Tingkat Kesejahteraan Nelayan Menurut Indikator Kesejahteraan

100 secara finansial tidak bisa dikembangkan di lokasi, maka kesejahteraan nelayan setempat akan semakin terpuruk. Panayatou 1992 mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu preference for a particular way of life. Pendapat Panayatou ini ditekankan oleh Subade dan Abdullah 1993 bahwa nelayan lebih puas hidup dari menangkap ikan daripada sebagai pelaku yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena prinsip yang demikian, maka apapun yang terjadi dengan keadaannya tidak dianggap sebagai masalah bagi mereka. Karena itu meskipun menurut pandangan orang lain hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupannya. Angka indikator analisis finansial usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu, tentunya akan dapat dijadikan salah satu landasan bagi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk mengambil kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Terhadap usaha penangkapan ikan yang indikator finansialnya tidak layak tentunya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir perlu melakukan kajian lebih mendalam untuk melihat permasalahan terhadap alat penangkapan ikan yang tidak layak secara finansial ini, untuk dicarikan pemecahan yang mendasar. Upaya yang dapat dilakukan adalah pemberian subsidi alat penangkapan ikan yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan secara finansial layak untuk dikembangkan. Untuk itu diperlukan sosialisasi kepada masyarakat nelayan agar mereka dapat menerimanya dan tidak lagi mengusahakan usaha penangkapan ikan yang tidak layak secara finansial tersebut. Untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berlanjut, mengacu pada Smith 1987, yaitu : 1 Perbaikan mutu kapal dan alat penankapan. 2 Subsidi input. 3 Perbaikan pemasaran dan teknologi pasca panen. 4 Pembentukan koperasi dan organisasi lainnya. 5 Pengembangan sumber pendapatan alternatif atau tambahan 101 Empat skenario kebijakan yang disebut pertama, masing-masing bertujuan untuk mencapai salah satu atau lebih sasaran berikut : 1 Meningkatkan produktivitas nelayan kualitas penangkapan. 2 Meningkatkan harga-harga yang diterima nelayan. 3 Menekan harga-harga yang harus ditanggung para nelayan. Skenario kebijakan kelima berusaha untuk meningkatkan biaya penangkapan melalui peningkatan upah oportunitas bagi pekerja penangkap ikan. Skenario kebijakan tersebut menggunakan beberapa asumsi, yaitu: 1 Satuan-satuan penangkapan dalam perikanan ini mempunyai biaya operasi yang seragam dan tanpa biaya tetap 2 Perubahan-perubahan dalam keluaran output tidak berpengaruh terhadap harga-harga 3 Satuan-satuan penangkapan memiliki kebebasan untuk masuk dan keluar open acces dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Usaha-usaha penangkapan ikan yang memang secara finansial layak dikembangkan, perlu terus didorong dan ditingkatkan produktifitasnya melalui berbagai kebijakan dengan menerapkan inovasi teknologi penangkapan ikan menggunakan teknologi tepat guna, memperhatikan dan menjaga tata kelestarian lingkungan hidup, menggunakan lebih banyak bahan baku lokal, menjamin mutu kualitas dan jumlah kuantitas produksi, secara teknis efektif dan efisien, mudah perawatan dan operasi, serta relatif aman dan mudah menyesuaikan terhadap perubahan. Dari sisi sosial budaya kiranya perlu dipertimbangkan alat penangkapan ikan yang dapat dimanfaatkan secara baik oleh keterampilan nelayan yang sudah ada sederhana simpel, padat karya dapat membuka kesempatan kerja, menghindari konflik diantara nelayan dan memberikan peningkatan pendapatan bagi nelayan. Sumberdaya perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau perlu dikelola secara lebih baik jika ingin mengembalikan Kabupaten ini khususnya Bagan Siapiapi sebagai daerah penghasil ikan terbesar kedua di dunia, untuk itu diperlukan manajemen perikanan yang tepat. Kriteria yang dapat digunakan untuk memilih manajemen perikanan yang tepat di Kabupaten Rokan Hilir adalah : 1. Diterima nelayan; 102 2. Diimplemantasikan secara gradual; 3. Fleksibel; 4. Implementasinya didorong efisiensi dan inovasi; 5. Pengetahuan yang sempurna tentang peraturan serta biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti peraturan tersebut, dan 6. Ada implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran, dan keadilan. Nikijuluw 2002.

