Reaksi Anak Pra-Sekolah terhadap Hospitalisasi

yang asing, dimana mereka biasanya dipaksa untuk menerima prosedur yang menakutkan, nyeri tubuh dan ketidaknyamanan Wong, 2009. Perawatan di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit juga mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut Supartini, 2004. Respon anak untuk memahami nyeri yang diakibatkan oleh prosedur invasif yang menyakitkan bagi anak tergantung pada usia anak, tingkat perkembangan anak, dan faktor situasi lainnya Hockenberry Wilson, 2007. Sebagai contoh adalah bayi tidak mampu mengantisipasi nyeri sehingga memungkinkan tidak menunjukkan perilaku yang spesifik terkait dengan respon terhadap nyeri. Anak yang lebih kecil tidak mampu menggambarkan dengan spesifik nyeri yang mereka rasakan karena keterbatasan kosakata dan pengalaman nyeri. Tergantung usia perkembangan, anak menggunakan strategi koping seperti melarikan diri, menghindar, penangguhan tindakan, imagery, dan lain-lain. Ball Blinder, 2003 dalam Sulistiyani, 2009. Karakteristik anak usia prasekolah dalam berespon terhadap nyeri diantaranya dengan menangis keras atau berteriak; mengungkapkan secara verbal ”aaow” ”uh”, ”sakit”; memukul tangan atau kaki; mendorong hal yang menyebabkan nyeri; kurang kooperatif; membutuhkan restrain; meminta untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri; menempel atau berpegangan pada orangtua, perawat atau yang lain; membutuhkan dukungan emosi seperti pelukan; melemah; antisipasi terhadap nyeri aktual Hockenberry Wilson, 2007. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orangtua Supartini, 2004. Anak prasekolah akan mendorong orang yang akan melakukan prosedur yang menyakitkan agar menjauh, mencoba mengamankan peralatan, atau berusaha mengunci diri di tempat yang aman. Wong. 2009. Terkait prosedur yang menyakitkan, proses pemasangan infus merupakan salah satu prosedur yang menyakitkan bagi anak.

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian ini disusun untuk mendeskripsikan tingkat kecemasan orang tua terhadap pemasangan infus pada anak usia prasekolah di ruang III RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun kerangka konsep dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut : Skema 1.1 Kerangka konsep Tingkat Kecemasan Orang Tua Terhadap Pemasangan Infus pada Anak Usia Prasekolah Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Prosedur invasif pemasangan infus pada anak prasekolah Kecemasan orang tua, menimbulkan respon gejala : 1. Fisiologis 2. Perilaku 3. Kognitif 4. Afektif Tingkat kecemasan orang tua : 1. Cemas ringan skor 28-34 2. Cemas sedang skor 35-41 3. Cemas berat skor 42-48 4. Panik skor 49-56

2. Defenisi Operasional Tabel 1.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur 1. Tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dipasang infus Kondisi kecemasan yang dialami orang tua ketika anaknya dilakukan prosedur invasif pemasangan infus. Tingkat kecemasan orang tua terdiri dari : 1. Cemas ringan : Orang tua yang mengalami cemas ringan akan menjadi tegang dan lebih waspada terhadap pemasangan infus pada anaknya, tingkat kesadaran yang tinggi dan tingkah laku sesuai dengan situasi. Cemas ini merupakan cemas yang normal yang dialami orang tua terhadap pemasangan infus pada anaknya. 2. Cemas sedang : Orang tua yang mengalami cemas sedang mengalami perhatian yang selektif yaitu memusatkan perhatiannya pada pemasangan infus terhadap anaknya namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. 3. Cemas berat : Orang tua yang mengalami cemas berat cenderung untuk memusatkan perhatiannya pada tindakan pemasangan infus terhadap anaknya dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Kuesioner terdiri dari 28 pernyataan dikotomi, dengan pilihan jawaban yaitu :“ya” atau “tidak” ordinal Total skor : 28–56, dengan perincian sebagai berikut = 1. skor 28-34 : cemas ringan 2. skor 35-41 : cemas sedang 3. skor 42-48 : cemas berat 4. skor 49-56 : panik