8 kritis dan temperatur udara yang panas. Pohon yang berkuncup putih diduga
sebagai varietas Buru dengan sel minyak lebih kecil dan susunannya lebih rapat, sedang yang berkuncup merah diduga sebagai varietas timor dengan sel minyak
yang susunannya lebih jarang Sumardiwangsa 1973.
2.2. Pemanenan Kayu Putih
Tanaman kayu putih mulai dapat dipetik daunnya setelah tanaman berumur empat tahun. Panen berikutnya dapat dilakukan setiap 5 – 6 bulan sekali
sepanjang tahun tanpa terbatas oleh musim. Daun yang dipetik umumnya adalah daun yang tua, dengan jalan memotong cabang dan ranting-rantingnya. Daun kayu
putih dalam pembuatan minyak kayu putih adalah helai daun berikut ranting sampai kurang lebih 20 cm dari pucuk Ketaren 1985.
Daun sebaiknya disuling dalam keadaan segar karena penyimpanan akan menurunkan rendemen dan kualitas minyak. Penyusutan kadar dan kualitas
minyak akibat penyimpanan terutama terjadi karena proses hidrolisa dan resinifikasi pada komponen yang terdapat di dalam daun. Pada proses hidrolisa
dan resinifikasi dapat dihasilkan zat baru seperti alkohol, asam dan resin, karena pada saat penyimpanan sebagian besar membrane akan pecah, dan cairan sel
dengan bebas keluar masuk dari satu sel ke sel lainnya Sumadiwangsa 1983. Pada proses hidrolisa, terjadi reaksi kimia antara air dengan ester yang
merupakan komponen persenyawaan dalam minyak, hasil dari reaksi ini adalah alcohol dan asam, semakin besar jumlah air yang bereaksi dengan ester, semakin
tinggi asam dan alkohol yang dihasilkan. Akibatnya, rendemen minyak yang dihasilkan akan berkurang. Hidrolisa tersebut dapat dicegah dengan penyimpanan
daun pada tempat kering dan sirkulasi udara sekecil mungkin. Sedangkan pada kondisi yang terlalu kering, akan terjadi resinifikasi, yaitu suatu keadaan dimana
minyak akan sulit untuk dikeluarkan, karena tidak adanya air yang membantu difusi minyak ke permukaan daun, sehingga pada saat penyulingan sebagian besar
produksinya adalah resin. Pengaruh resinifikasi dapat dicegah dengan mempersingkat waktu dan memperkecil suhu penyimpanan Sumadiwangsa
1983.
9
2.3. Proses Penyulingan Minyak Kayu Putih
Penyulingan didasarkan pada sifat minyak atsiri yang dapat menguap jika dikenai atau dialiri uap air panas. Jika uap yang terjadi diembunkan, akan
diperoleh air dan minyak yang masing-masing terpisah. Proses penyulingan secara umum adalah seluruh kegiatan dalam isolasi minyak atsiri berikut cara
pembersihan dan penampungannya. Tahap kegiatannya meliputi pengisian daun kedalam ketel, penyulingan daun, serta pembersihan daun dan minyak
Sumadiwangsa 1976.
2.3.1. Pengisian Daun ke dalam Ketel
Pengisian daun ke dalam ketel perlu diusahakan agar mencapai kapasitas optimum, merata dan tidak terlalu padat. Pengisian daun yang terlalu padat akan
menghalangi uap air, sehingga daun menjadi basah. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses hidrolisa yang dapat menurunkan kualitas minyak karena
sebagian besar uap air tidak dapat lewat, sementara aliran uap air terus berlangsung. Akibatnya tekanan uap pada ketel semakin membesar dan
membentuk celah-celah aliran pada tumpukan bahan. Selama proses penyulingan uap air hanya melewati celah tersebut dan tidak membatasi seluruh daun atau
hanya melewati celah tersebut dan tidak membasahi seluruh daun atau hanya melewati tempat-tempat yang kurang padat. Sebaliknya pengisian yang terlalu
longgar akan merugikan, karena rendemen menjadi rendah Sumadiwangsa 1973.
2.3.2. Cara Penyulingan Kayu Putih
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses penyulingan atau destilasi yaitu : ketel penyulingan wadah tempat penyulingan, bak pendingin atau
kondensor yang berfungsi mengubah uap menjadi air, tungku atau perapian yang berfungsi untuk kebutuhan kalori pembakaran, dan alat penampung minyak yang
berfungsi untuk memisahkan air dan minyak, dengan waktu penyulingan antara 3 sampai 4 jam. Selesai penyulingan kemudian minyak disuling di dalam botol atau
drum-drum tempat penampungan kemudian ditutup rapat-rapat mulut botol atau drum untuk menghindari penguapan.
