)


(17)

3.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP memecah suatu situasi yang kompleks kedalam bagian-bagian komponennya, menata bagian tersebut kedalam suatu hierarki, memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya suatu variabel dan mensistesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Keharusan memberi nilai numerik pada setiap variabel masalah membantu para pengambil keputusan untuk mempertahankan pola-pola fikiran yang kohesif dalam mencapai suatu kesimpulan. Selain itu, adanya konsensus dalam pengambilan keputusan kelompok memperbaiki konsistensi pertimbangan dan meningkatkan keandalan AHP sebagai alat pengambilan keputusan (Saaty 1993). Berikut adalah langkah-langkah dalam proses hierarki analitik:

1. Persoalan yang akan dikaji dan dicari alternatif pemecahan yang diinginkan didefinisikan.

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh (dari tingkat puncak sampai tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan).

3. Membuat matriks banding berpasangan (pairwise compparison matrix) untuk kontribusi atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat di atasnya. Dalam matriks ini pasangan-pasangan elemen dibandingkan dengan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukan suatu bilangan yang menunjukan nilai dominasi (bilangan bulat) satu hal yang dibandingkan dan satu tempat lain untuk memasuki nilai kebailkannya. Contoh matriks perbandingan disajikan dalam Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8 Matriks perbandingan antar kriteria

Kriteria (CR) CR1 CR2 CR3 CR4

CR1 1

CR2 1

CR3 1

CR4 1


(18)

Tabel 9 Matriks perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria

CR1 OP1 OP2 OP3 OP4

Pilihan (OP)1 1

OP2 1

OP3 1

OP4 1

Sumber: Saaty (1993)

4. Semua perbandingan antar kriteria dan antar pilihan didapatkan dengan melakukan korespondensi terhadap sumber yang kompeten.

5. Setelah semua data banding berpasangan terkumpul, prioritas alternatif dicari dan konsistensinya diuji.

6. Komposisi secara hierarki disintesis untuk membobotkan vektor-vektor priorotas itu dengan bobot kriteria-kriteria, dan semua entri proritas terbobot yang bersangkutan dengan entri prioritas dari tingkat bawah berikutnya dijumlahkan. Hasilnya adalah vektor prioritas menyeluruh untuk tingkat hierarki paling bawah. Jika hasilnya ada beberapa buah, boleh diambil nilai rata-rata geometriknya.

7. Konsistensi dievaluasi untuk seluruh hierarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hierarki itu harus 10% (0,1) atau kurang. Jika tidak, mutu informasi itu harus diperbaiki, baik dengan cara membuat pertanyaan ketika membuat pembandingan berpasangan. Jika tindakan ini gagal memperbaiki konsistensi, ada kemungkinan persoalan ini tak terstruktur secara tepat, yaitu elemen-elemen sejenis tidak dikelompokan dibawah suatu kriteria yang bermakna. Maka kita perlu kembali ke langkah 2, meskipun mungkin hanya bagian-bagian persoalan dari hierarki itu yang perlu diperbaiki. Berikut adalah rumus perhitungan konsistensi :

Indeks Konsistensi (Consistency Index/CI)

Keterangan :

CI : Consistency Index / konsistensi indeks λmax : Akar ciri/rata-rata nilai rasio


(19)

Rasio Konsistensi (Consistency Ratio/CR)

Keterangan :

CR : Consistency Ratio / konsistensi rasio CI : Consistency Index / indeks konsistensi RI : Random Index

Tabel 10 Random Index (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Sumber: Saaty (1980) dalam Padmowati (2009)

Tabel 10 memperlihatkan besarnya nilai random index dari banyaknya subjek (dimensi) yang dikaji dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan empat dimensi yang dikaji, baik untuk kriteria maupun alternatif strategi pengembangan.

AHP akan menganalisis suatu problem yang kompleks dan tak terstruktur dengan mengkomposisi dan mensintesis secara hierarki problem tersebut dengan input utama yang didasarkan atas persepsi para ahli dibidang yang bersangkutan untuk menentukan pengambilan keputusan. Hierarki permasalahan tesebut akan dibagi kendala tiga tingkat yaitu tujuan (goal), kriteria (criteria) dan alternatif pilihan (options).

Tujuan pengembangan suatu usaha adalah untuk memperoleh keuntungan dan tetap menjalankan usahanya sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain. Kriteria untuk mencapai tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menanyakan pendapat pemilik perusahaan maupun para ahli dari dinas terkait atau akademisi. Pada akhirnya alternatif pilihan strategi pengembangan yang telah diperoleh melalui analisis SWOT di cocokan dengan persepsi pemilik perusahaan untuk dipilih mana yang akan dikembangkan. Ketiga level hirarki inilah yang selanjutnya dinilai dengan pendekatan AHP. Berikut adalah contoh model pendekatan AHP (Gambar 3).


(20)

Gambar 3 Model proses hierarki analisis.

Keterangan-keterangan elemen penyusun hierarki : Tujuan :

UKM SKB Putra Handyraft yang berkembang dan berdaya saing tinggi. Kriteria :

1. Keuntungan atau laba yang cukup besar.

2. Meningkatnya keterampilan dan kesejahteraan pengrajin. 3. Produksi kerajinan yang stabil hingga mengalami peningkatan. 4. Berkembangnya pasar hingga mencapai pasar luar negeri atau ekspor. Alternatif Strategi Pengembangan :

1. Perbaikan sistem manajemen perusahaan. Seperti UKM pada umumnya, sistem manajemen perusahaan di UKM SKB Putra Handycraft masih sederhana, yaitu secara kekeluargaan. Sistem ini memang berjalan baik, namun terkadangan masih terdapat tumpang tindih pekerjaan. Perbaikan sistem manejemen akan meningkatkan efisiensi serta produktivitas hasil kerajinan, karena setiap tugas akan dijalankan sesuai pembagiaannya.

2. Mengusahakan budidaya bambu dengan memanfaatkan modal dan lahan yang dimiliki. Saat ini kondisi yang sering dihadapi perusahaan adalah semakin sulitnya memperoleh bahan baku bambu di tempat terdekat dengan lokasi pengrajin berada, sehingga bambu harus diperoleh dari daerah yang lebih jauh dengan harga yang lebih tinggi pula. Pemanfaatan lahan yang dimiliki pemilik usaha dengan budidaya bambu dirasa mampu menjawab tantangan kesulitan bahan baku. Karena selama ini bambu yang diperoleh cenderung tumbuh alami, bukan hasil budidaya. Jika dalam industri kayu sudah dapat

Keuntungan /Laba Keterampilam & Kesejahteraan Perajin Produktivitas Kerajinan Perbaikan Sistem Manajemen Budidaya Bambu Peningkatan kemampuan dan keterampilan Berkembangnya Pasar Dokumentasi Perusahaan UKM SKB Putra Handicraft yang berkembang


(21)

mengandalkan kayu HTI, maka industri kerajinan bambu pun sudah pantas untuk mencoba budidaya bambu sebagai pasokan bahan baku.

3. Peningkatan kemampuan bahasa asing untuk pegawai/staf serta keterampilan desain dan produksi untuk pengrajin. Meningkatkan kemampuan pegawai dalam bahasa asing terutama Bahasa Inggris diyakini dapat memperlancar proses perdagangan dengan pembeli dari luar negeri (Ekspor) secara langsung tanpa melalui perantara. Sementara itu, strategi meningkatkan keterampilan para perajin terutama dalam hal desain dan penggunaan alat dan mesin penunjang proses produksi dirasa akan melancarkan proses produksi sehingga produk kerajinan pun mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

4. Mengumpulkan dokumentasi dan membuat profil perusahaan dengan memakai jasa tenaga kerja yang kreatif. Saat ini perusahaan belum memiliki unsur pembangun usaha terutama untuk visi, misi dan tujuan. Seperti kebanyakan UKM, hal tersebut masih sebatas ungkapan yang belum dibukukan dan disatukan dengan identitas dan dokumentasi lain perusahaan.


