Welfare refinement model for fishermen through improvement of fishery business sector at the regency of rokan hilir, Riau Province.

(1)

PERBAIKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN MELALUI USAHA PERIKANAN

DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

MUHAMMAD YAFIZ

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Perbaikan Kesejahteraan Nelayan melalui Usaha Perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Nopember 2011

Muhammad Yafiz


(4)

(5)

ABSTRACT

MUHAMMAD YAFIZ. Welfare Refinement Model for Fishermen through Improvement of Fishery Business Sector at the Regency of Rokan Hilir, Riau Province. Under supervision of M. FEDI A. SONDITA, DANIEL R. MONINTJA, SOEPANTO SOEMAKARYO, SUGENG HARI WISUDO

Fishery sector has not significantly given a denotable economic contribution in improving fishermen’s welfare, as shown by fishermen’s poverty headcount index (PHI) of 0.32 which falls in “poor” category. This research was carried out to develop a welfare improvement model for fishermen based on both internal and external factors affecting the fishery sector in Regency of Rokan Hilir. The study was conducted by applying Structural Equation Model (SEM) method which considers some external and internal factors in fishery business, activities in fishery industry, capture fishery activities, aquaculture activities, fish processing activities, central government, regional government, and fishermen welfare factors. The research was conducted in four coastal sub-districts in the Regency of Rokan Hilir, Riau Province and data collection was carried out in an eight-month period, from July 2008 to February 2009. Two additional analysis were simultaneously carried out for this research, i.e. fishermen welfare analysis using welfare indicators established by the Indonesian Bureau of Statistic, financial performance analysis of fishery business that calculated conventional indicators, such as net present value (NPV), net benefit-cost ratio (NB/C), internal rate of return (IRR), return on investment (RoI), and payback period (PP).

SEM analysis concluded that in overall the studied factors significantly affected fishermen welfare improvement in the area. Both capture and aquaculture activities significantly promote fishermen’s welfare as they involved more labors from local work forces. The national and local fisheries authorities indirectly affected the fishery industry through their regulation while the local authorities significantly promoted the expansion on some fisheries activities and fishermen’s welfare.

The fishery businesses with payang, bubu, serok, jaring insang hanyut and handline are worth developing as indicated by satisfactory financial indicators, i.e. values of both NPV and NB/C > 0, IRR was greater than 8.65% (the interest rate of the time of data collection) and the ROI and PP were considerably shorter or faster. On the other hand, the fishery businesses with jaring insang lingkar, pukat udang and pukat pantai are not worth due to unsatisfactory performance, i.e. both NPV and NB/C < 0, and IRR was considerably lower than 8.65%) and the ROI and PP were longer or slower.

Keywords: Financial Performance Analysis, Rokan Hilir, Fishermen’s Welfare, Structural Equation Modeling (SEM)


(6)

(7)

RINGKASAN

MUHAMMAD YAFIZ. Model Perbaikan Kesejahteraan Nelayan Melalui Perbaikan Usaha Perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Pembimbing: M. FEDI A. SONDITA, DANIEL R. MONINTJA, SOEPANTO SOEMAKARYO

Potensi sumberdaya perikanan yang besar memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam aspek penyerapan tenaga kerja dan penyediaan devisa bagi negara. Untuk menunjang peran tersebut berbagai kebijakan pembangunan perikanan telah dikeluarkan Pemerintah, namun sayangnya sampai saat ini pembangunan perikanan belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti terutama dalam peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai masyarakat yang paling dekat dan bersentuhan dengan sumberdaya perikanan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, menunjukkan bahwa sebanyak 3,91 juta KK (16,42 juta jiwa) penduduk yang berada di 8.090 desa pesisir di Indonesia termasuk dalam katagori peduduk miskin dengan Poverty Headcount Index (PHI) sebesar 0,32 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2004)

Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau mempunyai sumberdaya perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Posisinya yang berada di Selat Malaka sangat strategis sebagai pengekspor produksi perikanan ke Malaysia dan Singapura, baik ikan segar maupun olahan. Namun kenyataan yang ada sangatlah ironis karena kabupaten dengan penduduk berjumlah 551.402 jiwa itu mempunyai penduduk miskin sebanyak 124.016 jiwa; sebanyak 48% atau 59.528 jiwa dari jumlah tersebut adalah nelayan yang pendapatannya berkisar antara 250.000-750.000 rupiah per bulan.

Tidak berkembangnya usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir diduga disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana perikanan, rendahnya kualitas SDM, lemahnya akses modal dan pasar, kebijakan publik belum berpihak kepada nelayan dan belum kondusipnya faktor-faktor pendukung industri perikanan yang berorientasi ekspor. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian yang mendalam yang dapat memotret seluruh aspek pembangunan usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir, mencakup potensi dan permasalahan usaha perikanan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, upaya-upaya yang telah dilakukan dan hasil serta dampaknya terhadap masyarakat nelayan. Kajian tersebut diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi untuk model perbaikan yang kompatibel dengan potensi dan permasalahan lokal.

Penelitian ini dilakukan di 4 (empat) kecamatan pesisir terpilih, yaitu Kecamatan Sinaboi, Bangko, Kubu, dan Pasir Limau Kapas. Pemilihan lokasi didasari oleh: 1) keempat kecamatan tersebut secara geografis berada di daerah pesisir, 2) lebih dari 90 % penduduknya secara turun temurun berprofesi sebagai nelayan, 3) perairan lokasi tersebut merupakan teluk dan muara dari beberapa sungai, sehingga sangat subur dan potensial bagi pengembangan perikanan.


(8)

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir dan solusi untuk mengatasinya yang dituangkan dalam suatu model perbaikan usaha perikanan.

Metode analisis utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SEM (Structural Equation Modeling). Pemilihan metode ini didasari bahwa SEM dapat mengidentifikasi berbagai faktor yang berpengaruh dan tingkat pengaruh masing-masing faktor terhadap pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil analisis, berupa interaksi yang terjadi dan tingkat pengaruhnya memberi arahan kepada upaya perbaikan kesejahtreraan nelayan di Rokan Hilir. Hasil analisis SEM menunjukkan kegiatan perikanan di Kabupaten Rokan Hilir secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan nelayan dan penyerapan tenaga kerja perikanan. Peran Pemerintah Pusat secara signifikan berpengaruh terhadap kegiatan perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir dan faktor kemudahan perijinan usaha yang diberikan Pemerintah sangat berpengaruh terhadap pembangunan perikanan.

Analisis pendukung yang dilakukan untuk mepertajam analisis SEM adalah analisis indikator kesejahteraan nelayan menggunakan Indikator Kesejahteraan BPS (1991) dan analisis kelayakan finansial usaha perikanan. Secara umum, analisis indikator kesejahteraan BPS (1991) mengukur 11 indikator utama secara kualitatif variabel-variabel yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan. Dalam penelitian ini, kesejahteraan nelayan digambarkan oleh empat indikator utama, yaitu pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja di bidang perikanan yang bisa diperoleh oleh nelayan. Sedangkan tujuh indikator lain, yaitu konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal, kehidupan beragama,rasa aman dari gangguan kejahatan, dan kemudahan berolah raga tetap dianalisis sebagai pendukung 4 indikator utama tersebut. Hasil analisis menyimpulkan indikator kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau memiliki skor sebesar 17,88 berada di antara range 10 -18, yaitu termasuk tingkat rendah.

Analisis kelayakan finansial usaha perikanan yaitu menghitung nilai NPV (Net Present Value), NB/C (Net Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return), ROI(Return of Investment), dan PP (Payback Period). Hasil analisis finansial usaha perikanan (financial performance analysis) adalah usaha perikanan payang, bubu, serok, jaring insang hanyut dan handline merupakan usaha yang layak dikembangkan, karena mempunya nilai NPV, NB/C  0, IRR tingkat suku bunga berlaku (8,65%) dan menghasilkan ROI dan PP lebih cepat dengan jumlah nelayan 12.50 orang (80,92%), sedangkan usaha perikanan jaring insang lingkar, pukat udang, dan pukat pantai tidak layak dikembangkan di Kabupaten Rokan Hilir karena mempunyai NPV, NB/C < 0 dan IRR lebih kecil dari suku bunga berlaku (8,65 %) serta ROI dan PP lebih lama, dengan jumlah nelayan 2.842 orang (19,08).

