87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, maka pada bab V ini penulis mencoba mengambil kesimpulan mengenai sistem penetapan nilai jual obyek pajak
NJOP dalam pajak bumi dan bangunan. 1. Dasar pengenaan pajak adalah NJOP serta besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga
tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Dengan memperhatikan harga rata-rata
yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah diketahui
harga jualnya, nilai perolehan baru dan penentuan nilai Jual Objek Pengganti. Walaupun kadang besarnya NJOP juga dapat ditentukan berdasarkan Klasifikasi
Objek nya. Dalam hal untuk memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur mengenai
Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak NJOPTKP untuk setiap wajib pajak sebesar Rp. 8.000.000,- delapan juta rupiah. Dan apabila seorang Wajib Pajak
mempunyai beberapa obyek, yang dikenakan hanya salah satu Obyek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan obyek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh
tanpa dikurangi Nilai Jual Pajak Tidak Kena Pajak NJOPTKP. Eksistensi NJOP dewasa ini tidak hanya sekedar sebagai dasar pengenaan pajak, akan tetapi mulai
mengarah untuk berkepentingan lain misalnya: ganti rugi atas tanah dan atau bangunan.
2. Dasar hukum Penetapan Klasifikasi Nilai Jual Obyek Pajak adalah Keputusan
Universitas Sumatera Utara
88 Menteri Keuangan R.I Nomor : 523KMK. 041998 tanggal 18 Desember 1998,
di mana klasifikasi terdahulu dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I Nomor 273KMK.041995 pada intinya ada perubahan yaitu ditambahnya kelompok B
untuk klasifikasi bumi dan bangunan. Sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Pasal 2 ayat 2 bahwa yang dimaksud
dengan Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta
memudahkan perhitungan pajak yang terhutang 3. Wajib Pajak boleh mengajukan kebertan atas Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang SPPT dan Surat Ketetapan Pajak SKP dalam hal WP menganggap luas objek bumi dan bangunan yang tercantum dalam SPPT atau SKP tidak sesuai,
terdapatnya perbedaan penafsiran Undang-Undang antara WP dengan Fiskus dan kesalahan penetapan subjek pajak sebagai WP oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pengajuan surat keberatan terhadap SPPT atau SKP, diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak. Dan apabila ada
wajib pajak yang tidak puas terhadap keputusan keberatan atau keputusan Direktur Jenderal Pajak berupa penolakan akibat wajib pajak ditunjuk sebagai
subyek pajak PBB dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak BPSP
B. Saran