(22)

BAB IV

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah Berdiri

Sentra Kerajinan Bambu berdiri sejak zaman penjajahan Jepang pada tahun 1933 yang dipelopori oleh Samri bin Widatma. Pengembangan kerajinan berlanjut ke anak Samri bin Widatma, yakni Oman Abdurohman pada tahun 1970. Lalu berlanjut ke anak dari Oman Abdurohman yaitu Abdulah pada tahun 1982 dengan modal pertama usaha saat itu sebesar Rp. 70.000. Pada tahun 1992 H. Abdulah mendapatkan Penghargaan UPAKARTI dari Persiden RI saat itu, H.M Soeharto. Ini merupakan penghargaan atas keberhasilan H. Abdulah dalam mengembangkan kerajinan bambu menjadi bidang usaha yang sangat menjanjikan. Pengembangan lebih lanjut tahun 2004 di serahkan ke anak H. Abdulah, yaitu Dedi Abdul Muiz yang mendirikan anak perusahaan bernama SKB (Sentra Kerajinan Bambu) Putra Handicraft dengan sasaran pasar ekspor.

SKB Putra Handicraft selalu aktif mengikuti berbagai pameran diantaranya: 1. Tahun 2004 pameran di Singapura yang dibina oleh BUMN Angkasa Pura II. 2. Tahun 2006 pameran serta studi banding di Taiwan oleh BKPM Indonesia. 3. Tahun 2007 pameran di Macau dan Hongkong yang dibina oleh BUMN BNI

(Bank Negara Indonesia).

4. Tahun 2008 Pameran di PPE (Pameran Produk Exsport) Indonesia yang berlangsung di Jakarta serta di fasilitasi oleh Pemerintah Daerah Dinas Industri dan Perdagangan Kota Tasikamalaya.

Dari hasil mengikuti pameran-pameran tersebut, SKB mendapatkan pasar lokal maupun mancanegara. Untuk pasar lokal terdapat di beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Solo dan Yogya. Sedangkan untuk pasar ekspor yaitu Singapura, Australia, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait dan Arab Saudi.


(23)

4.2 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

Sentra Kerajinan Bambu merupakan perusahaan keluarga yang memiliki satu anak usaha, yaitu Sentra Kerajinan Bambu Putra Handicraft. Baik SKB maupun SKB Putra Handicraft memiliki satu struktur organisasi seperti yang tertuang dalam Gambar 4. Ketua saat ini diduduki oleh Bapak Dedi Abdul Muiz yang merupakan generasi ketiga dari keluarga pendiri usaha Sentra Kerajinan Bambu.

Gambar 4 Struktur organisasi SKB Putra Handicraft.

Tenaga kerja atau perajin saat ini berjumlah 44 orang dengan terbagi menjadi dua sistem yaitu borongan dan permanen. Tenaga kerja permanen rutin membuat aneka produk kerajinan walaupun tanpa pesanan. Sedangkan tenaga kerja borongan digunakan saat ada pesanan produk dalam jumlah banyak dan waktu yang cukup sedikit. Kebanyakan perajin merupakan ibu rumah tangga beserta anaknya (perempuan) yang telah memperoleh kemampuan membuat produk kerajinan dari orang tua mereka. Mereka merupakan keluarga pengrajin yang telah lama bekerja sebagai perajin bambu dan mengumpulkannya pada SKB secara turun temurun.

Kendala yang sering dihadapi perusahaan adalah perajin sering menyetorkan barangnya tidak tepat waktu. Hal ini mengakibatkan keterlambatan pengiriman barang terhadap pembeli. Selain itu, perajin terkadang meminta modal untuk membuat kerajinan berkali-kali melebihi kesepakatan pembayaran modal untuk bahan baku. Hal ini dikarenakan modal sering digunakan untuk kebutuhan

Ketua Dedi Abdul Muiz

Bidang Litbang Hj. Ecin & Dedi

Abdul Muiz

Bidang Produksi dan Teknologi

Toni

Bidang Promosi dan Pemasaran

Darmawan

Anggota Perajin Sekretaris

Noneng Nuraeni

Bendahara Nena Nuerelah


(24)

perajin sehari-hari seperti untuk keperluan sembako. Kendala lainnya yaitu bahan baku yang semakin sulit diperoleh dari daerah sekitar perajin akhir-akhir ini (Kecamatan Mangkubumi).

4.3 Proses Produksi

Bahan baku utama produk kerajinan bambu adalah bambu dari wilayah Singaparna yang letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi perajin, namun berada di Kabupaten Tasikmalaya (sekitar 20 km), sehingga memerlukan tambahan biaya transportasi bahan baku. Bambu yang digunakan adalah bambu yang segar sehingga mudah dikerjakan dan dibentuk. Bambu dibeli saat ada pesanan atau order produk, sehingga bambu tetap segar dan mudah diolah. Bambu yang kering akan sulit untuk dikerjakan oleh perajin.

Bahan lain yang digunakan dalam produksi kerajinan bambu adalah pewarna atau cat, pengawet, zat pengilat (melamic dan arpus) serta minyak tanah. Pengawet juga digunakan untuk menghindari dari serangan organisme pelapuk seperti jamur dan serangga. Cat digunakan untuk mewarnai hasil kerajinan sesuai dengan spesifikasi produk. Sedangkan melamic dan aprus digunakan untuk mengilatkan produk jadi. Proses pembuatan kerajinan bambu secara rinci disajikan pada Gambar 5.


(25)

Gambar 5 Alur proses pembuatan kerajinan. Penanganan bahan baku

Pemotongan

Pengirisan

Penjemuran

Pengawetan

Penjemuran

Pemutihan

Penjemuran

Penganyaman

Penganyaman

Finishing

Pewarnaan Pengilatan Pereraban


(26)

4.3.1 Penanganan bahan baku

Proses penanganan bahan baku hanya berupa pemotongan cabang dan daun bambu yang masih menempel pada batang. Biasanya proses ini dilakukan oleh suami-suami perajin. Alat yang digunakan berupa golok. Setelah bambu hanya berupa batangnya maka siap untuk memasuki proses pembuatan aneka produk kerajinan.

4.3.2 Pemotongan

Bahan baku yang digunakan adalah bambu yang masih segar, belum dijemur setelah dilakukan penebangan dan penanganan. Bambu yang digunakan adalah yang telah dikenal oleh masyarakat lokal sebagai awi tali atau bambu tali (Gigantolochloa apus Kurz). Rata-rata panjang bambu adalah 10 meter, dipotong berdasarkan ruasnya dengan menggunakan golok. Panjang ruas rata-rata biasanya mencapai 30 cm.

4.3.3 Pengirisan

Ruas bambu yang telah terpotong kemudian diiris menggunakan pisau, sesuai kebutuhan bahan untuk proses selanjutnya. Bentuk dan ukurannya berbeda. Ada yang pipih dengan ukuran tebal 0,1-0,2 mm dan lebar 2-3 cm untuk bahan anyaman dan bagian pegangan (produk parsel, hantaran seserahan, picnic box) dan ada ukuran seperti batang lidi tipis hingga tebal untuk kerangka beberapa jenis produk kerajinan (tirai, tudung saji, laundry box).


(27)

4.3.4 Penjemuran

Penjemuran terbagi menjadi dua. Pertama yaitu proses penjemuran bambu yang telah selesai di potong maupun di iris. Proses ini bertujuan mengeringkan bambu sebelum memasuki proses selanjutnya. Penjemuran dilakukan tidak lebih dari sehari, agar bambu tidak menjadi terlalu kering dan susah (kaku) untuk dianyam. Penjemuran kedua dilakukan setelah mengalami proses pengawetan, pemutihan maupun pewarnaan. Penjemuran dilakukan secara manual yaitu dengan menjemurkannya dibawah sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini biasanya selama satu hari penuh dari pagi hingga sore hari.