Kata kunci: Analisis Finansial, Rokan Hilir, Kesejahteraan Nelayan, Structural Equation Modeling (SEM)


(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

PERBAIKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN MELALUI USAHA PERIKANAN

DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

MUHAMMAD YAFIZ

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(12)

Penguji Luar Komisi Pembimbing

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tertutup

1. Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si (Departemen Teknologi Kelautan, FPIK, IPB)

2. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc (Departemen Teknologi Kelautan, FPIK, IPB)

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Terbuka

1. Dr. T. Ersti Y. Sari

( Fakultas Perikanan dan Ilmu Kalutan Universitas Riau) 2. Dr. Herie Saksono, M.Si


(13)

Judul Disertasi : Perbaikan Kesejahteraan Nelayan Melalui Usaha Perikanan

di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD YAFIZ

Nomor Pokok : C 561020214 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Soepanto Soemakaryo, MBA Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota Anggota

Dr. Ir. Sugeng H.Wisudo, M.Si Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ketua,

Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : Tanggal pengesahan :


(14)

(15)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirohman nirohim.

Assalammualaikum warahmatullahhi wabarakatuh.

Syukur Alhamdulillah, berkat bimbingan dan petunjuk Allah SWT serta bimbingan dan arahan komisi pembimbing, Penelitian dengan judul :PERBAIKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN MELALUI USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU dapat kami selesaikan dengan baik.

Penelitian ini merupakan persyaratan untuk meraih gelar doktor pada Sekolah Pasca Sarjana IPB, Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan (PPKP) Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus ikhlas setinggi-tingginya kepada Dr.Ir. H. M Fedi A. Sondita, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Soepanto Soemakaryo, MBA (almarhum), Prof. Dr. Daniel R. Monintja,dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo selaku Anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ilmiah ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pemerintah Provinsi Riau (Gubernur beserta jajarannya), yang telah memberi kesempatan yang luas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan penelitian ini, kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir (Bupati beserta jajarannya) yang telah memberikan dukungan data pada saat penelitian.

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada istri tercinta Andriza dan ananda tersayang Ifa Adina yang senantiasa berdo`a memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat beguna bagi perbaikan kehidupan nelayan kecil di Indonesia umumnya di Kabupaten Rokan Hilir khususnya. Penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan masukan sangat terbuka bagi kesempurnaan disertasi ini.


(16)

Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan disertasi ini saya ucapkan terimakasih, semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua.

Bogor, Desember 2011 Penulis

MUHAMMAD YAFIZ Nrp. C. 561020214


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Babussalam Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 01 Juni 1956 dari pasangan M. Yasin dan Zahara. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi Universitas Riau lulus pada tahun 1980. Pada tahun 1999 penulis diterima di Program Magister Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung dan menamatkan pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Sub program Perencanaan dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Daerah Provinsi Riau mulai tahun 1978. Pada tahun 1986 penulis menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pengawasan dan Pembinaan, pada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Riau. Pada tahun 1997 penulis menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Perencanaan dan Pengembangan, selanjutnya pada tahun 1999 menjabat sebagai Kepala Biro Organisasi Setwilda Provinsi Riau dan Sekretaris Daerah Kabupaten Rokan Hilir. Pada tahun 2004 penulis diangkat menjadi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau, dan pada tahun 2008 sebagai Kepala Badan Promosi dan Investasi Provinsi Riau. Saat ini penulis menjabat sebagai Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau mulai tahun 2009 hingga sekarang.

Penulis juga menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Ekonomi Universitas Riau pada tahun 1983 dan Universitas Lancang Kuning pada tahun 1985. Pada tahun 2001 penulis menjadi dosen luar biasa di program pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan tahun 2002 sampai saat ini penulis menjadi dosen luar biasa pada program pascasarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Riau.

Penulis menikah pada tahun 1986 dengan Dr. Andriza SpKJ telah memiliki 1 putri Ifa Adina. Alamat penulis saat ini di Jl. Inpres No.262, Beringin Indah, Pekanbaru.


(18)

(19)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Kerangka Pemikiran... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Jenis Usaha Perikanan ... 9

2.2 Kesejahteraan dan Kemiskinan Nelayan ... 11

2.2.1 Kesejahteraan ... 14

2.2.2 Kemiskinan nelayan... 17

2.3 Lingkungan Usaha Perikanan ... 22

2.4 Tujuan Pengelolaan Perikanan ... 24

2.5 Analisis structural equation modelling (SEM) ... 25

2.5.1 Measurement model ... 26

2.5.2 Tahapan analisis dalam pemodelan menggunakan structural equation modeling (SEM) ... 27

3 METODOLOGI ... 29

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Pengumpulan Data ... 32

3.2.1 Jenis data yang dikumpulkan ... 32

3.2.2 Metode pengumpulan data ... 32

3.3 Analisis Data ... 36

3.3.1 Analisis indikator kesejahteraan ... 36


(20)

x

3.3.3 Analisis finansial usaha perikanan ... 39

3.3.4 Analisis structural equation modeling (SEM)... 41

4 HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Rokan Hilir ... 51

4.2 Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan ... 54

4.2.1 Pendapatan rumah tangga nelayan ... 54

4.2.2 Konsumsi rumah tangga nelayan ... 56

4.2.3 Kondisi tempat tinggal ... 56

4.2.4 Hasil analisis indikator keadaan tempat tinggal ... 58

4.2.5 Kesehatan anggota keluarga nelayan ... 59

4.2.6 Kemudahan nelayan mendapatkan pelayanan kesehatan ... 60

4.2.7 Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan 61

4.2.8 Kemudahan nelayan mendapatkan pekerjaan ... 61

4.2.9 Kehidupan beragama ... 62

4.2.10 Rasa aman dari gangguan kejahatan ... 62

4.2.11 Kemudahan Berolah Raga ... 63

4.3 Kondisi Finansial Usaha Nelayan ... 63

4.3.1 Kondisi finansial usaha perikanan payang ... 64

4.3.2 Kondisi finansial usaha perikanan bubu ... 65

4.3.3 Kondisi finansial usaha perikanan pengumpul kerang ... 66

4.3.4 Kondisi finansial usaha perikanan jaring ingsang hanyut ... 67

4.3.5 Kondisi finansial usaha perikanan jaring insang lingkar... 68

4.3.6 Kondisi finansial usaha perikanan handline ... 69

4.3.7 Kondisi finansial usaha perikanan pukat udang ... 70

4.3.8 Kondisi finansial usaha perikanan pukat pantai ... 71

4.4 Hasil Analisis Konfirmatori Teori untuk Model Struktural ... 72

4.4.1 Model struktural awal ... 78

4.4.2 Model struktural revisi I ... 81

4.4.3 Model struktur revisi lanjutan ... 86

5 PEMBAHASAN ... 93

5.1 Tingkat Kesejahteraan Nelayan Menurut Indikator Kesejahteraan . 93 5.2 Kelayakan Finansial Usaha Perikanan ... 97

5.3 Interaksi Komponen Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan ... 102

5.3.1 Interaksi menurut lingkup usaha ... 102

5.3.2 Interaksi pada teknis operasional ... 112

5.3.3 Interaksi pada level kewenangan ... 123

5.4 Pengembangan Kebijakan Perikanan dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Nelayan ... 130

5.4.1 Kebijakan Pengembangan Pusat Informasi Perikanan ... 131

5.4.2 Kebijakan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan ... 132


(21)

xi

5.4.4 Kebijakan Pengembangan Pasar Lelang Ikan ... 134

5.4.5 Kebijakan Pengembangan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat nelayan ... 135

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 137

6.1 Kesimpulan ... 137

6.2 Saran ... 139

DAFTAR PUSTAKA ... 143


(22)

