69
C. Sektor-sektor penentu klasifikasi
1. Nilai Jual Objek Pajak sektor Perkebunan Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998 Pasal 3
.Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor Perkebunan ditentukan sebagai berikut :
a. Areal kebun adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah ditambah dengan Jumlah Investasi Tanaman Perkebunan sesuai dengan Standar
Investasi menurut umur tanaman. b. Areal emplasemen
51
51
Areal emplasemen adalah areal yang diatasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan. Dikutip dari
Suyudi, “PBB Kehutanan, dan tata caranya”, 27 Juni 2007,
dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya. c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15. Menurut Pasal 2 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER –
50PJ2008, PBB sektor perkebunan adalah hasil antara perkalian luas areal perkebunan dengan NJOP Bumi per meter persegi dan perkalian luas
bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. NJOP bumi dan bangunan per meter persegi sebesar hasil konversi
nilai tanah atau bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi tanah atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada tabel klasifikasi menurut Keputusan mentri Keuangan No.523KMK.041998.
www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali diakses pada tanggal 25 Oktober 2009
Universitas Sumatera Utara
70 2.
Nilai Jual Objek Pajak sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya
Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998 Pasal 4. besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak sektor Kehutanan atas
hak Pengusahaan Hutan. Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
ditentukan sebagai berikut: a.
Areal Produktif
52
b. Areal belum
sebesar 8,5x hasil bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan
53
tidak produktif
54
c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15. , emplasemen dan areal lainnya, adalah
sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
3. Nilai Jual Objek Pajak sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri. Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998
Pasal 5 Ayat 1. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri ditentukan sebagai
52
Areal produktif adalah Areal Hutan blok tebangan. Data dikutip dari Suyudi, “PBB Kehutanan, dan tata caranya”, 27 Juni 2007, www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali diakses
pada tanggal 25 Oktober 2009
53
Areal belum produktif adalah areal hutan non blok tebangan. Data dikutip dari Suyudi, “PBB Kehutanan, dan tata caranya”, 27 Juni 2007, www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali
diakses pada tanggal 25 Oktober 2009
54
Areal tidak produktif adalah areal hutan yang tidak ada tegakannya, seperti areal rawa, payau, wadukdanau, atau yang digunakan pihak ketiga secara tidak sah. Data dikutip dari Suyudi,
“PBB Kehutanan, dan tata caranya”, 27 Juni 2007, www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali diakses pada tanggal 25 Oktober 2009
Universitas Sumatera Utara
71 berikut :
a. Areal hutan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah ditambah
dengan Jumlah Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri menurut umur tanaman.
b. Areal emplasemen dan areal lainnya dalam Kawasan Hutan Tanaman
Industri, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15. 4. Nilai Jual Objek Pajak sektor Pertambangan Minyak dan Gas bumi
Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998 Pasal 6. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor Pertambangan
Minyak dan Gas bumi ditentukan sebagai berikut : a. Areal produktif
55
b. Areal belum adlah 9,5x hasil penjualan minyak bumi dan gas bumi
dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
56
tidak produktif
57
55
Areal produktif adalah areal yang telah dieksplotasi menghasilkan galian tambang tahap eksploitasi. Data diperoleh dari Muchtar Ali, “PBB pertambangan non migas selain pertambangan
energi panas bumi dan galian C” 20 Mei 2008,
, emplasemen dan areal lainnya di dalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan, adalah sebesar Nilai Jual Objek
Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaiaan seperlunya.
www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali diakses pada tanggal 25 oktober 2009
56
Areal belum produktif adalah areal belum menghasilkan tapi sewaktu waktu akan menghasilkan galian tambang tahap penyelidikan umum, eksplorasi dan konstruksi. Data diperoleh
dari Muchtar Ali, “PBB pertambangan non migas selain pertambangan energi panas bumi dan galian C” 20 Mei 2008, www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali diakses pada tanggal 25 oktober
2009
57
Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak menghasilkan galian tambang. Data diperoleh dari Muchtar Ali, “PBB pertambangan non migas selain pertambangan energi panas
bumi dan galian C” 20 Mei 2008, www.pajakbumidanbangunan.com , terakhir kali diakses pada tanggal 25 oktober 2009
Universitas Sumatera Utara
72 c. Objek Pajak berupa Bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15 5. Nilai Jual Objek Pajak sektor Pertambangan Energi Panas bumi
Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998 Pasal 7. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor Pertambangan
Energi Panas bumi ditentukan sebagai berikut : a. Areal produktif adlah 9,5x hasil penjualan energi panas bumi dalam satu
tahun sebelum tahun pajak berjalan b. Areal belum tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya di dalam atau
diluar wilayah kuasa pertambangan, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaiaan seperlunya.
c. Objek Pajak berupa Bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15
6. Nilai Jual Objek Pajak sektor Pertambangan Non Migas Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998
Pasal 8. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas ditentukan sebagai berikut :
a. Areal produktif adlah 9,5x hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
b. Areal belum tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya di dalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaiaan seperlunya. c. Objek Pajak berupa Bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15
Universitas Sumatera Utara
73 7. Nilai Jual Objek Pajak sektor Pertambangan Non Migas Galian C.
Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998 Pasal 9. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak Sektor Pertambangan
Non Migas Galian C ditentukan sebagai berikut : a.
Areal produktif adalah sebesar angka kapitalisasi tertentu dikalikan hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
b. Areal belum tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya di dalam atau
diluar wilayah kuasa pertambangan, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaiaan seperlunya.
c. Objek pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada pasal 1 angka 15. 8.
Nilai Jual Objek Pajak sektor Perikanan Laut Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998
Pasal 11. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak usaha bidang Perikanan laut ditentukan sebagai berikut :
a. Areal penangkapan ikan adalah sebesar 10x hasil bersih ikan dalam satu tahun
58
d. Objek pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak sebelum tahun pajak berjalan.
b. Areal pembudidayaan ikan adalah sebesar 8x hasil bersih ikan dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
c. Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
58
Hasil bersih ikan dalam satu tahun adalah pendapatan kotor dari hasil penjualan ikan setahun dikurangi dengan biaya operasional biaya pemeliharaan, penangkapan dan angkutan sampai
di tempat pelelangan ikan. Dikutip dari Juliana, “Pengenaan PBB Bidang usaha perikanan”, 2 Maret 2008 www.google.com tanggal 05November 2009
Universitas Sumatera Utara
74 sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15.
9. Nilai Jual Objek Pajak sektor Perikanan Darat
Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998 Pasal 12. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak usaha bidang
Perikanan darat ditentukan sebagai berikut : a. Areal pembudidayaan ikan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa
tanah disekitarnya dengan penyesuaiaan seperlunya ditambah standar biaya investasi tambak menurut jenisnya.
b. Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15.
Usaha perikanan laut dan darat juga erat hubungannya dengan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan Surat Edaran – 22PJ.61999
sehubungan telah ditetapkannya Keputusan Direktur jendral Pajak No. KEP – 16PJ.61998 Tanggal 30 Desember 1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan. 10.
Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak yang bersifat khusus. Sesuai dengan KMK 523KMK.041998 jo KEP DJP 16PJ.61998
Pasal 13. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak yang bersifat khusus ditentukan sebagai berikut :
a. Areal tanah adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah
disekitarnya dengan penyesuaiaan seperlunya. b.
Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri, lapangan golf serta
Universitas Sumatera Utara
75 tempat rekreasi adalah sebesar Nilai Jual yang ditentukan berdasarkan
korelasi garis lurus kesamping dengan klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak permukaan bumi berupa tanah sekitarnya.
c. Areal perairan untuk kepentingan Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA
adalah sebesar 10x 10 dari hasil bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
d. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15. Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak yang bersifat
khusus atau objek lainnya dapat ditentukan derdasarkan penilaiaan individual yang dilaksanakan oleh pejabat fungsional penilai, yang juga tercantumkan pada
Pasal 14 ayat 1. Dan hasil penilaian individual sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib dibuat laporan penilaian dan ditandatangani oleh pejabat fungsional
yang melaksanakan penilaiaan sebagaimana disebutkan pada ayat 2. Serta besarnya Nilai jual Objek Pajak atas hasil penilaiaan sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 ditetapkan oleh Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Mentri Keuangan sesuai dengan ayat 3.
Universitas Sumatera Utara
76
BAB IV PENYELESAIAAN KASUS WAJIB PAJAK ATAS PENETAPAN
NILAI JUAL OBJEK PAJAK A. Keberatan Atas Penetapan Nilai Jual Objek Pajak
Sebagai dasar hukum pengajuan keberatan adalah Pasal 15 ayat 1 Undang- Undang Nomor 12 tahun 1994 tentang PBB yang menyatakan bahwa Wajib Pajak
WP dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang SPPT dan Surat Ketetapan Pajak SKP. Dengan ini
dalam pengajuan keberatannya diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
Surat keberatan adalah surat permohonan Wajib Pajak yang bersangkutan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak
yang berwenang, untuk meminta kebebasan atau pengurangan pajak yang dikenakan kepadanya berdasarkan SPPT atau SKP, dengan alasan Wajib Pajak tidak dapat
menyetujui dasar yang digunakan untuk menghitung pajaknya. Syarat keberatan ini didalam penulisannya mempunyai syarat formal yaitu harus dengan jelas
menyebutkan nama Wajib Pajak Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP, jenis pajak, tahun pajak, jumlah pajak yang menjadi keberatan beserta alasan-alasan yang kuat
dan benar. Dan apabila tidak memenuhi syarat formal di atas, tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan dikaitkan dengan Undang-
Undang Nomor 9 tahun 1994. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas
59
1. Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar SKPKB.