(A) (B)

Gambar 7 Penjemuran bambu (A) Sebelum dianyam dan (B) Setelah pewarnaan.

4.3.5 Pengawetan

Proses pengawetan ada yang dilakukan saat langkah awal sebelum penganyaman maupun setelah menjadi produk. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan bahan pengawet. Namun pada umumnya proses pengawetan lebih banyak dilakukan setelah produk jadi karena bahan pengawet tersedia banyak di gudang dan dilakukan oleh tenaga dibidang finishing yang terbiasa melakukan proses pengawetan. Bahan pengawet yang digunakan tergolong masih sederhana yaitu berupa lentre atau Hidrogen peroksida (H2O2) dicampur air.


(28)

4.3.6 Pemutihan

Proses pemutihan dilakukan untuk mencerahkan warna bambu. Hal ini tergantung permintaan dari pembeli, terutama pembeli dengan pesanan produk dengan kisaran harga yang tinggi. Namun pada umumnya hampir semua bambu yang diputihkan diperuntukan bagi produk ekspor. Proses pemutihan dilakukan dengan cara dicelupkan pada campuran air dan H2O2 yang juga mempunyai fungsi

sebagai bahan pengawet sementara.

(A) (B)

Gambar 8 Perbedaan produk kerajinan yang (A) Tidak diputihkan dan (B) Diputihkan.

4.3.7 Penganyaman

Penganyaman merupakan proses inti pembuatan kerajinan bambu. Keterampilan menganyam biasanya diperoleh secara turun temurun dalam suatu keluarga. Hampir semua produk kerajinan terbentuk dengan proses anyaman seperti tissue box, cake box, picnic box, tempat parcel dingga kemasan makanan khas untuk dodol.


(29)

4.3.8 Finishing

Proses finishing terdiri dari beberapa tahapan dan dijelaskan sebagai berikut:

4.3.8.1Pewarnaan

Proses pewarnaan terbagi menjadi dua yaitu dengan kuas (pengecatan) dan dengan spray gun (pelaburan). Pengecatan dilakukan untuk produk ekspor sedangkan pelaburan dilakukan untuk produk lokal. Warna disesuaikan dengan pesanan ataupun trend yang sedang berlaku. Cat yang digunakan yaitu cat kayu.

(A) (B)

Gambar 10 (A) Merek cat yang digunakan dan (B) Hasil pewarnaan. 4.3.8.2Pengilatan

Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat hasil akhir produk kerajinan terlihat mengkilat. Bahan yang digunakan yaitu campuran bensin dan arpus untuk produk lokal dan melamic untuk produk ekspor. Perbedaan lainnya terdapat pada harga masing-masing bahan, melamic lebih mahal namun memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan campuran arpus dan bensin. Selain itu, waktu kering melamic lebih cepat dibandingkan dengan campuran arpus dan bensin. Melamic yang digunakan biasanya bermerek Impra. Cara melaburkan bahan pengilat dilakukan dengan kuas.


(30)

(A) (B)

Gambar 11 (A) Proses pengilatan dan (B) Bahan pengilat yang digunakan.

4.3.8.3Pereraban

Pereraban yaitu proses menghilangkan buluh-buluh bambu yang masih nampak pada produk akhir. Prosesnya berupa pembakaran produk akhir di atas api sedang yang bersumber dari kompor gaz. Hal yang perlu diperhatikan adalah proses pembakaran dilakukan secara cepat, dengan catatan bulu bambu telah terbakar atau tidak nampak. Jangan sampai digunakan api terlalu besar dengan waktu pembakaran yang terlalu lama karena akan membakar produk.

Gambar 12 Proses pereraban. 4.3.9 Pengepakan dan Pengiriman

Proses pengepakan hanya dilakukan dengan menumpuk produk akhir dan menalikannya. Pengiriman produk dilakukan dengan mobil bak terbuka untuk lokasi pembeli dalam kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan untuk luar kota menggunakan jasa kereta api.


(31)

(A) (B)

Gambar 13 (A) Pengepakan dan (B) Pengiriman produk. 4.4 Jenis Produk

Produk kerajinan yang dihasilkan oleh SKB Putra Handicraft adalah tetenong atau cake box, kotak laundry, picnic box, tudung saji, tempat parsel,

boboko atau bakul nasi atau shut rice, pot bunga, rak majalah hingga tirai. Beberapa contoh produk kerajinan bambu SKB Putra Handicraft dapat dilihat dalam Gambar 14. Harga untuk masing-masing produk beragam mulai dari Rp. 10.000 hingga Rp. 150.000. Desain dan bentuk produk-produk ini dapat disesuaikan dengan selera pembeli.

4.5 Aspek Keuangan

Modal yang digunakan saat awal berdirinya usaha Sentra Kerajinan Bambu pada tahun 1982 yaitu sebesar Rp. 70.000. Perusahaan (SKB Putra Handicraft) memberikan modal kepada perajin untuk membeli bambu. Besarnya modal yaitu seperempat hingga setengah dari uang muka yang didapat pihak SKB. Harga bambu berkisar antara Rp. 8.000 – Rp. 10.000 per lenjer (batang)nya.

Saat ini omset perusahaan mencapai Rp. 40-60 juta per bulannya atau Rp. 500-600 juta per tahun. Untuk pendapatan perajin atau upah jumlahnya tidak menentu. Namun kisarannya sebesar Rp. 30.000 – Rp. 50.000 per hari atau Rp. 600.000 – Rp. 1.000.000 per bulannya.


(32)

Tudung saji

Bakul nasi (boboko)

Kotak tisu

Keranjang parsel dan hantaran

Picnic box

Showroom tampak depan Gambar 14 Berbagai produk kerajinan bambu SKB Putra Handicraft.

Harga jual kerajinan untuk pasar lokal yang berlaku di SKB yaitu harga jual pengrajin ditambahkan dengan laba yang diinginkan berkisar 15%. Hal ini pun mengalami penurunan yang semula 20-25% beberapa tahun lalu dikarenakan semakin banyaknya pesaing. Sedangkan untuk pasar ekspor harga yang berlaku yaitu ditambah dengan laba yang diinginkan 20%. Penurunan besarnya laba yang diinginkan pun berlaku pada pasar ekspor karena saingan dari produsen dari luar


(33)

negeri terutama China. Sistem pembayaran yang berlaku pada penjualan ekspor yaitu pembeli membayar DP sebesar 30%. Biaya yang diterima pihak SKB dapat mengalami penurunan jika terdapat barang reject atau rusak saat sampai di pihak pembeli.

SKB pernah mendapatkan bantuan mesin pencacah kertas dari pemerintah Kota Tasikmalaya untuk menghasilkan kertas daur ulang sebagai salah satu bahan penolong produk kerajinan. Saat ini SKB memeroleh bantuan kredit yang besarnya berkisar 10-100 juta rupiah untuk periode 5 tahun. Bank yang menjadi mitra kredit usaha SKB adalah Bank Negara Indonesia (BNI).


(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Data primer mengenai kondisi internal dan eksternal perusahaan diperoleh melalui wawancara dengan pihak manajemen perusahaan. Fakta-fakta yang diperoleh kemudian diklasifikasikan ke dalam tabel IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factors Evaluation) dan dalam komponen-komponen analisis SWOT dianalisis.

5.1.1 Analisis Matriks IFE dan EFE

Hasil analisa matriks IFE diperoleh nilai untuk faktor kekuatan yaitu 3,044 dan nilai untuk faktor kelemahan yaitu 3,075. Hasil ini menunjukan bahwa UKM SKB Putra Handicraft memiliki kelemahan yang sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan kekuatannya. Faktor-faktor kelemahan tersebut adalah manajemen keuangan yang belum profesional, kurangnya penguasaan bahasa Inggris bagi staf/pegawai, sulitnya bahan baku, belum adanya visi dan misi, serta belum memiliki outlet di luar kota.