(23)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perbandingan aspek teknis, sosial dan ekonomi di antara usaha perikanan

komersial dan subsisten (modifikasi Smith 1983) ... 13 2 Jadwal pelaksanaan penelitian ... 30 3 Rekapitulasi jumlah responden kesejahteraan dan analisis finansial

untuk setiap jenis usaha menurut skala usaha ... 34 4 Rekapitulasi jumlah responden SEM untuk setiap jenis usaha menurut

skala usaha ... 34 5 Indikator kesejahteraan masyarakat menurut BPS (1991) ... 36 6 Goodness-of-fit Index dalam analisis SEM ... 49 7 Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Rokan Hilir ... 52 8 Perkiraan jumlah nelayan yang terlibat dalam setiap jenis perikanan

tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau ... 52 9 Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir…… ... 53 10Pendapatan rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 55 11Jumlah responden perikanan tangkap menurut tingkat pendapatan ... 55 12Indikator konsumsi rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir

dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (diukur dengan konsumsi

beras per tahun) ... 56 13Kondisi tempat tinggal rumah tangga perikanandi empat kecamatan

pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (secara fisik)... 57 14 Kondisi pendukung tempat tinggal rumah tangga perikanan di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

(berdasarkan faktor pendukungnya) ... 58 15Hasil analisis indikator kesehatan anggota keluarga nelayan di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 59 16Indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas

medis di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau ... 60 17Hasil analisis indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang

pendidikan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau ... 61 18Indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja di

empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau 62 19Indikator kehidupan beragama di empat kecamatan pesisir dalam


(24)

xiv

20Indikator rasa aman dari gangguan kejahatan di empat kecamatan

pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 63 21Indikator kemudahan berolah raga di empat kecamatan pesisir dalam

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 63 22Indikator kinerja finansial usaha perikanan payangdi empat kecamatan

pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 64 23Indikator kinerja finansial usaha perikanan bubu di empat kecamatan

pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 65 24Indikator kinerja finansial usaha perikanan pengumpul kerang di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 66 25Indikator kinerja finansial usaha perikanan jaring insang hanyut di

empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau . 67 26Hasil analisis finansial usaha perikanan jaring insang lingkar di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 68 27Indikator kinerja finansial usaha perikanan handline di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 69 28Indikator kinerja finansial usaha perikanan pukat udang di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 70 29Indikator kinerja finansial usaha perikanan pukat pantai di empat

kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 71 30Simbol dan makna dari setiap komponen yang dipakai pada path

diagram pada model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten

Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 74 31Hasil evaluasi kesesuaian model struktural awal terhadap kriteria

Goodness-Of-Fit yang dipersyaratkan ... 79 32Nilai squared multiple correlations dari model struktural awal

perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi

Riau ... 80 33Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi I terhadap kriteria

Goodness-Of-Fit yang dipersyaratkan ... 82 34Hasil analisis Modification Index (MI) kovarian model revisi I... 83 35Hasil analisis Modification Index (MI) regresi model revisi I ... 85 36Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi II terhadap kriteria

Goodness-Of-Fit yang dipersyaratkan ... 88 37Hasil analisis Modification Index(MI) kovarian model lanjutan ... 90 38Hasil analisis Modification Index (MI) regresi model revisi lanjutan ... 91 39Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi lanjutan terhadap


(25)

xv 40Skor indikator kesejahteraan nelayan di empat kecamatan pesisir pada

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 94 41Kelayakan finansial usaha perikanan tangkap di empat kecamatan

pesisir pada Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 97 42Nilai koefisien pengaruh langsung (PL), tidak langsung (PTL), dan

pengaruh total (PT) dalam interaksi lingkungan internal (LINT) pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 104 43Probabilitas pengaruh interaksi lingkungan internal usaha perikanan

pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 105 44Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi LEX pada model peran usaha perikanan dalam

kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 106 45Probabilitas pengaruh interaksi LEX pada model peran usaha perikanan

dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau 108 46Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi LIN pada model peran usaha perikanan dalam

kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 110 47Probabalitas pengaruh interaksi LIN pada model peran usaha perikanan

dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau 111 48Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi TKP pada model peran usaha perikanan dalam

kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 113 49Probabalitas pengaruh interaksi TKP pada model peran usaha

perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau ... 115 50Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi BDY pada model peran usaha perikanan dalam

kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 117 51Probabalitas pengaruh interaksi BDY pada model peran usaha

perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau ... 118 52Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi PROS pada model peran usaha perikanan dalam

kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 119 53Probabalitas pengaruh interaksi PROS pada model peran usaha

perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau ... 121 54Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi KP pada model peran usaha perikanan dalam


(26)

xvi

55Probabilitas pengaruh interaksi KP pada model peran usaha perikanan

dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau 125 56Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh

total dalam interaksi KOT pada model peran usaha perikanan dalam

kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 127 57Probabalitas pengaruh interaksi KOT pada model peran usaha

perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,


(27)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pikir penelitian model perbaikan kesejahteraan nelayan

melalui usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau... 7 2 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Rokan Hilir ... 31 3 Rancangan path diagram model perbaikan kesejahteraan nelayan di

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 44 4 Sebaran pendapatan rumah tangga nelayan Kabupaten Rokan Hilir ... 56 5 Proporsi rumah tangga nelayan menurut luas rumah tempat tinggal di

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau... 57 6 Proporsi rumah tangga nelayan menurut luas pekarangan tempat tinggal

di Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 59 7 Proporsi rumah tangga perikanan menurut tingkat kemudahaan anggota

keluarga nelayan mendapatkan alat kontrasepsi di empat kecamatan

pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 60 8 Path diagram model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten

Rokan Hilir, Provinsi Riau. ... 73 9 Model awal model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten

Rokan Hilir, Provinsi Riau ... 78 10Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau (Revisi I) ... 82 11Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau (Revisi II) ... 87 12Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir,


(28)

(29)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kondisi pendapatan Rumah Tangga Nelayan (RTN) (per bulan) ... 149 2 Kondisi konsumsi rumah tangga (diukur dengan konsumsi beras per

tahun) ... 150 3 Keadaan tempat tinggal nelayan (secara fisik) ... 151 4 Keadaan tempat tinggal (berdasarkan faktor pendukungnya) ... 153 5 Komposisi nelayan berdasarkan luas lantai rumah tempat tinggal ... 156 6 Kondisi kesehatan keluarga ... 157 7 Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis ... 158 8 Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan ... 161 9 Kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja ... 162 10 Kondisi kehidupan beragama ... 163 11 Kondisi rasa aman dari gangguan kejahatan ... 164 12 Kemudahan berolah raga ... 165 13 Kondisi finansial perikanan di Kabupaten Rokan Hilir ... 166 14 Hasil analisis model struktural revisi I ... 170 15 Hasil analisis model struktural revisi II (sebagian) ... 192 16 Hasil analisis model struktural revisi lanjutan (model akhir) ... 202 17 Dokumentasi penelitian ... 223


(30)

(31)

DAFTAR ISTILAH

Natural assets = sumberdaya ikan dan hal-hal lain yang tersedia di lingkungan, seperti ekosistem, kondisi biofisik dan sebagainya

Social assets = tatanilai dan kultur yang diterapkan oleh masyarakat pesisir

Physical assets = unit-unit produksi yang dimiliki beserta teknologi dan sarana, prasarana yang mendukung kegiatan produktif nelayan

Financial assets = modal kerja keuangan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usaha nelayan

Path diagram = interaksi komponen-komponen yang terpilih secara teoritisi ke dalam ilustrasi diagram

SEM = Structural Equation Model

CVM = Contingent Value Method

Indikator = variabel untuk mengevaluasi atau menentukan

status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahannya

Konstruk = variabel dalam SEM

Eksogen = konstruk yang bersifat bebas dan interaksinya tidak banyak dipengaruhi oleh konstruk lainnya

Endogen = konstruk yang interaksinya banyak dipengaruhi

konstruk lainnya

Measurement model = persamaan model yang dibuat berdasarkan hasil pengukuran pada kondisi obyek yang diteliti

Goodness-of-fit = Uji kesesuaian model

Modification Index (MI) = tingkat error atau penyimpangan model yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak secara eksplisit dapat dijelaskan, sehingga terkadang terlewatkan diinteraksikan atau dianalisis pengaruhnya


(32)

(33)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini penduduk Indonesia yang mempunyai mata pencaharian nelayan dan budidaya perikanan mencapai lebih 5,8 juta orang. Sebagian besar dari nelayan dan petani budidaya perikanan tersebut kini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Banyaknya nelayan yang masih hidup dibawah garis kemiskinan ini tidak sejajar bila dilihat dari peningkatan kontribusi perikanan terhadap GDP nasional tahun 2009 sebesar 3,12%, dan hingga akhir 2010 mencapai 3,14% atau setara 148,16 triliun rupiah (diolah dari Perikanan dan Kelautan Dalam Angka Tahun 2009).