:
59
Hilman Surawiguna, “Tata cara pengajuan keberatan keberatan” ,20 Januari 2008, diperoleh dari www.pajak.go.id, terakhir kali diakses pada tanggal 10 Oktober 2009
Universitas Sumatera Utara
77 2.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT. 3.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPLB. 4.
Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPN. 5.
Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga. Surat keberatan ini harus sudah diajukan dalam jangka tiga bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994. Jangka waktu tiga bulan ini dimaksudkan untuk memberikan cukup
waktu bagi wajib pajak untuk mempersiapkan surat keberatan dan alasan-alasan. Dan apabila dalam tiga bulan itu tidak dapat dipatuhi oleh wajib pajak, karena keadaan
luar biasa yang ada di luar kekuasaannya force majeur, maka hal ini harus diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pasal 15 ayat 3, apabila diterima maka diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia Pasal 15 ayat 2 dan sebagai tanda bukti
pemasukan Dirjen Pajak memberikan tanda bukti penerimaan. Dan apabila dikirim melalui pos, maka tanda bukti pengiriman adalah bukti penerimaan surat keberatan
Pasal 15 ayat 4. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jendral Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
60
60
Tanda bukti Surat keberatan sangat diperlukan untuk memenuhi ketentuan formal. Diterima atau tidaknya hal mengajukan Surat keberatan dimaksud tergantung dipenuhinya ketentuan batas waktu
sebagaimana yang dihitung mulai diterbitkannya sampai saat diterimanya Surat keberatan tersebut. Tanda bukti tersebut oleh WP dapat juga digunakan sebagai alat control baginya, untuk mengetahui
sampai kapan batas waktu 12dua belas bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 1 Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan
. penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi
kepentingan wajib pajak. Apabila diminta oleh WP untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang
Universitas Sumatera Utara
78 menjadi dasar pengenaan, pemotongan atau pemungutan pajak.
Pemasukan surat keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak Pasal 15 ayat 6, sehingga wajib pajak selama belum ada keputusan surat keberatan yang
mengubah SPPT dan SKP, tetap diharuskan membayar pajak yang sudah jatuh temponya.
Sebagai contoh
61
61
Lisa Pratiwi Ayu, “Pokok-pokok aturan tentang Pajak yang perlu anda ketahui”,
: SPPT diterima tanggal 1 April 2004, dan harus dibayar paling lambat tanggal 30
September 2004. Wajib pajak berkeberatan atas jumlah pajak yang ditetapkan SPPT. Ia mengajukan keberatan pada tanggal 5 April 2004. Dikarenakan pajak
terhutang baru dilunasi pada tanggal 30 September 2004, maka dia masih ada waktu walaupun ditunda. Akan tetapi apabila sebelum tanggal 30 September 2004
belum juga ada keputusan tentang surat keberatannya, maka wajib pajak harus melunasi pajaknya pada tanggal 30 September 2004, karena pemasukan surat
keberatan tidak menunda pembayaran pajaknya. Apabila WP mendapat SKP pada tanggal 1 April 2004, maka jatuh temponya
hanya satu bulan dan pajak harus lunas pada tanggal 30 April 2004. Dan apabila pada tanggal 29 April 2004 belum juga ada keputusannya maka wajib pajak harus
melunasi pajak-pajak yang dikenakan kepadanya dengan SKP tersebut. Dari kesemua di atas, surat keberatan akan diputuskan dalam jangka paling
lama 12 dua belas bulan oleh Dirjen Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sejak diterima surat keberatan. Dengan ini wajib memberikan keputusan atas surat
keberatan yang diajukan Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994.
www.kanwilpajakwpbesar.go.id , 30 Maret 2000, terakhir kali diakses pada tanggal 2 September 2009
Universitas Sumatera Utara
79 Keputusan yang diberikan Dirjen Pajak atas surat keberatan dapat berisi:
62
G. Pengajuan Banding