Dari segi manajemen, saat ini manajemen dan pembukuan keuangan masih belum profesional, dalam arti perusahaan masih melakukan pembukuan secara sederhana oleh anggota keluarga yang memang menjadi bendahara dalam struktur kepengurusan usaha ini. Selain itu, staf perusahaan hanya sedikit yang dapat menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris sebagai penunjang kegiatan promosi dan perdagangan hasil kerajinan ke luar negeri (ekspor). Seperti telah di sebutkan sebelumnya bahwa, SKB Putra Handicraft aktif mengikuti berbagai kegiatan promosi termasuk ke luar negeri, sehingga kemampuan berbahasa asing akan sangat menunjang kelancaran usaha. Saat ini hasil kerajinan yang diekspor tidak dilakukan secara langsung ke pembeli di luar negeri, tapi melalui penyalur atau agen yang berada di Jakarta. Pemilik usaha telah mencoba mengikuti pelatihan bahasa asing yang pernah diadakan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya dan Universitas Siliwangi sebagai bentuk dukungan bagi perkembangan UKM,


(35)

namun program tersebut tidak berkelanjutan sehingga output yang diharapkan tidak tercapai.

Kelemahan vital lainnya yang ada pada UKM SKB Putra Handicraft adalah belum memiliki visi, misi dan tujuan perusahaan. Perusahaan sebelumnya mempunyai ketiga komponen ini, namun tidak secara jelas dinyatakan dengan baik sebagai identitas perusahaan. Sedangkan dalam sebuah usaha komponen visi, misi dan tujuan adalah hal penting yang harus dimiliki. Sehingga untuk saat ini SKB Putra Handicraft hanya mempunyai tujuan agar usaha tetap berjalan dan perajin dapat memperoleh penghasilan dengan memproduksi kerajinan.

Kelemahan lain yang dirasa cukup berpengaruh terhadap kelangsungan usaha SKB Putra Handicraft adalah ketersediaan bahan baku bambu yang semakin menipis di daerah terdekat dengan pengrajin. Hal ini mulai dirasakan pada tahun 2000-an ketika saat itu bahan baku yang biasanya didapatkan dari daerah yang cukup dekat dengan rumah perajin mulai berkurang. Hal ini diperparah dengan banyaknya lahan tempat tumbuhnya bambu dikonversi menjadi perumahan. Sehingga untuk mendapatkan bambu perajin harus membeli dari daerah Singaparna atau pun Manonjaya yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini tentu membuat harga beli bahan baku mengalami kenaikan, terutama dari segi transportasi.

Belum mempunyai outlet di luar kota pun dirasa sebagai suatu kelemahan, jika hal ini dapat diatasi maka akan sangat bermanfaat dalam memperluas pasar terutama di daerah yang memiliki banyak pelanggan seperti di Bandung. Terlebih lagi, kehadiran outlet di luar kota akan sangat efektif sebagai sarana pengenalan produk.

Sedangkan kekuatan yang dimiliki oleh SKB Putra Handicraft yaitu produk SKB yang telah banyak dikenal dan bermutu, promosi yang dilakukan terus menerus, pemberian dan pembayaran kredit yang lancar, memiliki peralatan yang lengkap dan workshop yang baik keadaannya, mendapat dukungan pemerintah serta kesetiaan pembeli.

Produk kerajinan SKB Putra Handicraft telah banyak dikenal tak lepas dari nama besar Sentra Kerajinan Bambu yang telah berdiri sejak 70 tahun yang lalu.


(36)

Sehingga dari segi kualitas produk, SKB Putra Handicraft yang sebagian besar merupakan produk estetis pun tidak kalah dengan produk SKB yang pada umumnya merupakan produk rumah tangga. Hal ini berkorelasi positif terhadap respon pelanggan yang setia menggunakan produk hasil SKB Putra Handicraft, walau telah banyak bermunculan produsen kerajinan yang baru. Selain itu, pihak pemberi kredit (bank) pun tidak menyulitkan dalam proses pemberian kredit usaha.

Kekuatan SKB Putra Handicraft juga bertumpu pada promosi yang dilakukan secara terus menerus. Hal ini merupakan salah satu dukungan dari pemerintah Kota Tasikmalaya dan juga instansi terkait yang membantu promosi produk SKB Putra Handicraft. Selain dukungan berupa promosi, pemerintah Kota pun memberikan dukungan lain seperti bantuan mesin-mesin dan berbagai macam pelatihan. Saat ini mesin yang telah ada yaitu pencacah kertas, yang bisa dimanfaatkan untuk memproduksi bahan penolong kerajinan, dan yang terbaru saat ini sedang dalam tahap lelang yaitu mesin pemotong bambu. Peralatan dan mesin yang dimiliki cenderung lengkap dan tersedia di bengkel/workshop yang keadaannya terjaga dengan baik. Matriks Kekuatan dan Kelemahan atau Internal Factor Evaluaton (IFE) UKM SKB Putra Handicraft yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat dalam Tabel 11.


(37)

Tabel 11 Matriks kekuatan dan kelemahan (IFE) UKM SKB Putra Handicraft

Kekuatan Bobot Rating Skor Komentar

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan

bermutu 0,200 3 0,600

SKB menjadi pelopor berdirinya produk kerajinan bambu dan telah dikenal luas secara kualitas

2. Promosi yang dilakukan terus menerus 0,156 4 0,622 Hampir tiap tahun mengikuti pameran kerajinan 3. Pemberian dan pembayaran kredit yang

lancar 0,178 3 0,533

Pembayaran kredit selalu tepat waktu, kunci SKB tetap dipercaya oleh kreditor

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan

workshop yang baik keadaannya 0,133 3 0,400

Peralatan, mesin dan bahan untuk memproduksi kerajinan terjaga dengan baik di bengkel milik SKB dan SKB Putra Handicraft

5. Mendapat dukungan pemerintah 0,111 2 0,222 Dukungan pemerintah berupa pembinaan, pelatihan desain, pameran baik dari tingkat kota, provinsi maupun pusat

6. Pembeli loyal 0,222 3 0,667 Pembeli terutama lokal sudah menjadi langganan sejak awal SKB berdiri.

Total 1,000 3,044

Kelemahan Bobot Rating Skor Komentar

1. Manajemen keuangan masih belum

profesional 0,250 3 0,750

Hampir semua posisi dalam struktur organisasi perusahaan merupakan keluarga.

2. Pegawai perusahaan umumnya belum

menguasai bahasa asing (Inggris) 0,225 4 0,900 Ekspor dilakukan tidak langsung melalui agen penyalur 3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai

sumber bahan baku 0,200 3 0,600 Bahan baku bambu semakin sulit diperoleh didaerah sekitar pengrajin. 4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis 0,150 2 0,300 Visi, misi dan tujuan perusahaan belum dibukukan secara tertulis. Dahulu

sempat memiliki dokumen tertulis tersebut namun hilang.

5. Belum memiliki outlet di luar kota 0,175 3 0,525 Outlet luar kota dirasa bermanfaat dalam memperlebar pasar didaerah tujuan pembeli langganan.

Total 1,000 3,075


(38)

Sedangkan hasil analisa matriks EFE untuk faktor peluang mempunyai nilai sebesar 3,025 dan faktor ancaman sebesar 3,370. Hal ini berarti SKB Putra Handicraft memiliki faktor ancaman yang lebih besar dibanding peluang yang dimilikinya. Faktor-faktor ancaman bagi SKB Putra Handicraft yaitu banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini baik dari dalam maupun luar negeri, minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang dan pasokan bahan baku yang semakin menipis.