Seperti dikemukakan Dahuri (2004), sumbangan subsektor kelautan dan perikanan secara keseluruhan sekitar 20,06% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun 1998, sedangkan subsektor perikanan pada tahun 2004 menyumbang 15,0% terhadap PDB sektor pertanian berdasarkan harga konstan tahun 2000 (BPS, 2004). Pada saat yang sama China dan Korea yang potensi sumberdaya kelautan dan perikanannya lebih kecil, sektor perikanan menyumbang PDB masing-masing sebesar 48,4% dan 54,0%. Dengan kata lain, sumberdaya kelautan dan perikanan kita belum dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pembangunan ekonomi bangsa dan negara.

Mencermati pembangunan ekonomi nasional Indonesia selama ini, secara empiris pembangunan sektor kelautan dan perikanan masih kurang mendapat perhatian dan masih diposisikan sebagai sektor pinggiran. Kondisi ini sangat ironis karena hampir 70% wilayah Indonesia merupakan lautan yang mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia atau “ The largest archipelago country in the world”. (Bappenas: dalam Marginal Fishing Community Development Pilot/MFCDP 2004)

Subsektor perikanan dengan potensi sumberdaya ikan yang begitu besar memiliki peran strategis dalam pembangunan perikanan Indonesia yang dapat memberikan kontribusi berarti bagi pembangunan nasional, terutama dalam memacu pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja dan peningkatan


(34)

2

kesejahteraan nelayan. Namun, sampai saat ini pembangunan perikanan tersebut belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi pembangunan nasional tersebut (Setiawan, 2007).

Data lain tentang kemiskinan nelayan dilaporkan Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) bahwa dari 8.090 desa pesisir di Indonesia sebanyak 3,91 juta KK (16,42 juta jiwa) penduduknya termasuk ke dalam peduduk miskin dengan

Poverty Headcount Index (PHI) sebesar 0,32.

Kemiskinan nelayan diduga sangat berkaitan dengan karakteristik sumberdaya ikan, kualitas sumberdaya manusia, sarana-prasarana, serta terbatasnya akses nelayan terhadap modal, teknologi dan pasar. Selain itu adalah struktur sosial masyarakat nelayan yang umumnya dicirikan dengan kentalnya hubungan patron-klien. Hubungan ini menimbulkan kesenjangan pendapatan yang sangat memprihatinkan diantara nelayan pemilik (patron) dan nelayan buruh/ pandega (client).

Gambaran suram serupa terjadi pada kehidupan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Kabupaten Rokan Hilir yang berpenduduk 551.402 jiwa, mempunyai penduduk miskin 124.016 jiwa yang tergabung dalam 28.042 rumah tangga atau KK. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 48% atau 59.528 jiwa di antaranya adalah masyarakat nelayan yang berada di 4 (empat) kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Bangko, Kubu, Sinaboi dan Pasir Limau Kapas. Sebagian besar pendapatan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir berkisar antara Rp250.000 s/d Rp750.000. per bulan, berada dibawah UMR Provinsi Riau sebesar Rp 800.000. (Pergub Riau nomor 38 Tahyn 2007)

Kondisi masyarakat ini sebenarnya sangat ironis, mengingat Kabupaten Rokan Hilir mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Selain secara geografis letaknya yang strategis di Selat Malaka, kabupaten ini menghasilkan ikan segar, udang maupun hasil olahan (seperti ikan kering/ asin, udang kering/ebi) yang dapat diekspor ke Malaysia dan Singapura setelah melalui proses pembekuan dan pengemasan yang baik.

Permasalahan utama tidak berkembangnya usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir adalah karena terbatasnya sarana dan prasarana perikanan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, lemahnya akses masyarakat terhadap modal dan


(35)

3 pasar, belum adanya kebijakan publik yang berpihak kepada nelayan terutama nelayan kecil, dan belum kondusifnya faktor-faktor pendukung industri perikanan yang berorientasi ekspor. Selain itu, alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan selama ini belum pernah dilakukan analisis secara finansial untuk mengetahui apakah alat-alat tersebut masih layak dioperasikan dalam menghasilkan benefit untuk memberi pendapatan kepada nelayan.

Perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir diperlukan suatu strategi yang cocok dengan karakteristik dan permasalahan di sana. Mengingat tingkat permasalahan yang sangat rumit, maka diperlukan pendekatan dan analisis yang bersifat holistik dan komprehensif dimulai dari pengukuran tingkat kesejahteraan nelayan menggunakan indikator yang sesuai, analisis dari sisi kelayakan finansial usaha penangkapan ikan yang digunakan nelayan serta menggunakan pemodelan terstruktur untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagan Siapiapi yang merupakan ibukota Kabupaten Rokan Hilir, pada masa lampau adalah penghasil ikan terbesar kedua di dunia (http://www.bagansiapiapi.net/id/sejarah.php), namun saat ini sekitar 48% dari 95.894 jiwa penduduk miskin di Kabupaten Rokan Hilir (46.029 jiwa) adalah masyarakat pesisir yang tinggal di sepanjang pantai. Tingkat kesejahteraan mereka ditengarai relatif lebih rendah dari masyarakat di sektor lainnya. Di samping ketertinggalan secara ekonomi, mereka juga tertinggal secara sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan/kesehatan. Kondisi yang demikian menyebabkan potensi sumberdaya perikanan yang ada tidak bisa dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara optimal, yang berdampak akhir kepada kemiskinan dan ketertinggalan yang berkesinambungan. Bahkan ada kecenderungan ketertinggalan tersebut membuat kondisi sumberdaya alam menjadi terancam kerusakan yang disebabkan oleh mendesaknya kebutuhan hidup dan ketidaktahuan cara pengelolaan serta pemanfaatannya. Pengelolaan


(36)

4

Perikanan memerlukan dasar informasi untuk membuat kebijakan yang diperlukan. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti kondisi terkini perikanan di Kabupaten Rokan Hilir.

2) Telah banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak terutama Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan, namun hasilnya belum dapat merubah kondisi yang dijelaskan dalam butir 1 diatas.

3) Untuk mengatasi masalah yang kronis tersebut diperlukan adanya upaya-upaya strategis yang diawali dengan suatu kajian/identifikasi dan evaluasi tentang keragaan usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir saat ini secara

holistik dari hulu sampai ke hilir. Kajian tersebut diharapkan dapat memotret potensi dan permasalahan yang ada, upaya-upaya yang telah dilakukan, hasil dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Selanjutnya dari analisis ini diharapkan akan muncul rekomendasi dan model pengembangan yang kompatibel dengan potensi lokal, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perikanan di Kabupaten Rokan Hilir.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan merumuskan kebijakan pembangunan perikanan di Kabupaten Rokan Hilir dalam rangka perbaikan kesejahteraan nelayan dengan ;

1) Mengukur indikator kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir. 2) Menganalisis aspek finansial usaha penangkapan ikan.

3) Menganalisis interaksi faktor-faktor penentu yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir.

Dari penelitian diharapkan akan diperoleh sejumlah manfaat, yaitu:

1) Manfaat bagi Pemerintah, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan tentang peningkatan kesejahteraan nelayan 2) Manfaat bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini menjadi bahan studi


(37)

5 3) Manfaat bagi masyarakat pesisir (nelayan), hasil penelitian ini sebagai informasi tentang upaya peningkatan kesejahteraan nelayan yang sesuai untuk pemberdayaan nelayan.

1.4Hipotesis

Hipotesis adalah sesuatu yg dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dsb) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan. (http://kamusbahasaindonesia.org). Pengertian lain menyebutkan : “a supposition or proposed explanation made on the basis of limited evidence as a starting point for further investigation” (http://oxforddictionaries.com). Hipotesis adalah penjelasan dugaan atau usulan penjelasan yang dibuat berdasarkan bukti terbatas sebagai titik awal untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Hipotesis disusun untuk memberikan jawaban atau penjelasan terhadap tujuan dalam suatu penelitian, berdasarkan pengertian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Rendah, diukur dari indikator pendapatan rumah tangga nelayan, tingkat kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal, kehidupan beragama, rasa aman dari gangguan kejahatan, dan kemudahan berolah raga.

