Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Keuangan Indonesia

pengawasan itu tercapai. Pengawasan lembaga jasa keuangan pada prinsipnya terbagi 2 jenis, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong lembaga-lembaga untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter macro-economic supervision, dan pengawasan yang mendorong agar lembaga jasa keuangan secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik prudential supervision. 211

B. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Keuangan Indonesia

Dengan lahirnya UUOJK yang berlaku pada tanggal 22 November 2011, maka pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu Otoritas Jasa Keuangan. 1. Independensi Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintah dalam rangka mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan. Setiap pihak dilarang campur tangan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK. 212 OJK perlu melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan LPS, serta Menteri Keuangan bahkan Presiden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. 213 211 Bismar Nasution,”Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan: Kajian Terhadap Independensi dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan”Medan:disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang Terintegrasi,Juni 2012, hlm. 4. 212 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 62. 213 Ibid, hlm. 63. Ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUOJK telah menentukan, bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Istilah independen dapat diartikan sebagai ide untuk tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh pihak lain. 214 Independensi setiap badan regulator dapat dilihat dari empat sudut yang terkait satu sama lain, yaitu regulasi, pengawasan, institusional, dan anggaran. Untuk mengukur tingkat independensi OJK dilihat dari independensi, akuntabilitas, integritas dan sumber daya yang memadai. Lembaga yang independen harus mampu memformulasikan kebijakan atas dasar strategi jangka panjang dan dapat mengambil keputusan yang kredibel. Independensi dapat diperoleh dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang pemberhentian pengurus, otonomi anggaran dan kemampuan mengalokasikan sumber daya berdasarkan kebijakan internal lembaga. 215 a. Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK Pasal 34 UUOJK menyatakan bahwa: b. Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara danatau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan c. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. 214 Bismar Nasution, Op.Cit., hlm. 5. 215 Ibid. Berkaitan dengan anggaran OJK itu, Pasal 37 menentukan sebagai berikut: 1 OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan 2 Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3 Pungutan sebagaimana dmaksud pada ayat 1 adalah penerimaan OJK. 4 OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 secara akuntabel dan mandiri 5 Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke kas negara, 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dari ketentuan Pasal 37 tersebut dapat dilihat bahwa OJK tidak bergantung pada kesediaan anggaran yang berasal dari APBN, sehingga dapat mengurangi intervensi terhadap OJK. Sementara, ketentuan Pasal 17 UUOJK yang mengatur mengenai masa kerja Anggota Dewan Komisioner merupakan ukuran tingkat independensi OJK. Berdasarkan ketentuan Pasal 17, Anggota Komisioner tidak dapat dihentikan berdasarkan alasan politik, sehingga hal ini akan memberikan keamanan bagi Anggota Dewan Komisioner dalam mengambil kebijakan yang tidak populer secara politik. 216 a. meninggal dunia; Pasal 17 UUOJK menentukan bahwa Anggota Dewan Komisioner tidak dapat dihentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: b. mengundurkan diri; c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali; d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 enam bulan berturut-turut; e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; 216 Ibid., hlm. 7. f. tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 4 huruf h; g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 4 huruf i; h. memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua danatau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya; i. melanggar kode etik; atau j. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Secara umum, struktur regulasi yang independen dapat diukur dari berbagai faktor: 217 a. Independensi dari segi regulasi Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan, OJK diberikan kewenangan yang cukup luas untuk memformulasikan regulasi. 218 Namun masih perlu untuk dikaji apakah UU terkait seperti UU Perbankan, UU Pasar Modal dan lain-lain sudah mengakomodir independensi dari UUOJK. 219 b. Independensi dari segi pengawasan Beberapa aspek dalam membentuk pengawasan yang independen adalah sebagai berikut: 1 Perlindungan hukum kepada jajaran OJK dalam menjalankan tugasnya. Hal ini diperlukan untuk menghindari keragu-raguan dalam mengambil keputusan karena adanya ancaman tuntutan hukum. 2 Adanya sistem dan standar yang jelas dalam peraturan OJK mengenai pengawasan dan pengenaan sanksi. 217 Ibid., hlm. 11. 