Saat ini, pesaing SKB Putra Handicraft mulai bermunculan, baik dari dalam Kota dan Kabupaten Tasikmalaya serta kota lain seperti Cilacap dan Yogyakarta, hingga mancanegara terutama dari China. Produk dari China banyak membanjiri pasar kerajinan dalam negeri dengan harga jual produk yang murah. Hal tersebut dikarenakan produk kerajinan China diproduksi dalam jumlah banyak dengan bantuan mesin.

Ancaman selanjutnya datang dari perajin, terutama minat generasi penerus perajin yang semakin menurun. Memang selama ini mayoritas perajin merupakan ibu rumah tangga yang tinggal disekitar kediaman pemilik SBK Putra Handicraft, menurunkan keterampilannya kepada anak-anak mereka, terutama anak perempuan. Namun kondisi yang saat ini terjadi adalah banyak anak para perajin ingin memiliki pekerjaan yang tetap, tidak hanya sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pengrajin. Hal ini dapat diatasi dengan berbagai pilihan strategi seperti pelatihan desain dan teknis hingga pemberian seragam kepada perajin sehingga pekerjaan sebagai perajin tidak lagi dianggap sebagai pekerjaan sampingan saja.

Ancaman terbesar yang saat ini sering dihadapi yaitu ketersediaan bahan baku. Mulai awal tahun 2000, kesulitan bahan baku terutama karena pasokan di daerah sekitar pengrajin semakin berkurang. Sehingga untuk mendapatkan bambu, pengrajin harus mencari hingga ke daerah Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Hal ini mengakibatkan ongkos untuk pembelian bahan baku naik terutama karena transportasi. Hal ini masih terkait dengan faktor kelemahan SKB Putra Handicraft yang tidak memiliki kebun bambu sebagai sumber pemenuhan bahan baku,


(39)

sehingga untuk kegiatan produksi masih harus mengandalkan bambu yang tumbuh secara alami di kebun atau lahan orang lain.

Sementara itu faktor peluang yang dimiliki SKB Putra Handicraft adalah mekanisasi dalam proses produksi, adanya permintaan produk parket lantai bambu, tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat, dan peluang dalam mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO).

Mekanisasi dalam proses produksi menjadi sebuah peluang karena saat ini kebutuhan akan hasil kerajinan yang tepat waktu semakin mendesak, terutama di musim puncak seperti lebaran, natal, tahun baru serta imlek. Melihat keadaan produksi kerajinan di negara lain terutama China, mekanisasi dalam proses produksi dapat meningkatkan output barang dan keuntungan. Sehingga saat ini pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mengadakan lelang untuk pengadaan mesin pemotong bambu. Saat ini juga terdapat mesin bantuan pemerintah yang dapat mengolah limbah hasil produksi menjadi lebih bermanfaat, misalnya pulp

untuk campuran kertas bahan penolong kerajinan. Namun keberadaan mesin ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Mekanisasi juga akan sangat bermanfaat terutama dalam produksi produk selain kerajinan, salah satunya lantai parket yang tengah dalam proses pengembangan. Perusahaan pernah mencoba memproduksi lantai parket bambu namun secara manual. Sehingga tidak dapat memenuhi permintaan yang masuk ke perusahaan. Adanya permintaan akan produk ini menjadi peluang untuk melebarkan usaha dengan menambah jenis produk.

Hal lain yang menjadi peluang bagi SKB Putra Handicraft adalah mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO). Hal ini akan meningkatkan nilai produk SKB Putra Handicraft terutama bagi pembeli potensial dari luar negeri. Jika peluang ini dimanfaatkan, maka tak dipungkiri SKB Putra Handicraft akan menjadi UKM bersertifikasi pertama di Tasikmalaya. Sehingga manfaat langsung dan tidak langsung akan mudah didapat perusahaan. Tabel 12 menyajikan tabel Matriks Faktor Peluang dan Ancaman (EFE) dari UKM SKB Putra Handicraft selengkapnya.


(40)

Tabel 12 Matriks peluang dan ancaman (EFE) UKM SKB Putra Handicraft

Peluang Bobot Rating Skor Komentar

1. Mekanisasi dalam proses produksi 0,294 3 0,882 Mekanisasi dapat berupa pemotongan dan pembelahan bambu 2. Adanya permintaan produk parket lantai

bambu 0,265 4 1,059

Permintaan ini pernah ditanggapi dengan dibuatnya parket bambu,namun secara manual

3. Tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat

0,235 2 0,471 Berupa mesin pencacah bambu yang bisa menjadi campuran pembuat kertas bahan penolong kerajinan

4. Peluang mendapatkan sertifikasi produk dan

proses (ISO) 0,206 3 0,618

Trend sertifikasi dan standarisasi dirasa menjadi peluang yang akan membawa dampak positif bagi perusahaan

Total 1.000 3,029

Ancaman Bobot Rating Skor Komentar

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

0,370 4 1,481

Pesaing umumnya berasal dari Cilacap dan Yogyakarta serta China yang produknya cenderung murah karena diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan bantuan mesin

2. Minat generasi penerus pengrajin yang

semakin berkurang 0,333 3 1,000

Anak para pengrajin lebih menginginkan pekerjaan formal yang tetap

3. Pasokan bahan baku semakin menipis di

daerah sekitar pengrajin 0,296 3 0,889

Sumber kebun bambu di Kecamatan Mangkubumi semakin menipis

Total 1,000 3,370

Sumber: Bobot dan skor dari responden (pemilik perusahaan); skor = perkalian bobot dan skor


(41)

Setelah semua faktor internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE, maka diperoleh pula hasil perkalian masing-masing skor dalam matriks perkalian faktor internal-eksternal (Tabel 13). Nilai tertinggi merupakan hasil perkalian antara faktor internal kelemahan dan faktor ekstenal ancaman yaitu sebesar 10,363 (cetak tebal). Hal ini menunjukan bahwa UKM SKB Putra Handicraft merupakan uasaha yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Sehingga rekomendasi strategis yang akan menjadi prioritas pengembangan adalah strategi bertahan, yakni strategi yang telah ada dipertahankan sembari memperbaiki diri. Perbaikan diri perusahaan dapat berupa penyegaran dan perbaikan manajemen, menghasilkan produk baru dan inovatif hingga meningkatkan kemampuan pengrajin dan kapasitas produksi.

Tabel 13 Perkalian faktor internal-eksternal

S

3,044

W 3,075 O 3,029 9,220 9,314 T 3,370 10,258 10,363 Sumber: Hasil perkalian total skor

Stretegi yang terpilih adalah strategi yang berupaya untuk meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Kelemahan utama yang dimiliki adalah dari segi manajemen atau pengelolaan usaha. Hal mendasar yang dapat dilakukan pertama kali adalah yang dengan kembali menyusun komponen berupa visi, misi dan tujuan usaha, lalu membukukannya dalam sebuah identitas tertulis perusahaan. Selain itu harus ada pula kejelasan status usaha, apakah berbentuk CV, PT atau bentuk lain.

Dari segi kepengurusan, harus ada upaya penyegaran dan perbaikan sistem manajemen perusahaan. Menempatkan staf atau tenaga yang sesuai antara kemampuan dan tugas yang diembannya, atau menerapkan prinsip the right man on the right place. Hal ini dapat dimulai secara perlahan misalnya dengan menempatkan karyawan yang mempunyai keahlian kesekretariatan dan pembukuan serta mengerti akan penggunaan aneka perangkat yang menunjang (menulis surat, mesin tik, komputer). Selain itu dapat pula dengan memberikan pelatihan bahasa asing terutama bahasa Inggris, kesekretariatan dan


(42)

kebendaharaan seperti pemahaman mengenai Microsoft Office Word, Excel

maupun program lain seperti adobe photo shop, internet dan e-mail. Pemilihan tenaga karyawan ini bisa saja memanfaatkan anak-anak para pengrajin yang sudah memasuki usia produktif dan memiliki daya pembelajaran yang cepat. Pada umumnya minat mereka menurun untuk mengikuti jejak orang tuanya sebagai pengrajin karena mendambakan pekerjaan formal yang tetap. Sehingga hal ini dapat mempertemukan solusi akan kelemahan dan ancaman yang dihadapi SKB Putra Handicraft saat ini.