2) Kelayakan finansial usaha penangkapan ikan menentukan tingkat kesejahteraan nelayan.

3) Beberapa faktor Interaksi dan secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan nelayan.

1.5

Kerangka Pemikiran

Campbell (2000) menyatakan bahwa untuk pembangunan usaha perikanan yang berkelanjutan perlu memperhatikan aset-aset yang dimiliki masyarakat pesisir (nelayan) itu sendiri, di antaranya adalah : 1) human assets, meliputi pengetahuan, kecakapan dan kemampuan; 2) natural assets, yaitu aset sumberdaya yang ada di sekitarnya; 3) social assets, dukungan yang didapat dari masyarakat sekitar dan keluarga; 4) physical assets, infrastruktur yang dapat


(38)

6

dimanfaatkan, serta 5) financial assests, modal yang dapat diperoleh untuk aktivitas usaha yang dijalankan. Human assets tersebut adalah kompetensi yang dimiliki nelayan, melekat pada dirinya sebagai kemampuan individual. Natural assets adalah sumberdaya ikan dan hal-hal lain yang tersedia dilingkungannya seperti ekosistem, kondisi biofisik dan sebagainya. Social assets mencakup tatanilai dan kultur yang diterapkan oleh masyarakat pesisir. Sedangkan physical assets adalah unit-unit produksi yang dimiliki beserta teknologi dan sarana, prasarana yang mendukung kegiatan produktif nelayan, financial assets adalah modal kerja keuangan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usaha nelayan. Berdasarkan Campbell (2000) di atas, maka sebuah sistem perikanan dapat dimodelkan dengan aset-aset tersebut.

Salah satu tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu menganalisis hubungan dan interaksi antar faktor yang diasumsikan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja usaha perkanan. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut adalah : 1) faktor lingkungan internal usaha perikanan, 2) faktor lingkungan eksternal, 3) industri perikanan, 4) kebijakan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun kebijakan Pemerintah Daerah (otonomi) yang dalam penelitian ini disebut faktor penentu kesejahteraan nelayan. Interaksi faktor penentu akan dievaluasi dan dianalisis untuk dijadikan dasar pertimbangan menyusun strategi dan rekomendasi kebijakan perbaikan kesejahteraan nelayan. Kerangka pikir penelitian ini digambarkan seperti Gambar 1.


(39)

7 Berkaitan dengan pengembangan usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan, maka pengelolaan perikanan di Kabupaten Rokan Hilir dapat diarahkan kepada berbagai upaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Namun sejumlah upaya yang strategis saja hendaknya yang dipilih, yaitu upaya yang secara signifikan berdampak pada kesejahteraan nelayan. Upaya yang signifikan ini memperlakukan faktor-faktor tertentu. Adapun indikator kesejahteraan ini dapat dilihat dari faktor pendapatan (income) nelayan, pendidikan, kesehatan, dan ketersediaan kesempatan kerja terutama terkait dengan bidang perikanan. Semua indikator ini akan menjadi pertimbangan berarti dalam perancangan path diagram

rinci (Bab 3) yang dipakai dalam analisis SEM.

Penggunaan metode analisis SEM dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kinerja usaha perikanan dan lainnya, serta tingkat pengaruhnya baik secara langsung (direct effect) maupun tidak langsung (indirect effect). Interaksi yang terjadi dan tingkat pengaruhnya akan memberi arahan upaya perbaikan yang harus dilakukan yang dapat memperbaiki kesejahtreraan nelayan di Rokan Hilir.


(40)

8

Untuk mempertajam analisis yang dilakukan, dalam penelitian ini diterapkan dua analisis yang mendukung pengembangan analisis utama (SEM) Analisis pendukung yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1) Analisis indikator kesejahteraan nelayan dengan fokus utama identifikasi kualitatif tingkat kesejahteraan nelayan ; 2) Analisis kelayakan finansial usaha nelayan sebagai bentuk identifikasi kuantitatif tingkat kesejahteraan nelayan. Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AMOS 7.0. Rekomendasi kebijakan perikanan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan disusun berdasarkan simulasi SEM.


(41)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Usaha Perikanan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004, tentang Perikanan, menyebutkan yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Pemanfaatan sumberdaya ikan adalah kegiatan penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan. Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan atau mengawetkannya. Usaha perikanan selanjutnya didefinisikan sebagai semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap dan membudidayakan ikan untuk tujuan komersil.

Secara umum, kegiatan usaha perikanan laut di Indonesia dilakukan di wilayah pantai, dan secara historis perairan pantai Indonesia merupakan daerah penangkapan (fishing ground) bagi perikanan rakyat (artisanal fisheries). Daerah penangkapan perikanan rakyat yang merupakan ciri dominan perikanan Indonesia tetap terkonsentrasi di wilayah pesisir/pantai. Armada perikanan rakyat tersebut mengandalkan teknologi kapal/perahu yang ukurannya kurang dari 30 GT , sehingga terlihat jelas bahwa perikanan rakyat tersebut mengandalkan sumberdaya ikan di perairan yang relatif sempit dan dieksploitasi oleh relatif banyak nelayan (Smith 1983)

Klasifikasi perikanan skala kecil atau besar, perikanan pantai atau lepas pantai, artisanal atau komersial hingga saat ini masih menjadi perdebatan mengingat dimensinya yang cukup luas. Sering kali pengelompokkannya berdasarkan atas ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat tangkap, dan jarak daerah penangkapan dari pantai (Smith, 1983).

Menurut Charles (2001), skala usaha perikanan dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya berdasarkan ukuran kapal yang dioperasikan, berdasarkan


(42)

10

daerah penangkapan yaitu jarak dari pantai ke lokasi penangkapan, dan berdasarkan tujuan produksinya. Pengelompokkan tersebut dilakukan melalui perbandingan perikanan skala kecil (small-scale fisheries) dengan perikanan skala besar (big-scale fisheries).

Usaha perikanan skala kecil menurut Smith (1983) diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali.

2) Aktivitas penangkapan merupakan paruh waktu, dan pendapatan keluarga adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan di luar penangkapan.

3) Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri.

4) Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin.

5) Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan. 6) Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai

sangat rendah.

7) Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang terorganisir dengan baik tapi diedarkan di tempat-tempat pendaratan atau dijual di laut.

8) Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama keluarganya.

9) Komunitas nelayan tradisional seringkali terisolasi baik secara geografis maupun sosial dengan standar hidup keluarga nelayan yang rendah sampai batas minimal

Perikanan tangkap skala kecil di Indonesia adalah kontributor terbesar terhadap produksi perikanan. Bahkan sekitar 85% tenaga yang bergerak di sektor penangkapan ikan masih merupakan nelayan tradisional dan sangat jauh tertinggal dari nelayan negara lain (Widiyanto et al.2002). Walaupun nelayan skala kecil menjadi kontributor terbesar dalam produksi perikanan tangkap, namun nelayan masih selalu diidentikkan dengan kemiskinan (Elfindri 2002).


(43)

11

2.2 Kesejahteraan dan Kemiskinan Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (UU No. 9/1985). Mereka yang memiliki unit penangkapan ikan (kapal, motor dan alat tangkap) namun tidak bergabung dalam kegiatan penangkapan ikan di laut adalah bukan nelayan. Sebaliknya pemilik unit penangkapan ikan yang turun ke laut dalam penangkapan ikan sebagai juragan laut (pemilik) adalah nelayan. Demikian pula mereka yang bekerja di kapal penangkapan ikan meskipun bukan penangkap ikan (contohnya: juru masak) adalah nelayan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

Kemiskinan nelayan, penurunan hasil tangkapan dan kerusakan ekosistem perairan, pada hakikatnya merupakan proses sebab-akibat yang tidak dapat terpisahkan (DJPT 2004; Fauzi 2005; Nikijuluw 2005; BPS 2004; dan Smeru, 2004 diacu dalam Ditjen KP3K, 2004). Seperti disebutkan Setiawan et al. (2007), kemiskinan nelayan diyakini menjadi salah satu pendorong menurunnya sumberdaya ikan, dengan tidak tersedianya mata pencaharian alternatif dan minimnya permodalan menjadikan pantai (zona produktivitas dan keberagaman sumberdayanya paling tinggi) mengalami tekanan penangkapan yang luar biasa sehingga hasil tangkapan nelayan menurun dari tahun ke tahun. Akibat lanjutannya adalah kompetisi antar alat tangkap semakin meningkat dan kegiatan menangkap ikan semakin sulit. Tanpa disadari kondisi tersebut telah mendorong nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak ekosistem, seperti penggunaan bahan peledak, potasium dan pengoperasian alat-alat tangkap yang merusak ekosistem lainnya.