218 Lihat Pasal 8 UUOJK 219 Bismar Nasution, Loc.Cit, hlm. 12. Sistem dan standar yang jelas dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjadi alat check and balances karena keputusan yang diambil bukan berdasarkan kebijakan individu tetapi mengacu kepada peraturan yang ada. 3 Sistem renumerasi yang jelas dan terjamin Dalam hal ini, harus ada standar gaji yang cukup dan sistem jenjang karir yang berdasarkan merit dimana hal ini dilakukan untuk meminimalisir potensi korupsi dan memastikan bahwa OJK diisi oleh orang-orang yang profesional dan kompeten di bidangnya. 4 Adanya sistem sanksi dan banding yang jelas Struktur yang ada harus memberikan kejelasan dalam proses pengenaan sanksi dan upaya hukum yang dapat dilakukan serta jangka waktu dalam prosesnya. c. Independensi dari segi institusi Independensi dari segi institusi mengacu pada status dari Otoritas Jasa Keuangan yang terpisah dari lembaga eksekutif dan yudikatif.Dalam hal ini ada beberapa faktor penting yang harus diadopsi oleh sebuah struktur regulasi yang independen sebagai berikut: 1 Peraturan yang jelas mengenai pengangkatan dan pemberhentian dari personel senior. Kepastian ini diperlukan untuk menjamin anggota OJK untuk dapat mengambil keputusan tanpa adanya kekhawatiran atas ancaman pemberhentian. 2 Struktur pengaturan yang jelas. Pengambil kebijakan di OJK sebaiknya bersifat kolektif dan diisi oleh para ahli di bidangnya. Hal ini untuk mencegah adanya satu individu yang terlalu dominan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kebijakan ynag diambil. 3 Proses pengambilan kebijakan yang transparan. Hal ini penting untuk memastikan adanya kontrol dari publik terhadap kebijakan yang diambil oleh OJK. d. Independensi dari segi pembiayaan Independensi dari segi pembiayaan mengacu pada keerlibatan dari eksekutif dan legislatif dalam memutuskan besarnya naggran OJK termasuk personel dan besarnya gaji. Otitas yang mempunyai kebebasan dalam merancang anggaran dan sumber dayanya akan lebih siap untuk menghadapi tekanan politik. Dalam hal ini, disebutkan dalam UUOJK, pendanaan OJK berasal dari kombinasi APBN dan premi dari industri jasa keuangan. Mengingat rentannya kondisi perkeonomian, kombinasi ini merupakan solusi yang baik dimana OJK tetap dapat berfungsi penuh di saat krisis dengan dukungan dari pemerintah. Pemaparan diatas menunjukkan bahwa UUOJK telah memberikan independensi yang cukup kepada OJK. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak gap dalam UUOJK yang dapat berpotensi mempengaruhi independensi dari OJK. Dalam hal ini adalah masalah penyidikan, sebagai berikut: 220 a. Tidak adanya standar dan hukum acara yang spesifik menyangkut tingkat penyidikan di UUOJK. 220 Bismar Nasution, Loc.Cit., hlm. 15. Sektor keuangan merupakan masalah yang sangat kompleks. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang menyeluruh dari seorang penyidik untuk dapat melihat permasalahan yang ada, baik itu dari masalah financial, sosial sampai masalah hukum. b. Adanya potensi multiinterpretasi pada pasal 49 angka 1 UUOJK Di satu sisi pasal 49 angka 1 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa Kepolisian sebagai institusi mempunyai kewenangan penyidikan tersendiri terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan di bidang keuangan dan di sisi lain ketentuan pasal 49 tersebut diiterpretasikan bahwa hanya penyidik Kepolisian yang diperbantukan di OJK lah yang diberikan kewenangan khusus untuk menyidik kasus-kasus kejahatan di bidang keuangan, sehingga sebagai institusi Kepolisian tidak lagi berwenang menangani kasus-kasus kejahatan di bidang keuangan. c. Kekosongan aturan mengenai sejauh mana OJK dapat independen dalam proses penyidikan Ketentuan Pasal 49 angka 1 UUOJK menyebutkan bahwa penyidik adalah Kepolisian polisi atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil PPNS. Sementara pegawai OJK bukanlah Pegawai Negeri Sipil. Komitmen OJK dan institusi asal penyidik adalah sangat diperlukan dari hal tersebut diatas bahwa penyidikan kasus keuangan dilakukan melalui satu pintu dan koordinasi yaitu OJK, sehingga perlu dilakukan pembentukan struktur organisasi penyidikan OJK yang dimasukkan ke dalam sebuah departemen sendiri yang diketuai oleh deputi bagian penyidikan. 221 Mengenai independensi OJK, perlu diingat bahwa berdasarkan penelitian tidak ada institusi yang independen dari pengaruh politik jangka pendek dan independen dari keterikatan dan pengaruh lembaga keuangan. 222 Hal ini dapat dilihat dari pengalaman beberapa negara yang mengalami kegagalan dalam hal independensi. 223 Tidak dapat dipungkiri bahwa independensi merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah struktur regulasi yang tepat untuk Indonesia, terutama independensi dari pengaruh kepentingan yang masih menjadi momok bagi Indonesia. 224 Namun, bila tidak dicermati secara hati-hati, sebuah institusi yang mempunyai absolute independence juga dapat menyebabkan pengaruh negatif, karena apabila terlalu independen dari pemerintah dan politik dapat menyebabkan “regulatory capture” dimana regulator terjebak untuk membuat kebijakan bias hanya menguntungkan golongan tertentu saja. 225 Maka dari itu, independensi yang sesuai bukanlah independensi yang absolut. OJK sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan harus dapat 221 Ibid., hlm. 16-17. 222 Bismar Nasution, Loc.Cit, hlm. 8. 