Menurut Guenther 1987, penyulingan minyak kayu putih dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu perebusan, pengkukusan, dan penyulingan
langsung dengan uap, yaitu :
10 1. Penyulingan dengan Perebusan Kohobasi
Cara penyulingan ini merupakan cara penyulingan yang paling sederhana dan membutuhkan biaya terkecil. Pada cara ini, daun dan air
dicampur dalam satu ketel. Ketel biasanya dibuat dari bahan tembaga atau besi misalnya drum bekas, sedangkan pipa pendingin sebaiknya dibuat
dari bahan stainless steel sehingga minyak yang dihasilkan tidak berwarna. Kelemahan cara ini adalah daun yang dekat dengan api akan cepat hangus,
sementara suhu dan tekanan udara tidak dapat diatur. Penyulingan dilakukan pada keadaan konstan, yaitu sekitar 100
o
C dan tekanan udara 1 atm, sehingga membutuhkan waktu yang lama.
2. Penyulingan dengan Pengkukusan Water and Steam Distillation Penyulingan dengan cara pengkukusan mempunyai karakteristik
adanya pemisahan antara air dan daun, berupa sekat berlubang-lubang. Keuntungan cara ini adalah dapat menghindarkan hangusnya daun dan
memperkecil terjadinya hidrolisis daun karena tidak terjadi kontak langsung antara air dan daun. Penyulingan juga dilakukan pada kondisi
konstan, yaitu pada suhu 100
o
C dan tekanan 1 atm. 3. Penyulingan Langsung dengan Uap Direct Steam Distillation
Pada penyulingan dengan cara ini dilakukan pemisahan antara ketel uap pembangkit uap dan ketel daun sehingga tekanan uap yang
diperlukan dapat diatur dan disesuaikan menurut kegunaannya. Penyulingan langsung dapat dilakukan pada keadaan tekanan 2-4 atm,
tergantung pada bentuk dan kapasitas ketel daun. Semakin tinggi tekanan uap, proses penyulingan akan semakin cepat. Untuk mendapatkan tekanan
uap optimum, dapat dilakukan percobaan empiris pada masing-masing pabrik sehingga diperoleh kuantitas dan kualitas yang tertinggi.
2.3.3. Pembersihan Daun dan Minyak
Minyak kayu putih yang dihasilkan dengan ketiga cara tersebut mempunyai berat jenis sekitar 0,87 – 0,92 sehingga akan terapung di atas air.
Minyak yang keruh akibat kotoran yang ikut menguap bersama minyak dapat dijernihkan dengan menyaringnya menggunakan kieselguhr silika, Magnesium
Karbonat, kertas saring, kertas merang atau lapisan merang. Bahan-bahan tersebut
11 dapat menyerap air dan kotoran walaupun tidak sempurna. Cara lain dapat
menggunakan gaya berat atau proses sentrifuse, atau menggunakan garam Natrium Sulfat Na
2
SO
4
Sumadiwangsa 1976.
2.4. Minyak Kayu Putih
Menurut Ketaren 1985, minyak kayu putih adalah hasil penyulingan dari kayu putih segar dan ranting terminal branclet dari beberapa spesies Melaleuca.
Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri Esential oil disebut juga ethereal atau volatile oil yaitu minyak yang mudah menguap atau memiliki bau yang khas,
yang diperoleh dari tanaman tersebut. Beberapa jenis spesies yang mampu menghasilkan minyak kayu putih komersial antara lain Melaleuca leucadendron
Linn., Melaleuca cajuputi Roxb., Melaleuca viridiflora Gartn., dan Melaleuca
minor Sm. Minyak atsiri berasal dari daun minyak kayu putih yang diperoleh melalui
proses penyulingan. Daun yang digunakan adalah daun yang berasal dari tanaman muda tidak lebih dari 6 bulan sebab kandungan minyaknya lebih tinggi.
Pemalsuan minyak kayu putih banyak sekali terjadi dan umumnya dilakukan dengan penambahan minyak tanah atau bensin Heyne 1987.
Menurut James 1989 dalam Nurramdhan 2010, warna minyak kayu putih bervariasi, dari tidak berwarna, kuning sampai hijau dengan aroma champor
yang aromatik dan rasa champor yang pahit, mengandung 10 senyawa kristalin fenolic,5-dimetil-4,6-di-o-metilfloroaseptopinon. Senyawa ini dianggap memiliki
daya antseptik menurut Guenther 1987. Komponen penyusun minyak kayu putih dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Komponen Penyusun Minyak Kayu Putih
No. Komponen
Rumus Molekul Titik Didih
o
C 1
Sesquiterpene C
15
H
24
230-277 2
Terpineol C
10
H
17
OH 218
3 Benzaldehyde
C
6
H
5
O 179,9
4 Limonene
C
10
H
16
175-176 5
Sineol C
10
H
18
O 174-177
6 Pinene
C
10
H
18
156-160 Sumber : Ketaren 1990 dalam Nurramdhan 2010
12 Menurut Budavari 1989 dalam Nurramdhan 2010, minyak kayu putih
mengandung 50-60 sineol, L-pinene, terpineol, valeric, butyric, benzoic, dan aldehid lainnya. Komponen-komponen venol ini memiliki titik didih yang cukup
tinggi sehingga tidak volatil ketika mengalami proses pemasakan.
2.5. Kualitas dan Mutu Minyak Kayu Putih