Konsep Infus TINJAUAN PUSTAKA

c. Pemberian kantong darah dan produk darah. d. Pemberian obat yang terus-menerus. e. Upaya profilaksis tindakan pencegahan sebelum prosedur misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat. f. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi kekurangan cairan dan syok mengancam nyawa, sebelum pembuluh darah kolaps tidak teraba, sehingga tidak dapat dipasang jalur infus. Tujuan pemberian infus menurut Weistein 2001 adalah : a. Mencukupi kebutuhan cairan ke dalam tubuh pada penderita yang mengalami kekurangan cairan. b. Memberi zat makan pada penderita yang tidak dapat atau tidak boleh makan dan minum melalui mulut. c. Memberi pengobatan yang terus menerus. d. Memulai dan mempertahankan terapi cairan IV. Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus yang dikemukakan oleh Priska 2009 adalah : a. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan ”berulang” pada pembuluh darah. b. Infiltrasi, yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar bukan pembuluh darah, terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah. c. Trombofeblitis atau bengkak inflamasi pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar. d. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.

4. Reaksi Anak Pra-Sekolah terhadap Hospitalisasi

Usia prasekolah merupakan kelompok usia tiga sampai enam tahun. Penyakit yang sering ditemukan pada anak usia prasekolah yaitu penyakit menular atau infeksi seperti cacar varicella, parotitis mumps, konjungtivitis, stomatitis, dan penyakit parasit pada usus. Beberapa kondisi penyakit menyebabkan anak harus dirawat di rumah sakit dan mendapatkan prosedur invasif Hockenberry Wilson, 2007. Anak usia prasekolah juga mengalami stres apabila mendapatkan perawatan di rumah sakit hospitalisasi sebagaimana kelompok anak usia lain. Perawatan anak prasekolah di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya Supartini, 2004. Anak usia prasekolah menganggap hospitalisasi merupakan pengalaman baru dan sering membingungkan yang dapat membawa dampak negatif terhadap perkembangan normal. Hospitalisasi membuat anak masuk dalam lingkungan yang asing, dimana mereka biasanya dipaksa untuk menerima prosedur yang menakutkan, nyeri tubuh dan ketidaknyamanan Wong, 2009. Perawatan di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit juga mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut Supartini, 2004. Respon anak untuk memahami nyeri yang diakibatkan oleh prosedur invasif yang menyakitkan bagi anak tergantung pada usia anak, tingkat perkembangan anak, dan faktor situasi lainnya Hockenberry Wilson, 2007. Sebagai contoh adalah bayi tidak mampu mengantisipasi nyeri sehingga memungkinkan tidak menunjukkan perilaku yang spesifik terkait dengan respon terhadap nyeri. Anak yang lebih kecil tidak mampu menggambarkan dengan spesifik nyeri yang mereka rasakan karena keterbatasan kosakata dan pengalaman nyeri. Tergantung usia perkembangan, anak menggunakan strategi koping seperti melarikan diri, menghindar, penangguhan tindakan, imagery, dan lain-lain. Ball Blinder, 2003 dalam Sulistiyani, 2009. Karakteristik anak usia prasekolah dalam berespon terhadap nyeri diantaranya dengan menangis keras atau berteriak; mengungkapkan secara verbal ”aaow” ”uh”, ”sakit”; memukul tangan atau kaki; mendorong hal yang menyebabkan nyeri; kurang kooperatif; membutuhkan restrain; meminta untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri; menempel atau berpegangan pada orangtua, perawat atau yang lain; membutuhkan dukungan emosi seperti pelukan; melemah; antisipasi terhadap nyeri aktual Hockenberry Wilson, 2007.