223 Pengalaman Korea dan Jepang sebelum tahun 1990-an akibat dari struktur regulasi yang tidak independen. Di Korea regulator dan pengawasan bank khusus dan lembaga non-bank berada dalam kekuasaan Ministry of Finance and Economy. Pada saat itu banyak permasalahan dalam pengaturan dan pengawasan termasuk kekuasaan untuk mengenyampingkan persyaratan yang pada gilirannya di percaya menjadi salah satu faktor penyebab dari krisis di Korea. Permasalahan independensi pada pengawasan keuangan yang dipegang oelh Ministry of Finance di Jepang juga dipercaya menjadi sumber dari kelemahan sektor keuangan di Jepang di tahun 1990an. Di Indonesia sendiri intervensi politik yang kuat dapat dilihat dari pengalaman Indonesia pada masa krisis ekonomi tahun 1997-1998. Banyak kebijakan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN yang ditolak karena alasan politik. 224 Ibid., hlm. 9. 225 Ibid., hlm. 10. berfungsi sebagai katalisator pembangunan dan ekonomi dan wasit untuk fair play. 226 Independensi OJK harus dapat diperankan guna menyeimbangkan kepentingan pemerintah, konsumen, dan industri jasa keuangan agar arah kebijakan perekonomian dapat berjalan selaras sehingga tercapailah tujuan dari OJK tersebut yaitu untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 227 OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perlu melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga lain seperti Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan LPS, serta Menteri Keuangan bahkan Presiden. Tujuannya adalah agar kebijakan-kebijakan yang nantinya dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan di sektor keuangan. 2. Koordinasi otoritas jasa keuangan dengan lembaga-lembaga lain 228 Koordinasi tersebut diwujudkan dengan dibentuknya Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK. 229 a. Koordinasi dengan Bank Indonesia FKSSK terdiri dari Menteri Keuangan sebagai koordinator sekaligus sebagai anggota, Gubernur BI sebagai anggota, Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai anggota dan Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai anggota. Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia memerlukan koordinasi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang tidak lain tujuannya adalah 226 Ibid. 227 Pasal 4 UU OJK 228 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 63. 229 Pasal 44 UUOJK. menjamin kepastian hukum bagi sektor jasa keuangan khususnya bank dan dalam rangka menghindari duplikasi kegiatan pengaturan dan pengawasan di bidang perbankan dengan kegiatan pengaturan dan pengawasan di bidang perbankan dengan kegiatan pengaturan dan pengawasan di bidang moneter dan sistem pembayaran. 230 Koordinasi yang dimaksud adalah Bank Indonesia dan OJK bekerja sama dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan danavaluta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank, dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. 231 b. Koordinasi dengan lembaga penjamin simpanan 232 Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dengan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing serta untuk mendukung stabilitas sistem keuangan di bidang perbankan. OJK wajib memberikan informasi berkala kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagai berikut: 1 Laporan keuangan bank yang telah diaudit 2 Hasil pemeriksaan bank; dan 230 Ibid., hlm. 15. 231 Rebekka Dosma Sinaga, “Sistem koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Bank setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”Skripsi, Ilmu Hukum, Program S-1, Universitas Sumatera Utara,2013, hlm.87. 232 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 70. 3 Kondisi kesehatan keuangan bank c. Koordinasi dengan menteri keuangan Otoritas Jasa Keuangan secara berkala menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri Keuangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan efisiensi, keamanan dan stabilitas sistem keuangan, dan kewajaran di bidang jasa keuangan, atau kejahatan keuangan. 233 d. Koordinasi dengan presiden Dalam hal untuk kepentingan nasional, Presiden dapat memberikan arahan kepada OJK mengenai kebijakan yang sedang atau direncanakan untuk dilaksanakan, atau prioritas yang sedang atau direncanakan untuk dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya. 234

C. Kewenangan dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Keuangan

Dokumen yang terkait

Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

1 100 104

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

0 84 124

Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

0 0 11

Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

0 0 1

Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

0 0 16

BAB II PENGATURAN PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT OLEH INDUSTRI JASA KEUANGAN A. Ruang Lingkup Industri Jasa Keuangan Bank - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

0 0 18

TANGGUNG JAWAB OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENCEGAHANDAN PENANGGULANGAN PENGHIMPUNAN DANA ILEGAL DI MASYARAKAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 2 24

PENGHIMPUNAN DANA DAN JASA DALAM PERBANKAN ISLAM 2013

0 0 56

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TANGGUNG JAWAB OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 86