Strategi pengembangan selanjutnya yaitu mengusahakan budidaya bambu dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh SKB Putra Handicraft. Selama ini kebutuhan bahan baku didapat dari bambu yang tumbuh secara alami di kebun milik orang lain. Sistem budidaya seperti dalam Hutan Tanaman industri bisa mulai diterapkan dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki pemilik usaha. Karena selama ini, modal berupa lahan dimanfaatkan dalam bentuk peternakan dan budidaya perikanan. Sehingga budidaya bambu diharapkan akan mengatasi kelemahan dan ancaman bahan baku bambu yang semakin sulit didapatkan di sekitar pengrajin.

Strategi yang dapat dijalankan untuk meminimalkan kelemahan yang terakhir yaitu meningkatkan keterampilan pengrajin terutama dalam hal desain dan mekanisasi. Desain menjadi sangat penting untuk ditingkatkan karena saat ini trend bentuk dan model kerajinan yang dimintai sangat cepat berubah. Jika pengrajin tidak cepat menanggapi hal ini, produk kerajinan SKB Putra Handicraft akan mengalami keterbelakangan dari segi model yang bisa menyebabkan tergerus dalam persaingan. Sedangkan kemampuan mekanisasi sangat berguna untuk memanfaatkan mesin-mesin yang telah dan akan ada yang merupakan bantuan dari berbagai instansi pemerintah. Sangat disayangkan apabila mesin yang telah diberikan pemerintah sebagai bantuan tidak sesuai spesifikasinya dan tidak dimanfaatkan sama sekali. Sehingga pihak manajemen harus sudah bisa menyiapkan skenario terburuk bila mesin yang akan datang tidak sesuai harapan, namun masih dapat digunakan untuk penggunaan lain.


(43)

Strategi yang akan menjadi prioritas ini beserta strategi lainnya yang telah didapatkan berdasarkan keempat faktor UKM SKB Putra handicraft dapat dilihat dalam Tabel 14 Matriks SWOT.

Tabel 14 Matriks SWOT UKM SKB Putra Handicraft

Analisis internal

Analisis eksternal

Kekuatan

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan bermutu 2. Promosi yang dilakukan

terus menerus

3. Pemberian dan pembayaran kredit yang lancar

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan workshop yang baik keadaannya

5. Mendapatkan dukungan dari pemerintah

6. Pembeli loyal

Kelemahan

1. Manajemen keuangan masih belum profesional

2. Pegawai perusahaan umumnya belum menguasai bahasa asing (Inggris), sehingga ekspor tidak bisa dilakukan secara langsung

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku

4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis

5. Belum memiliki outlet di luar kota

Peluang

1. Mekanisasi dalam proses produksi (mesin pemotong dan pembelah bambu)

2. Adanya permintaan produk parket lantai bambu 3. Tersedia mesin bantuan

pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat

4. Peluang mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO)

Strategi SO :

- Optimalisasi potensi UKM untuk mengembangkan usaha di bidang lain (Parket bambu) ( S5, O1, O2)

- Meningkatkan keterampilan pengrajin melalui pelatihan dengan bantuan pemerintah (S3, S4, S6, O3)

Strategi WO :

- Evaluasi dan perbaikan sistem manajemen (W1, W2, W5, O4) - Memaksimalkan peran sebagai

anggota ASEPHI sehingga memperoleh bantuan dan informasi seperti informasi penggunaan mesin, sistem manajemen yang baik dan menambah jaringan dengan mitra di berbagai wilayah di Indonesia (W3,W6, O1, O3, O4)

Ancaman

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

2. Minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang

3. Pasokan bahan baku semakin menipis di daerah sekitar pengrajin

Strategi ST :

- Menguatkan image sebagai UKM kerajinan pertama dengan kualitas utama (S1, S5, S6, T1, T2)

- Melakukan inovasi produk dengan mengikuti trend produk terkini(S3, S4, S5,T2) - Meningkatkan fasilitas bagi

kesejahteraan pengrajin(S3, T2)

- Menggaet pihak potensial untuk budidaya bambu sebagai pemenuhan bahan baku dan bentuk usaha baru yang menjanjikan (S3, S5, T3)

Strategi WT :

- Memperbaiki sistem

manajemen perusahaan (W1, W2, W4, T1)

- Mengusahakan budidaya bambu dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki (W3, T3) - Mengumpulkan dokumentasi

dan membuat profil perusahaan dengan memakai jasa tenaga kerja yang kreatif (W4, W5, T2)

- Meningkatkan kemampuan bahasa asing (pegawai/staf); keterampilan desain dan produksi (pengrajin) (W2, T1, T2)


(44)

Dapat kita lihat pula dalam Tabel 13 bahwa hasil perkalian antara faktor internal kekuatan dengan faktor eksternal ancaman memiliki nilai yang tidak terlalu jauh beda dengan hasil perkalian tertinggi. Hal ini menunjukan pula bahwa perusahaan kuat namun menghadapi tantangan besar. Kekuatan perusahaan dapat dipahami dari lamanya perusahaan telah berdiri. Namun berbagai ancaman yang saat ini dihadapi harus mendapat perhatian dan disikapi untuk mencari solusinya. Sehingga perusahaan akan sulit berkembang jika hanya bertumpu pada strategi lama. Diversifikasi strategi akan mendukung strategi bertahan yang menjadi prioritas bagi perusahaan.

Berbagai kekuatan yang ada seperti kualitas produk yang telah dikenal dan bermutu harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Sehingga image sebagai usaha kerajinan bambu yang pertama dan utama di Kota Tasikmalaya pun dapat kembali diraih. Promosi produk pun harus terus dilakukan dengan mengikuti berbagai acara promosi baik yang dilakukan pemerintah maupun instansi terkait. Dengan adanya Asosiasi Produser dan Eksportir Kerajinan Tasikmalaya yang baru setahun berdiri, diharapkan promosi dapat lebih intensif, terutama dengan cabang asosiasi di seluruh Indonesia. Sehingga pasar lokal diharapkan dapat berkembang. Seiring berkembangnya kemajuan teknologi informasi, promosi pun dapat dilakukan dengan bantuan media sosial mulai dari pembuatan situs perusahaan atau blog, promosi via situs asosiasi, pemerintah kota maupun provinsi, facebook hingga twitter yang akan turut menggairahkan perekonomian kreatif negeri.

Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggaet pihak potensial seperti Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan maupun Perum Perhutani Tasikmlaya untuk mendirikan sistem budidaya bambu. hal ini dapat menjawab tantangan sulitnya mendapatkan bahan baku bambu terutama di wilayah Kota Tasikmalaya yang lokasinya masih relatif dekat dengan keberadaan para perajin.


(45)

5.2 Strategi Pegembangan UKM SKB Putra Handicraft

Proses respondensi kuesioner menghasilkan prioritas dari empat alternatif strategi yang akan dikembangkan. Pengisian kuesioner dilakukan terhadap responden yang merupakan pemegang kepentingan (stake holders) dibidang UKM kerajinan bambu dan kehutanan. Stake holders tersebut beserta masing-masing jumlah respondennya yaitu Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (3 orang), Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (2 orang), Association of Exporter and Producer Handicraft Indonesia (ASEPHI) Tasikmalaya (1 orang) serta Perum Perhutani KPH Tasikmalaya (4 orang). Sehingga jumlah responden sebanyak sembilan orang. Melalui uji konsistensi diperoleh beragam tingkat konsistensi pada setiap hasil repondensi. Lampiran 3 menunjukan mengenai sumber dari data primer yaitu lingkungan, nama serta jabatan para stake holders

di bidang UKM dan kehutanan.

