12 Menurut Budavari 1989 dalam Nurramdhan 2010, minyak kayu putih
mengandung 50-60 sineol, L-pinene, terpineol, valeric, butyric, benzoic, dan aldehid lainnya. Komponen-komponen venol ini memiliki titik didih yang cukup
tinggi sehingga tidak volatil ketika mengalami proses pemasakan.
2.5. Kualitas dan Mutu Minyak Kayu Putih
Klasifikasi kualitas minyak kayu putih diperlukan sebagai salah satu jalan untuk mengembangkan pemasaran dalam negeri ataupun luar negeri. Untuk
keseragaman kualitas minyak kayu putih di Indonesia telah dikukuhkan pembagian kualitas yang dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional, dengan
menjadikan surat Direktur Pemasaran, Direksi Perum Perhutani No : 056.6Dir tanggal 28 Juni 1989 tentang Penetapan kualitas minyak kayu putih dan acuan
normative. Pembagian kualitas yang dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional ditetapkan dalam SNI 06-3954-2006. Standar ini menetapkan istilah dan definisi,
syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih, sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia. Selain itu
standar mutu internasional telah ditetapkan oleh EOA Essensial Oil Association Syarat mutu atau pembagian kualitas yang tercantum dalam standar ini disajikan
pada Tabel 2. dengan criteria di dalam pengujian dilakukan berdasarkan sifat-sifat fisik minyak senyawa kimia, diantaranya adalah :
1. Putaran Optik. Senyawa dikatakan bersifat optis aktif bila dalam senyawa
tersebut terdapat atom karbon asimetris, yaitu atom karbon yang mengikat empat atom atau molekul yang berbeda. Perbedaan atom dan molekul yang
terikat pada atom karbon akan menyebabkan perbedaan elektronegativitas. Sedangkan, elektronegativitas tersebut digambarkan oleh besar polaritas dan
ikatan kimia, sehingga menghasilkan momen dwi kutub yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi kearah kanan dextrorotary dan ke kiri
levorotary Gray, 1967 dalam Handayani, 1997. 2.
Bobot Jenis. Mutu dan kemurnian minyak atsiri dapat diketahui melalui berat jenisnya. Menurut Gildmeister dan Hoffman, nilai bobot jenis minyak atsiri
berkisar antara 0,696 hingga 1,188 pada suhu 15
o
C, dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1,000 Guenther, 1987 dalam Handayani, 1997.
Formo dalam Handayani 1997, menjelaskan bahwa berat jenis suatu
13 e
i Udara
Minyak Garis Normal
Sin i
=
N Sin e n
senyawa organik dipengaruhi oleh berat molekul dan jumlah ikatan rangkap dalam senyawa tersebut.
3. Indeks Bias. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat,
maka sinar akan membelok atau membias menuju garis normal. Jika e adalah sudut sinar pantul dan i adalah sinar datang, maka menurut hukum pembiasan:
Gambar 4 . Pembiasan Antar Media
n adalah nilai indeks bias media kurang padat dan N adalah nilai indeks bias media lebih padat Ketaren 1985. Menurut Formo dalam Handayani 1997,
senyawa organik mempunyai nilai indeks bias sebanding dengan panjang rantai karbon yang menyusunnya dan jumlah ikatan rangkap yang terdapat
pada senyawa tersebut. Selain itu, senyawa organik yang simetris memiliki indeks bias sedikit lebih tinggi daripada indeks bias isomernya yang tidak
simetris. 4. Kelarutan dalam Alkohol. Menentukan kelarutan minyak tergantung kepada
kecepatan daya larut dan kualitas minyak. Biasanya minyak yang kaya akan komponen oxsygenatet lebih mudah larut dalam alkohol daripada yang kaya
akan terpen. Kelarutan minyak dapat berubah karena pemalsuan dan pengaruh umur. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya
kelarutan minyak, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Polimerisasi akan cepat terjadi jika minyak
mengandung sejumlah terpen yang mudah mengalami resinifikasi Guenther 1987. Menurut Ketaren 1985, senyawa-senyawa terpen-O relatif lebih tahan
dari oksidasi dan resinifikasi, antara lain adalah kelarutan minyak dalam alkohol menjadi turun. Guenther 1987, menjelaskan bahwa konsentrasi
alkohol yang sering digunakan untuk menentukan kelarutan minyak atsiri adalah 50, 60, 70, 80, dan 95 persen.
14
Tabel 2 . Syarat Mutu Minyak Kayu Putih SNI 06-3954-2006
No Jenis Uji
Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Warna -
Jernih sampai kuning kehijauan 1.2 Bau
- Khas kayu putih
2. Bobot Jenis 20
o
C20
o
C -
0,900 – 0,930 3.
Indeks Bias nD
20
- 1,450 – 1,470
4. Kelarutan dalam etanol 70
- 1:1 sampai 1:10 jernih
5. Putaran Optik
- -4
o
– 0
o
6. Kandungan Sineol
50 – 65 Sumber : BSN 2006
Tabel 2 merupakan standar syarat mutu minyak kayu putih SNI 06-3954- 2006 yang ditrerapkan di Indonesia. Sedangkan untuk standar yang diterapkan di
luar Indonesia menggunakan standar EOA esseensial oil association karena masing-masing negara mempunyai standarnya sendiri dalam menentukan mutu
minyak kayu putih.
Tabel 3. Standar mutu minyak kayu putih EOA esseensial oil association
No. Jenis uji
Kualitas Utama
1 Warana dan penampilan
Cairan kuning, hijau atau kuning 2
Kadar sineol 50 sampai 65
3 Kelarutan dalam etanol 80
Larut dalam 1 volume 4
BJ pada 25 °C 0,908-0,925
5 Indeks bias 20 °C
1,4660-1,4720 6
Putaran optik ±0
sampai -4 Sumber: Kartikasari 2007
Sumadiwangsa 1983, mengemukakan bahwa kualitas minyak kayu putih dipengaruhi faktor-faktor seperti jenis atau varietas pohon, cara penyimpanan
daun, cara penyajian daun, cara pengisian daun ke dalam ketel, dan kondisi penyulingan.
15
2.6. Komposisi Kimia Minyak Kayu Putih