Kemiskinan ternyata juga telah menyebabkan rendahnya kapasitas masyarakat pesisir khususnya nelayan, yang dapat dilihat dari kegiatan ekonomi yang mereka lakukan. Usaha mereka biasanya hanya terpaku pada kegiatan penangkapan ikan saja, yaitu pada pemenuhan ikan segar hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pascapanen yang dapat menghasilkan nilai tambah justru dilakukan oleh pedagang dan pengolah ikan, yang mengambil alih porsi peningkatan nilai tambah melalui perubahan bentuk produk (proses pengolahan), perubahan waktu penjualan (proses penyimpanan), dan perubahan tempat dan


(44)

12

waktu penjualan (proses transportasi). Akibatnya porsi nilai tambah yang didapatkan oleh nelayan relatif kecil.

Berbagai kebijakan pembangunan perikanan yang bertujuan untuk mengubah kondisi tersebut menjadi lebih baik, termasuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan (Saad 2000 diacu dalam

Fatchudin 2006) telah banyak dilakukan. Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan lembaga-lembaga keuangan sudah banyak menelurkan kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan sektor perikanan khususnya yang terkait dengan kendala permodalan (financial capital) di sektor perikanan, namun sampai saat ini kebijakan/program pemberdayaan tersebut belum secara signifikan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.


(45)

13 Tabel 1 Perbandingan aspek teknis, sosial dan ekonomi di antara usaha perikanan

komersial dan subsisten (modifikasi Smith 1983)

Aspek

Komersial Subsisten

No Industri Artisanal Tradisional

1 Komposisi tenaga kerja Rinci dengan pembagian tugas yang jelas Tepat, kecil, spesialisasi dengan pembagian tugas yang kurang jelas

Tenaga sendiri, anggota keluarga, kerabat atau kelompok 2 Sifat pemilikan

usaha

Terpusat di tangan beberapa pihak atau pengusaha; nelayan bukan pemilik usaha

Biasanya dimiliki oleh nelayan yang

berpengalaman atau kelompok nelayan

Terdistribusi di antara para nelayan

3 Komitmen waktu nelayan Biasanya pekerja penuh waktu (karyawan tetap) Menjadi nelayan adalah pekerjaan sampingan Umumnya bekerja paruh waktu

4 Kapal Berukuran besar dan

bertenaga mesin dengan peralatan yang memadai

Berukuran kecil dan bermotor-dalam ( in-board motor) atau bermotor tempel

Kapal tanpa motor, kadang tanpa menggunakan kapal, atau sekedar jukung

5 Peralatan Dibuat seluruhnya

oleh mesin

Seluruhnya atau sebagian terbuat dari bahan yang dibuat mesin

Hampir seluruhnya dibuat secara manual (dengan tangan) 6 Pelaksanaan

pekerjaan

Sangat mengandalkan bantuan mesin

Lebih mengandalkan tenaga manusia, bantuan mesin masih minim

Sangat mengandalkan tenaga manusia

7 Investasi Padat modal,

sebagian besar tidak berasal dari nelayan

Modal rendah, padat karya; penghasilan nelayan diperoleh dari hasil penjualan ikan

Modal sangat rendah

8 Hasil tangkapan per per kapal

Besar Sedang atau rendah Rendah hingga

sangat rendah 9 Produktivitas per

nelayan

Tinggi Sedang atau rendah Rendah hingga

sangat rendah 10 Pemasaran hasil

tangkapan

Dijual ke pasar yang terorganisir

Dijual ke pasar yang tak terorganisir, sebagian dikonsumsi nelayan

Umumnya dikonsumsi oleh nelayan itu sendiri, keluarga dan kerabatnya, atau ditukar

11 Pengolahan hasil tangkapan

Sebagian besar dijadikan produk komersial, misalnya ikan segar, beku, ikan olahan, tepung ikan atau pakan

Sebagian besar dijadikan produk kering, ikan asap, ikan asin, untuk konsumsi manusia

Sedikit sekali ikan yang diolah, semua dikonsumsi segar

12 Status kesejahteraan ekonomi nelayan Seringkali berkecukupan Golongan ekonomi bawah

Rendah atau miskin

13 Interaksi atau keterkaitan sosial

Terpadu dengan masyarakat lain

Kadang terpisah dari masyarakat lain


(46)

14

2.2.1 Kesejahteraan

Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, yaitu setiap orang mempunyai pandangan, tujuan dan cara hidup yang berbeda terhadap faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep tentang kemiskinan. Menurut Sayogyo (1977), klasifikasi tingkat kesejahteraan dan kemiskinan didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita pertahun yang diukur dengan nilai beras setempat, yaitu:

1) Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 untuk daerah kota.

2) Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota.

3) Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 beras untuk daerah kota.

Kesehatan dapat juga dipakai sebagai ukuran kesejahteraan seseorang. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat antara lain konsumsi makan makanan bergizi, sarana kesehatan serta keadaan sanitasi lingkungan yang tidak memadai (BPS 1993).

Tinjauan tentang kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makanan (pangan) dan pakaian (sandang) dalam pencapaian kehidupan yang layak (BPS, 1993). Selanjutnya dikatakan pula bahwa pendidikan penduduk sering dijadikan indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendidikan dalam kehidupan dewasa ini sudah dianggap sebagai kebutuhan dasar yang tidak dapat ditunda pemenuhannya.

Selain itu, faktor gizi juga merupakan indikator utama dalam komponen gizi dan konsumsi yang digunakan dalam menggambarkan taraf hidup masyarakat. Penyebab kekurangan gizi yang menggambarkan taraf hidup masyarakat yang lebih rendah lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat ekonomi yang masih rendah menyebabkan masyarakat belum mampu memperoleh pelayanan kesehatan.


(47)

15 Tinjauan atas tingkat kesejahteraan rakyat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas tempat tinggal yang dimiliki. Perumahan adalah salah satu kebutuhan dasar yang paling penting selain makanan dan pakaian untuk mencapai kehidupan yang layak. Rumah pada saat ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat berteduh, tetapi sudah mencerminkan kehidupan rumah tangga/masyarakat.

UU No. 16 tahun 1994 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan soaial, material maupun spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus (BPS 1991).

Menurut Primayuda (2002) yang merujuk pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996) yang disebut keluarga sejahtera adalah: 1) Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama; 2) Keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarganya; dan 3) Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, berkehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusyuk, disamping terpenuhi kebutuhan pokoknya.


(48)

16

Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat komplek dan tidak memungkinkan untuk untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kesejahteraan rumah tangga yang telah ditetapkan oleh BPS (1991) yang sudah dimodifikasi. Modifikasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Indikator tersebut terdiri atas: 1) pendapatan rumah tangga; 2) konsumsi rumah tangga; 3) keadaan tempat

tinggal; 4) fasilitas tempat tinggal; 5) kesehatan anggota keluarga; 6) kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan tenaga medis/paramedis,

termasuk didalamnya kemudahan mengikuti Keluarga Berencana (KB) dan

obat-obatan; 7) kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan; 8) kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi; 9) perasaan aman dari gangguan

kejahatan; dan 10) kemudahan dalam melakukan olah raga.

Tingkat Kesejahteraan Keluarga menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996) yang diacu dalam Primayuda (2002) adalah sebagai berikut:

1) Keluarga Pra Sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan.

2) Keluarga Sejahtera Tahap-1 (S-1), adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keluarga Berencana (KB), interaksi dalam keluarga, lingkungan, tempat tinggal serta kebutuhan transportasi.