5.3 Interaksi Komponen Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan

Peran komponen usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan dalam sebuah sistem yang kaya dengan interaksi sangat penting untuk diketahui pada saat akan merancang pengelolaan perikanan, terutama dalam rangka perbaikan dan peningkatan terhadap kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Hasil analisis dengan model struktural yang dibangun dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan interaksi atau peran komponen dalam interaksi terkait kegiatan perikanan dan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Interaksi akan di bahas dalam 3 bagian yaitu interaksi menurut lingkup usaha, interaksi pada teknis operasional, dan interaksi pada level kewenangan dalam usaha perikanan dan selanjutnya dihubungkan dengan kesejahteraan nelayan.

5.3.1 Interaksi menurut lingkup usaha

Bila mengacu kepada model peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan revisi lanjutan sebagai model yang dinyatakan fit, maka interaksi ini secara langsung dibangun oleh empat komponen berupa konstruk yang terdiri dari internal usaha perikanan LINT, eksternal usaha perikanan LEX, industri non usaha perikanan LIN, dan lingkup usaha perikanan LU. Setiap konstruk tersebut berinteraksi dengan komponen lebih kecil yang disebutkan dengan dimensi konstruk. Setiap komponen yang mendapat pengaruh signifikan dari komponen lainnya dalam interaksinya, maka komponen tersebut menjadi indikator dari komponen yang mempengaruhinya sehingga perlu mendapat perhatian serius. Interaksi komponen ditunjukkan oleh nilai koefisien pengaruh 103 langsung, tidak langsung, dan total pengaruh. Untuk setiap pengaruh langsung yang mempunyai probabilitas 0,05, maka pengaruh tersebut dianggap signifikan dalam interaksi. Internal usaha perikanan LINT berpengaruh secara langsung terhadap lingkup usaha perikanan LU, sumberdaya manusia X11, modal X12, pemasok X31, dan teknologi X13 masing-masing dengan koefisien – 0,167, - 0,079, -0,039, 1,993, dan 1,000. Koefisien pengaruh LINT terhadap X11, dan X12 adalah negatif, hal ini menunjukkan bahwa jika usaha perikanan secara internal sudah kuat dan mapan, maka kebutuhan terhadap sumberdaya manusia, modal, dan teknologi akan dapat dikurangi dan orientasi dapat dialihkan kepada hal lainnya. Dengan kata lain kondisi ini menggambarkan bahwa usaha perikanan sudah mengalami kejenuhan, sehingga apabila terus ditingkatkan dapat menyebabkan terganggunya keberlanjutan sumberdaya yang akan berakhir dengan menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Sebaliknya koefisien pengaruh LINT terhadap X31 yang positif menunjukkan bahwa jika usaha perikanan secara internal sudah kuat dan mapan, maka kebutuhan terhadap bahan baku dari pemasok semakin tinggi. Dalam kaitan dengan kesejahteraan nelayan, maka nelayan dapat menjadi mitra usaha perikanan dalam memasok bahan baku yang dibutuhkan usaha perikanan atau penyedia produk segar bagi usaha perikanan pendistribusi ikan-ikan segar. Yusuf 2004 menyatakan bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan dan memacu tingkat pemanfaatan potensi perikanan sudah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan yang tentunya dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan nelayan sebagai faktor penentu dalam usaha penangkapan ikan. Langkah tersebut diwujudkan melalui teknologi penangkapan ikan motorisasi dan alat tangkap, upaya peningkatan ekspor komoditas perikanan, memasyarakatkan makan ikan dan pemberdayaan masyarakat pesisir PEMP. 104 Tabel 42 Nilai koefisien pengaruh langsung PL, tidak langsung PTL, dan pengaruh total PT dalam interaksi lingkungan internal LINT pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh Total LU -0,167 -0,167 KOT 0,042 0,042 TKP 0,007 0,007 BDY 0,051 0,051 X22 PROS 0,599 0,599 X41 -0,167 -0.167 X83 KN -0,179 -0,179 X61 0,051 0,051 X63 0,144 0,144 X81 X82 X53 0,02 0,02 X52 0,06 0,06 X51 0,007 0,007 X34 X33 X23 X11 -0,079 -0,036 -0,115 X13 1 1 X73 0,107 0,107 Y11 -0,179 -0,179 Y14 -0,182 -0,182 Y12 -0,036 -0,036 X71 0,599 0,599 X91 0,012 0,012 X92 0,042 0.042 X31 1,993 1,993 X42 -0,354 -0,354 X21 X12 -0,039 -0,039 Namun bila melihat probabilitas P pengaruh internal usaha perikanan LINT terhadap keempat komponen tersebut Tabel 43, maka tidak ada satupun pengaruh dengan probabilitas P 0,05 atau dengan kata lain tidak ada yang signifikan. Terkait dengan ini, maka komponen tersebut tidak ada yang menjadi indikator dalam berbagai interaksi internal usaha perikanan LINT. Implikasinya, maka berbagai upaya yang melibatkan keempat komponen tersebut di Kabupaten