Setelah melalui proses penjajagan pada penelitian pendahuluan dan studi literatur, maka ditentukan empat kriteria berkembangnya suatu UKM. Keempat kriteria tersebut yaitu keutungan atau laba yang diperoleh, keterampilan serta kesejahteraan pengrajin, produksi hasil kerajinan dan pemasaran hasil kerajinan. Kriteria yang paling banyak dipilih yaitu keterampilan dan kesejahteraan pengrajin oleh empat responden. Hal ini dianggap penting karena keterampilan dan kesejahteraan pengrajin akan menentukan hasil kerajinan yang akan diikuti oleh kriteria lain seperti produktivitas kerajinan, meningkatnya keuntungan dan pasar yang akan berkembang.

Sedangkan untuk alternatif strategi pengembangan terdiri dari Perbaikan sistem manajemen perusahaan, budidaya bambu sebagai bahan baku, pembuatan identitas perusahaan yang sesuai standar dan peningkatan kemampuan pegawai terutama dalam bahasa asing dan keterampilan para perajin. Hasil perbandingan antar kepentingan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 4.

Jika melihat nilai konsistensi semua responden, hanya ada dua reponden yang memiliki kekonsistensian yang baik sehingga dapat data yang di dapat dari kedua responden tersebut dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan. Kedua


(1)

62

Lampiran 4 (lanjutan) Tabel Matriks Hasil AHP

Strategi pengembangan UKM SKB Putra Handicraft (Dis. KUMKM Perindustrian dan Perdagangan - Sulastri Ningsih) Pairwise comparison among criteria

Rata Baris /Bobot

Laba Perajin Produksi Ekspor Normalized Matrix Product Ratio λ Maks CR (CI/RI) Laba 1 1 1/3 1 0.1667 0.4268 0.0455 0.1000 0.1847 0.8630 4.6717 4.8713 0.3227 Pengrajin 1 1 5 7 0.1667 0.4268 0.6818 0.7000 0.4938 2.5177 5.0984

Produksi 3 1/5 1 1 0.5000 0.0854 0.1364 0.1000 0.2054 0.9744 4.7432 Ekspor 1 1/7 1 1 0.1667 0.0610 0.1364 0.1000 0.1160 0.5767 4.9716

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Laba CI 0.2904

Laba Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 1/7 1/5 5 0.0758 0.0200 0.0789 0.5435 0.1795 1.4746 8.2131 7.3778 1.2511 Budidaya 7 1 1 1/5 0.5303 0.1400 0.3947 0.0217 0.2717 1.8862 6.9423

Keterampilan 5 1 1 3 0.3788 0.1400 0.3947 0.3261 0.3099 2.1959 7.0858 Profil 1/5 5 1/3 1 0.0152 0.7000 0.1316 0.1087 0.2389 1.7365 7.2702

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Perajin CI 1.1259

Perajin Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 1 1 5 0.3125 0.1071 0.1923 0.4487 0.2652 1.9407 7.3188 7.1392 1.1627 Budidaya 1 1 3 1/7 0.3125 0.1071 0.5769 0.0128 0.2523 1.2930 5.1241

Keterampilan 1 1/3 1 5 0.3125 0.0357 0.1923 0.4487 0.2473 1.7725 7.1670 Profil 1/5 7 1/5 1 0.0625 0.7500 0.0385 0.0897 0.2352 2.1041 8.9469

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Produksi CI 1.0464

Produksi Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 1 1 7 0.3182 0.1875 0.3750 0.5000 0.3452 1.4566 4.2199 4.2456 0.0910 Budidaya 1 1 1/3 3 0.3182 0.1875 0.1250 0.2143 0.2112 0.9072 4.2946

Keterampilan 1 3 1 3 0.3182 0.5625 0.3750 0.2143 0.3675 1.5747 4.2849 Profil 1/7 1/3 1/3 1 0.0455 0.0625 0.1250 0.0714 0.0761 0.3183 4.1831

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Ekspor CI 0.0819

Ekspor Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 3 1 1/5 0.1364 0.2143 0.3182 0.0789 0.1869 0.8252 4.4139 4.4311 0.1597 Budidaya 1/3 1 1/7 1/3 0.0455 0.0714 0.0455 0.1316 0.0735 0.3181 4.3287

Keterampilan 1 7 1 1 0.1364 0.5000 0.3182 0.3947 0.3373 1.4409 4.2715 Profil 5 3 1 1 0.6818 0.2143 0.3182 0.3947 0.4023 1.8947 4.7103

Determining best Alternatif strategi CI 0.1437

matrix of scores overall scores Laba Perajin Produksi Ekspor

Manajemen 0.1795 0.2652 0.3452 0.1869 0.2567 Budidaya 0.2717 0.2523 0.2112 0.0735 0.2267 Keterampilan 0.3099 0.2473 0.3675 0.3373 0.2940


(2)

63

Lampiran 4 (lanjutan) Tabel Matriks Hasil AHP

Strategi pengembangan UKM SKB Putra Handicraft (Dis. Pertanian Perikanan dan Kehutanan, Arif Rahman, S.Hut)

Pairwise comparison among criteria Rata Baris

/Bobot

Laba Perajin Produksi Ekspor Normalized Matrix Product Ratio λ Maks CR (CI/RI) Laba 1 1/3 1/5 1 0.1000 0.1316 0.0789 0.1000 0.1026 0.4172 4.0650 4.0656 0.0243 Pengrajin 3 1 1 5 0.3000 0.3947 0.3947 0.5000 0.3974 1.6158 4.0662

Produksi 5 1 1 3 0.5000 0.3947 0.3947 0.3000 0.3974 1.6158 4.0662 Ekspor 1 1/5 1/3 1 0.1000 0.0789 0.1316 0.1000 0.1026 0.4172 4.0650

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Laba CI 0.0219

Laba Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 1 1/3 1 0.1667 0.0833 0.1316 0.3125 0.1735 0.7293 4.2033 3.2364 0.0982 Budidaya 1 1 1/5 1/5 0.1667 0.0833 0.0789 0.0625 0.0979 0.4171 4.2622

Keterampilan 3 5 1 1 0.5000 0.4167 0.3947 0.3125 0.4060 1.7385 4.2822 Profil 1 5 1 1 0.1667 0.4167 0.3947 0.3125 0.3226 1.3914 4.3127

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Perajin CI 0.0884

Perajin Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 5 1 1 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 1.2500 4.0000 2.0000 0 Budidaya 1/5 1 1/5 1/5 0.0625 0.0625 0.0625 0.0625 0.0625 0.2500 4.0000

Keterampilan 1 5 1 1 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 1.2500 4.0000 Profil 1 5 1 1 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 1.2500 4.0000

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Produksi CI 0.0000

Produksi Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 1/5 1 1/3 0.1000 0.0625 0.2500 0.1000 0.1281 0.5338 4.1659 2.1673 0.1004 Budidaya 5 1 1 1 0.5000 0.3125 0.2500 0.3000 0.3406 1.5125 4.4404

Keterampilan 1 1 1 1 0.1000 0.3125 0.2500 0.3000 0.2406 1.0000 4.1558 Profil 3 1 1 1 0.3000 0.3125 0.2500 0.3000 0.2906 1.2563 4.3226

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Ekspor CI 0.0904

Ekspor Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 3 1 1 0.3000 0.5000 0.2500 0.2500 0.3250 1.3833 4.2564 0.0129 0.0573 Budidaya 1/3 1 1 1 0.1000 0.1667 0.2500 0.2500 0.1917 0.7833 4.0870

Keterampilan 1 1 1 1 0.3000 0.1667 0.2500 0.2500 0.2417 1.0000 4.1379 Profil 1 1 1 1 0.3000 0.1667 0.2500 0.2500 0.2417 1.0000 4.1379