3) Keluarga Sejahtera Tahap-2 (S-2), adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar dan juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti menabung dan memperoleh informasi.

4) Keluarga Sejahtera Tahap-3 (S-3), adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, prsikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif di masyarakat


(49)

17 dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan sebagainya.

5) Keluarga Sejahtera Tahap-3 plus (S-3+), yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta telah pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

2.2.2 Kemiskinan nelayan

Masyarakat nelayan di Indonesia identik dengan kemiskinan meskipun dari banyak literatur menyebutkan bahwa kemiskinan nelayan adalah suatu atribut global, terkecuali untuk negara-negara maju seperti Jepang. Kemiskinan nelayan dapat disebabkan karena suatu kesalahan pengelolaan sumberdaya ikan, dimana sumberdaya tidak dimiliki oleh siapapun atau dimiliki oleh semua orang, sehingga terlalu banyak free riders yang membuat tidak ada seorangpun yang bertanggung jawab dalam memikirkan keberlanjutan sumberdaya (Subade and Abdullah 1993; Panayotou 1992; Johnston 1992). Sementara itu, Johnston (1992) mengatakan bahwa ketertinggalan nelayan sebagai masyarakat pesisir adalah karena eksternalitas disekonomi yang dipikul oleh sektor ini. Bila dibandingkan antara nelayan skala industri dan skala rumah tangga (kecil), maka nelayan kecil yang menanggung eksternalitas disekonomi akibat kelebihan pemanfaatan, kesalahan pengelolaan serta deplesi sumberdaya ikan.

Secara terstruktur, Dahuri (2000) mengajukan alasan kemiskinan nelayan, yang pada intinya kemiskinan itu disebabkan oleh dua hal, yaitu biaya tinggi yang harus dibayar dan penerimaan yang rendah dari penjualan ikan hasil tangkapan. Seterusnya bila diteliti lebih jauh, biaya tinggi disebabkan karena struktur pasar yang cenderung merugikan nelayan, sedangkan penerimaan yang rendah adalah karena volume hasil tangkapan dan/atau harga ikan yang rendah. Dahuri (2000) mengklasifikasikan alasan kemiskinan nelayan kedalam empat hal yaitu 1) kemiskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya ikan, 2) kemiskinan karena kekurangan prasarana, 3) kemiskinan karena kualitas sumberdaya manusia yang rendah, dan 4) kemiskinan karena struktur ekonomi yang tidak mendukung dan memberikan insentif usaha. Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan


(50)

18

nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud membuat nelayan tetap dalam kemiskinannya.

Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin diantaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan kemitraan seperti demikian tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak.

Panayotou (1992) mengatakan bahwa nelayan tetap bertahan dalam kemiskinan, karena tidak ada pilihan untuk menjalani kehidupan itu (preference for a particular way of life). Pendapat Panayotou (1992) ini dikuatkan oleh Subade dan Abdullah (1993), yang menekankan bahwa nelayan lebih senang dan memiliki kepuasaan hidup dari menangkap ikan dan bukan semata-mata beorientasi pada peningkatan pendapatan. Sehingga dengan way of life yang demikian, maka apapun yang terjadi dengan keadaannya, bukanlah masalah baginya, sementara prinsip hidup sangat sukar untuk diubah. Karena itu maka meskipun menurut pandangan orang lain nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupan itu.

Smith (1979) yang mengadakan kajian pembangunan perikanan di berbagai negara Asia menyimpulkan, bahwa kekakuan aset perikanan (fixity and rigidity of fishing assets) adalah alasan utama mengapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan kemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan tersebut. Kekakuan aset tersebut adalah karena sifat aset perikanan yang begitu rupa sehingga sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. Oleh karena itu, meskipun rendah


(51)

19 produktivitas, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhnya secara ekonomis tidak lagi efisien.

Subade and Abdullah (1993) mengajukan argumen lain yaitu, bahwa nelayan tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost

mereka. Opportunity cost nelayan, menurut definisi adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila

opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien.

Ada juga argumen yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan, khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Dengan demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan.

Perikanan tangkap skala kecil di Indonesia adalah kontributor terbesar terhadap produksi perikanan. Bahkan sekitar 85% tenaga yang bergerak di sektor penangkapan ikan masih merupakan nelayan tradisional dan sangat jauh tertinggal dari nelayan negara lain (Widiyanto et al. 2002).

Walaupun nelayan skala kecil menjadi kontributor terbesar dalam produksi perikanan tangkap, namun nelayan masih selalu diidentikkan dengan kemiskinan (Elfindri 2002). Kemiskinan yang merupakan indikator ketidakberdayaan masyarakat nelayan disebabkan oleh tiga hal utama yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan super-struktural dan kemiskinan kultural (Nikijuluw 2001).

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena pengaruh faktor atau variabel eksternal diluar individu nelayan, yaitu struktur sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan insentif atau disinsentif pembangunan, ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersediaan teknologi dan ketersediaan sumberdaya pembangunan khususnya sumberdaya alam. Hubungan antara variabel-variabel ini dengan kemiskinan umumnya bersifat terbalik. Artinya semakin tinggi intensitas, volume dan kualitas variabel-variabel ini maka kemiskinan semakin berkurang. Khusus untuk variabel struktur sosial ekonomi, hubungannya dengan kemiskinan lebih sulit ditentukan. Keadaan sosial ekonomi


(52)

20

masyarakat yang terjadi di sekitar atau dilingkup nelayan menentukan kemiskinan dan kesejahteraan mereka.

Kemiskinan super-struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak pada pembangunan nelayan. Variabel-variabel tersebut diantaranya kebijakan fiskal, kebijakan moneter, ketersediaan hukum dan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan yang diimplementasikan dalam proyek dan program pembangunan. Kemiskinan super-struktural ini sangat sulit diatasi bila tidak ada keinginan dan kemauan secara tulus dari pemerintah untuk mengatasinya. Kesulitan tersebut juga disebabkan karena kompetisi antar sektor, antar daerah, antar institusi sehingga menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan pembangunan. Kemiskinan super-struktural ini hanya bisa diatasi apabila pemerintah pusat dan daerah memiliki komitmen khusus bagi kepentingan masyarakat miskin, dengan kata lain perlu dilakukan affirmmative actions.

Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel yang melekat, inheren dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya sulit untuk individu bersangkutan keluar dari kemiskinan itu karena tidak disadari atau tidak diketahui oleh individu yang bersangkutan. Variabel-variabel kemiskinan kultural adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, adat, budaya, kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-pandangan tertentu serta ketaatan pada panutan. Kemiskinan kultural ini sulit diatasi terutama karena pengaruh panutan (patron) baik yang bersifat formal maupun informal, yang sangat menentukan keberhasilan upaya-upaya pengentasan kemiskinan kultural (Nikijuluw 2001). Seperti yang dinyatakan Shari (1990) dan Mashuri (1993) bahwa penyebab utama kemiskinan nelayan yang dapat dikategorikan kultural adalah masa kerja yang terbatas dan tidak pasti, nilai produksi dibagi bersama terutama nelayan buruh. Selain itu, keluarga nelayan juga memiliki mutu modal manusia yang relatif rendah (Saedan 1999).

Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks, karena tidak saja berkenaan dengan rendahnya pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, ketidakberdayaan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan


(53)

21 publik (powerlessness), ketidakmampuan menyampaikan aspirasi (voicelessness), serta berbagai masalah yang berkenaan dengan pembangunan manusia (human development).

Kemiskinan juga berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial-budaya, dan politik. Rumusan pengertian kemiskinan mencakup unsur-unsur: 1) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan perumahan air bersih, transportasi dan sanitasi); 2) kerentanan; 3) ketidakberdayaan; dan 4) ketidakmampuan untuk menyalurkan aspirasinya.

Adiwibowo (2000) menyebutkan bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Secara lebih mendalam, Adiwibowo (2000) membedakan paling sedikit ada 6 (enam) macam kemiskinan, yaitu: 1) kemiskinan subsisten (penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal.), 2) kemiskinan perlindungan (lingkungan buruk: sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan, 3) kemiskinan pemahaman (kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran akan hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan), 4) kemiskinan partisipasi (tidak ada akses dan control atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas), 5) kemiskinan identitas (terbatasnya pembauran, terfragmentasi antara kelompok sosial), dan 6) kemiskinan kebebasan (stres, rasa tidak berdaya, tidak aman baik tingkat pribadi maupun komunitas).

