STANDAR MUTU PERKERASAN LENTUR JALAN

2. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan yang ada dibawahnya. 3. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya bias cepat dialirkan. 4. Kekauan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. . Hasil identifikasi menunjukkan kerusakan struktural perkerasan jalan nasional dan provinsi banyak terjadi pada awal umur pelayanannya karena ketidaktepatan prosedur tata cara pelaksanaan dan pengawasan kualitasnya terhadap standar mutu yang digunakan. Secara umum, jenis kerusakan struktural tersebut adalah 23 : 1. Permukaan perkerasan hasil pembangunan jalan baru mengalami penurunan ambles dan bergelombang. 2. Permukaan perkerasan hasil peningkatan dan pemeliharaan berkala mengalami retak cracking dan berlubang pothole.

II.3.1. STANDAR MUTU PERKERASAN LENTUR JALAN

Yates Aniftos 1998 mendefinisikan standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai basis dasar untuk perbandingan dan evaluasi karakteristik material dan prosedur kerja beserta hasil implementasinya yang selalu siap pakai jika diperlukan dan selalu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan bagi manusia dan lingkungan. Standar adalah dokumen yang berisi ketentuan teknis Universitas Sumatera Utara dari sebuah produk, metode, proses atau system yang dirumuskan secara consensus komitmen bersama dan diterapkan oleh instansi yang berwenang Haryono, 2005. Standar disusun dengan tujuan untuk menciptakan keteraturan optimum dalam konteks tertentu untuk menuju keamanan dan keselamatan umat manusia dan lingkungan. Standar merupakan produk inti core product dari kegiatan standarisasi, yakni kegiatan yang dilakukan badan standarisasi, baik secara nasional maupun internasional Haryono, 2005 23 . Standar mutu perkerasan lentur jalan di Indonesia sebelum tahun 1985, pengelolaan perkerasan jalan sebagian besar dilaksanakan dengan mengacu pada standar Amerika AASHTO dan ASTM karena masih banyak belum tersedia standar mutu produk Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan daerah di wilayah kerja Indonesia. Dalam perkembangannya, Balitbang Departemen PU 2005 telah membuat Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan sebagai standar mutu untuk pembangunan perkerasan jalan dan peningkatan serta pemeliharaan jalan lama, yang terdiri dari 11 divisi 23 . II.3.2. FAKTOR-FAKTOR PEMBERLAKUAN STANDAR MUTU PERKERASAN JALAN Pemberlakuan standar mutu diperlakukan sebagai suatu proses yang berlangsung secara terus-menerus yang berkelanjutan, artinya proses pemantauan, pengawasan, penilaian, dan evaluasi implementasi standar mutu harus dilakukan sejak tahapan konstruksi sampai pasca konstruksi. Pemberlakuan standar mutu memerlukan monitoring dan evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat diketahui pada bagian mana factor yang kuat Universitas Sumatera Utara dan lemah, kemudian dapat dirumuskan solusinya. Faktor dimaksudkan keadaan atau peristiwa yang mempengaruhi terjadinya sesuatu atau sesuatu yang secara berkontribusi terhadap suatu penyelesaian, hasil dan proses 23 . Menurut Agah 2006 dan Palgunadi 2006 telah menyimpulkan beberapa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan, antara lain 23 : • Diseminasi atau sosialisasi dan distribusi merpakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari keberhasilan pencapaian mutu jalan karena sangat berpengaruh dalam peningkatan pemahaman substansi standar mutu dan keseragaman kualitas konstruksi jalan. • Peningkatan mutu SDM melalui program pelatihan atau pendidikan khusus secara regular akan mampu meningkatkan kemampuan dan kemauan untuk lebih meningkatkan mutu jalan.

II.4. AGREGAT LAPISAN PONDASI ATAS BASE COURSE