Determining best Alternatif strategi CI 0.0516

matrix of scores overall scores Laba Perajin Produksi Ekspor

Manajemen 0.1735 0.3125 0.1281 0.3250 0.2262 Budidaya 0.0979 0.0625 0.3406 0.1917 0.1899 Keterampilan 0.4060 0.3125 0.2406 0.2417 0.2863 Profil 0.3226 0.3125 0.2906 0.2417 0.2976


(3)

64

Lampiran 4 (lanjutan) Tabel Matriks Hasil AHP

Strategi pengembangan UKM SKB Putra Handicraft (Dis. Pertanian Perikanan dan Kehutanan, Yengyeng, S.Hut, MT)

Pairwise comparison among criteria Rata Baris

/Bobot

Laba Perajin Produksi Ekspor Normalized Matrix Product Ratio λ Maks CR (CI/RI) Laba 1 1/7 1/7 5 0.0658 0.0926 0.0225 0.3125 0.1234 0.5362 4.3466 4.9535 0.3532 Pengrajin 7 1 5 5 0.4605 0.6481 0.7883 0.3125 0.5524 3.0372 5.4986

Produksi 7 1/5 1 5 0.4605 0.1296 0.1577 0.3125 0.2651 1.5350 5.7909 Ekspor 1/5 1/5 1/5 1 0.0132 0.1296 0.0315 0.0625 0.0592 0.2474 4.1781

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Laba CI 0.3178

Laba Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 5 1/7 5 0.1190 0.6944 0.0610 0.3125 0.2967 1.7347 5.8459 5.4718 0.5451 Budidaya 1/5 1 1 5 0.0238 0.1389 0.4268 0.3125 0.2255 0.9621 4.2662

Keterampilan 7 1 1 5 0.8333 0.1389 0.4268 0.3125 0.4279 2.9799 6.9642 Profil 1/5 1/5 1/5 1 0.0238 0.0278 0.0854 0.0625 0.0499 0.2399 4.8110

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Perajin CI 0.4906

Perajin Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 5 1 5 0.4167 0.4464 0.4167 0.3125 0.3981 1.8155 4.5607 4.3633 0.1346 Budidaya 1/5 1 1/5 5 0.0833 0.0893 0.0833 0.3125 0.1421 0.6101 4.2932

Keterampilan 1 5 1 5 0.4167 0.4464 0.4167 0.3125 0.3981 1.8155 4.5607 Profil 1/5 1/5 1/5 1 0.0833 0.0179 0.0833 0.0625 0.0618 0.2494 4.0386

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Produksi CI 0.1211

Produksi Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 1/5 1/5 5 0.0893 0.0455 0.1154 0.3125 0.1407 0.6020 4.2797 4.5304 0.1965 Budidaya 5 1 1/3 5 0.4464 0.2273 0.1923 0.3125 0.2946 1.4675 4.9810

Keterampilan 5 3 1 5 0.4464 0.6818 0.5769 0.3125 0.5044 2.3931 4.7442 Profil 1/5 1/5 1/5 1 0.0179 0.0455 0.1154 0.0625 0.0603 0.2482 4.1168

Pairwise comparison among Alternatif strategi on Ekspor CI 0.1768

Ekspor Manajemen Budidaya Keterampilan Profil

Manajemen 1 5 1 1 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 1.2500 4.0000 4.0000 0 Budidaya 1/5 1 1/5 1/5 0.0625 0.0625 0.0625 0.0625 0.0625 0.2500 4.0000

Keterampilan 1 5 1 1 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 1.2500 4.0000 Profil 1 5 1 1 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 0.3125 1.2500 4.0000

Determining best Alternatif strategi CI 0.0000

matrix of scores overall scores Laba Perajin Produksi Ekspor

Manajemen 0.2967 0.3981 0.1407 0.3125 0.3123 Budidaya 0.2255 0.1421 0.2946 0.0625 0.1881 Keterampilan 0.4279 0.3981 0.5044 0.3125 0.4249


(4)

(5)

RINGKASAN

MOH. FERRY PRIHARDIPUTRA. Strategi Pengembangan Usaha Kecil

Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota

Tasikmalaya.

Dibimbing oleh BINTANG C.H. SIMANGUNSONG.

Kota Tasikmalaya dikenal sebagai sentra kerajinan nasional, salah satunya

kerajinan bambu. Hampir seluruh kerajinan bambu di Tasikmalaya dihasilkan

oleh unit usaha kecil menengah (UKM) yang memerlukan strategi dalam

menjalankan usahanya untuk memecahkan berbagai permasalahan yang saat ini

sering dihadapi. Analisis

Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT)

digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan)

dan eksternal (peluang dan ancaman) perusahaan. Hasil analisis SWOT kemudian

digunakan untuk menentukan strategi yang akan dikembangkan oleh perusahaan

beserta prioritasnya menggunakan proses hierarki analitis

(AHP).

Enam faktor internal yang menjadi kekuatan SKB Putra Handicraft yaitu

produknya telah banyak dikenal dan bermutu, promosi terus menerus, pemberian

kredit dan pembayaran lancar, peralatan lengkap dan workshop yang baik,

dukungan pemerintah serta loyalitas pembeli. Lima faktor kelemahan yaitu

manajemen keuangan belum profesional, pegawai perusahaan belum menguasai

bahasa asing (Inggris), tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan

baku, belum adanya visi dan misi tertulis serta belum memiliki

outlet

di luar kota.

Sedangkan empat faktor eksternal berupa peluang yaitu mekanisasi proses

produksi, permintaan produk parket lantai bambu, tersedia mesin bantuan

pemerintah untuk mengolah limbah bambu serta peluang mendapatkan sertifikasi

produk. Tiga faktor ancaman yaitu banyak munculnya perusahaan baru, minat

penerus perajin semakin menurun dan pasokan bahan baku semakin berkurang.

UKM SKB Putra Handicraft merupakan usaha yang lemah dan menghadapi

tantangan besar, sehingga memerlukan strategi yang meminimumkan kelemahan

agar dapat menghindari ancaman. Alternatif strategi terpilih sebagai prioritas yaitu

peningkatan kemampuan bagi staf dan keterampilan untuk perajin, serta

pembuatan identitas perusahaan dengan bantuan tenaga kerja yang kreatif.

Kata kunci: usaha kecil menengah (UKM), kerajinan bambu, analisis

SWOT, proses hierarki analitis.


(6)

SUMMARY

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA.

E24070060. A Development Strategy of

Small Medium Enterprise: a Case Study at Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra

Handicraft in Tasikmalaya. Under Supervision

of

BINTANG C.H.

SIMANGUNSONG.

The City of Tasikmalaya has been known as a national handicraft center,

one of them is bamboo handicraft. Bamboo handicraft produced by small medium

scale enterprises, that need strategy due to many challanges recently. Strength,

Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) analysis used to determine internal

and external factors that affected enterprise. Then, its result used to choose

stretegy as well as its priority which use to develop the enterprise using Analytical

Hierarchy Process (AHP).

Six internal

SKB’s

factors for strengths are well known and qualified

products, continous promotions, smooth circulation of credit acceptance and

payment, well condition of workshop and tools, government supports and loyality

of buyers. Whereas SKB weaknesses are unprofessional management system, lack

of foreign language (English) ability,

doesn’t has own bamboo plantation as

its

source of raw materials, inavailability of vision and mission and

doesn’t has

representative outlet outside Tasikmalaya. In the other hand, four external factors

as opportunities are mechanization on production processes, demand of bamboo

parquete product, the availability of govenrment contribution of bamboo waste

processor machines and sertification of product and process. Whereas three

external threats are the appearance of new competitiors, declining interest of

youth craftsman and decreasing of bamboo potency.

SKB Putra Handicraft is a weak enterprise and againts many threats, so it

needs a startegy that minimize its weaknesses to avoid threats. Priorities of

development strategy choosen are ability and skills improvement of staff and

craftman and company identity making by creative worker.

Keywords:

small

medium enterprise, bamboo handicraft, SWOT analysis,

Analytical Hierarchy Process (AHP).