Secara teoritis kemiskinan dapat dipahami melalui akar permasalahannya yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1) kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat terbatasnya sumberdaya dan atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah, 2) kemiskinan buatan, yakni kemiskinan yang terjadi karena strutur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Definisi lain mengenai kemiskinan adalah seperti yang disebutkan oleh Sumodiningrat (1999), yang mendefinisikan penduduk miskin ke dalam beberapa golongan, masing-masing:


(1)

215 X21 0.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.000 0.000 0.000

X12 0.000 0.000 -0.039 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Standardized Direct Effects - Estimates

LIN LEX LINT LU KP KOT TKP BDY X22 PROS X41 X83 KN

LU -0.419 0.561 -0.113 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

KOT -1.032 0.000 0.000 -0.051 0.021 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

TKP 0.000 0.000 0.000 -0.108 0.945 0.084 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

BDY 0.000 0.000 0.000 -0.408 0.000 0.030 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X22 0.000 0.152 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

PROS 0.000 0.000 0.000 -1.018 0.000 0.190 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X41 0.000 0.000 0.000 0.168 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.215 0.000 0.000 0.000 0.000

X83 0.000 0.000 0.000 0.000 0.368 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

KN 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.266 -0.215 0.101 1.056 0.000 -0.707 0.000 0.000 0.000

X61 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.195 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X63 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.470 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X81 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.032 0.000 0.000 0.000 0.958 0.000 0.000 0.000 0.000

X82 0.000 0.000 0.000 0.000 0.881 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X53 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.295 0.000 0.000 0.000 0.000 0.279 0.000

X52 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.030 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X51 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.137 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X34 0.180 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X33 -0.954 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000


(2)

216

0.370 0.000 0.000

X13 0.000 0.000 0.146 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X73 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.152 0.000 0.000 0.000

Y11 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.969

Y14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.608

Y12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.223

X71 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.501 0.000 0.000 0.000

X91 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.312 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.148 0.000

X92 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.026 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X31 0.303 0.000 0.358 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.978 0.000

X42 0.000 0.000 0.000 0.645 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X21 0.000 0.174 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X12 0.000 0.000 -0.008 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Indirect Effects - Estimates

LIN LEX LINT LU KP KOT TKP BDY X22 PROS X41 X83 KN

LU 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

KOT 0.092 -0.251 0.042 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

TKP -0.014 -0.045 0.007 -0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

BDY 0.091 -0.305 0.051 -0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X22 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

PROS 0.715 -3.590 0.599 -0.034 0.010 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000


(3)

217 X41 -0.366 0.653 -0.167 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.000 0.000 0.000

X83 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

KN 0.626 1.075 -0.179 1.075 0.232 -0.069 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X61 0.091 -0.305 0.051 -0.305 0.000 0.005 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X63 0.258 -0.863 0.144 -0.863 0.001 0.013 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X81 0.000 0.778 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X82 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X53 -0.036 -0.119 0.020 -0.119 0.973 0.018 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X52 -0.109 -0.360 0.060 -0.360 2.153 0.054 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X51 -0.014 -0.045 0.007 -0.045 0.269 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X34 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X33 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X23 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X11 -0.078 0.331 -0.036 0.214 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.095 0.000 0.000 0.000 0.000

X13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X73 0.128 -0.643 0.107 -0.643 0.002 0.024 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Y11 0.626 1.075 -0.179 1.075 -0.462 -0.229 0.927 5.198 0.000 -0.741 0.000 0.000 0.000

Y14 0.635 1.091 -0.182 1.091 -0.469 -0.232 0.941 5.277 0.000 -0.752 0.000 0.000 0.000

Y12 0.125 0.215 -0.036 0.215 -0.092 -0.046 0.186 1.041 0.000 -0.148 0.000 0.000 0.000

X71 0.715 -3.590 0.599 -3.590 0.010 0.134 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X91 -1.219 -0.070 0.012 -0.070 -0.151 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X92 -4.362 -0.251 0.042 -0.251 0.073 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X31 0.000 0.000 0.000 0.000 0.969 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000


(4)

218

0.000 0.000 0.000

X12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Standardized Indirect Effects - Estimates

LIN LEX LINT LU KP KOT TKP BDY X22 PROS X41 X83 KN

LU 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

KOT 0.021 -0.028 0.006 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

TKP -0.039 -0.063 0.013 -0.004 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

BDY 0.140 -0.230 0.046 -0.002 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X22 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

PROS 0.235 -0.577 0.116 -0.010 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X41 -0.071 0.062 -0.019 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X83 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

KN 0.196 0.165 -0.033 0.294 0.089 -0.094 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X61 0.027 -0.045 0.009 -0.080 0.000 0.006 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X63 0.066 -0.108 0.022 -0.193 0.000 0.014 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X81 0.000 0.146 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X82 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X53 -0.012 -0.019 0.004 -0.033 0.382 0.025 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X52 -0.040 -0.065 0.013 -0.116 0.975 0.086 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X51 -0.005 -0.009 0.002 -0.015 0.130 0.012 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X34 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000


(5)

219 X33 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.000 0.000 0.000

X23 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X11 -0.026 0.054 -0.007 0.062 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.080 0.000 0.000 0.000 0.000

X13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X73 0.036 -0.088 0.018 -0.156 0.001 0.029 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Y11 0.190 0.160 -0.032 0.285 -0.172 -0.300 0.098 1.024 0.000 -0.686 0.000 0.000 0.000

Y14 0.119 0.100 -0.020 0.179 -0.108 -0.188 0.061 0.642 0.000 -0.430 0.000 0.000 0.000

Y12 0.044 0.037 -0.007 0.065 -0.039 -0.069 0.022 0.235 0.000 -0.158 0.000 0.000 0.000

X71 0.117 -0.289 0.058 -0.515 0.002 0.095 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X91 -0.316 -0.009 0.002 -0.016 -0.048 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X92 -1.037 -0.029 0.006 -0.052 0.021 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X31 0.000 0.000 0.000 0.000 0.360 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X42 -0.270 0.362 -0.073 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X21 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Modification Indices

Covariances: M.I. Par Change d22 <--> LIN 7.703 -0.001

d22 <--> LINT 6.301 0.000 d51 <--> LIN 7.286 0.001 d51 <--> LINT 5.824 0.000 d51 <--> Z4 4.356 0.002 d33 <--> d81 4.178 0.000 e14 <--> d61 4.674 -0.044 e12 <--> d63 4.023 0.029 d91 <--> d51 5.361 0.010 d92 <--> d22 4.143 0.001 d31 <--> d22 6.850 -0.001


(6)

220

d21 <--> Z10 4.449 0.009 d21 <--> d61 4.287 0.027 d21 <--> d34 5.608 -0.010 d21 <--> d71 4.729 0.048 d12 <--> d11 4.444 0.026

Variances: M.I. Par Change

Regression Weights: M.I. Par Change X61  TKP 4.715 1.379

X61  X52 4.063 0.172 X61  X21 5.517 0.192 X63  TKP 5.554 -1.622 X63  X82 7.266 -0.229 X63  X52 5.539 -0.218 X63  Y12 4.334 0.181 X51  X82 5.108 0.045 X51  Y14 6.317 0.028 X34  X21 5.766 -0.064 X11  X12 4.444 0.146 X73  X81 4.778 0.222 X73  X82 4.774 0.196 X73  X33 5.660 -0.151 X73  X11 5.066 0.199 X73  X92 5.273 -0.145 Y14  X22 9.913 0.388 Y14  X61 4.485 -0.197 Y14  X81 8.222 0.340 Y14  X51 11.436 0.414 Y14  X91 5.684 0.191 Y12  LEX 4.802 -0.807 Y12  LU 7.584 -0.746 Y12  KP 8.565 -0.477 Y12  TKP 12.284 -1.939 Y12  PROS 7.127 0.212 Y12  X82 9.505 -0.210 Y12  X52 12.561 -0.264 Y12  X51 4.593 -0.170 Y12  X33 5.179 -0.110 Y12  X23 9.665 -0.226