Magnet Permanen Perkembangan Magnet Permanen

pada waktu tersebut. Namun dalam beberapa puluh tahun belakangan, telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam penelitian dibidang magnet permanen sehingga sejumlah fasa magnetik baru dengan energi yang lebih tinggi telah ditemukan. Magnet Alnico misalnya, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an, terdiri dari sejumlah elemen logam transisi Fe, Co, Ni memiliki nilai BH max dua kali lebih besar dari magnet baja. Pada tahun 1950-an, dikembangkan magnet permanen kelas keramik dengan formula MOFe 2 O 3 6 dimana M adalah Barium atau Stronsium yang kemudian dikenal sebagai magnet ferit. Bila dibandingkan dengan magnet Alnico, magnet ferit memiliki energi dan remanen yang lebih rendah tetapi memiliki koersivitas yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 1970-an untuk pertama sekali ditemukan magnet kelas logam tanah jarang rare earth permanent magnets. Fasa magnetik SmCo 5 dan Sm 2 Co 17 memiliki polarisasi total J s dan medan magnet anisotropi H A yang sangat tinggi sehingga berpeluang memiliki remanen dan koersivitas yang tinggi, sebagai keharusan untuk mendapatkan magnet permanen dengan nilai BH max yang tinggi. Beberapa sifat kemagnetan dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat Kemagnetan Intrinsik Fasa Magnetik dari Magnet Fasa Temperatur Curie, o C Polarisasi Total, T Medan Magnet Anisotropi, Hasil Kali Demagnetisasi Maksimum, BH max kJ.m -3 BaFe 12 O 19 450 0,50 1,10 50 Sr Fe 12 O 19 450 0,48 1,50 46 SmCo 5 720 1,14 20-35 260 Sm 2 Co 17 840 1,25 5,20 312 Nd 2 Fe 14 B 312 1,60 5,40 512 Sumber: Manaf, 2013 Perkembangan magnet kelas ini mengalami kesulitan dikarenakan harga Co yang sangat mahal seperti ketersediaan unsur Sm yang terbatas dibumi sehingga popularitas magnet ini pada kalangan industri pemakaian menjadi menurun. Namun ditahun 1980-an, ditemukan magnet permanen logam tanah jarang baru berbasis fasa magnetik RE 2 Fe 14 B. Unsur RE dapat membentuk fasa RE 2 Fe 14 B yang sangat berpeluang untuk memiliki energi yang paling tinggi. Manaf, 2013

2.4 Histerisis Magnet

Magnet biasanya dibagi atas dua kelompok yaitu: magnet lunak dan magnet keras. Magnet keras dapat menarik bahan lain yang bersifat magnet. Selain itu sifat kemagnetannya dapat dianggap cukup kekal. Magnet lunak dapat bersifat magnetik dan dapat menarik magnet lainnya. Namun, hanya memiliki sifat magnet apabila berada dalam medan magnet dan sifat kemagnetannya tidak kekal. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras dan magnet lunak dapat dilakukan dengan menggunakan loop histerisis yang telah dikenal seperti pada gambar 2.1. Bila bahan magnet berada dalam medan magnet, H, “garis gaya yang berdekatan” akan tertarik ke dalam bahan sehingga rapat fluks meningkat. Dikatakan bahwa, induksi magnet, B meningkat. Dengan sendirinya, jumlah induksi tergantung pada medan magnet dan jenis bahan. Pada contoh Gambar 2.1, rasio BH tidak linear, terjadi lompatan induksi mencapai level yang tinggi, kemudian rasio tersebut hampir konstan dalam medan yang lebih kuat. a b c Gambar 2.2 Kurva Magnetisasi a. Induksi awal B versus medan magnet H. b. Loop histerisis magnet lunak. c. Loop histerisis magnet keras. Van Vlack, 1984 Baik induksi remanen rapat fluks dan medan koersif, B dan –H C masing-masing, besar untuk magnet keras. Hasil perkalian BH merupakan patokan untuk energi demagnetisasi. Pada magnet lunak, terjadi penurunan kembali yang hampir sempurna jika medan magnet ditiadakan. Medan magnet bolak-balik akan menghasilkan kurva simetris dikuadran ketiga. Kurva histerisis magnet permanen sangat berbeda. Bila medan magnet ditiadakan, induksi tersisa akan menghasilkan induksi remanen, B r . Medan yang berlawanan, yang disebut medan koersif, -H C , diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan magnet lunak, loop tertutup dari magnet memiliki simetri 180 o . Karena hasil kali medan magnet Am dan induksi V.detm 2 merupakan energi per satuan volume Jm 3 disebut dengan energi produk maksimum BH max , luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga – H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan dengan magnetisasi permanen. Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan medan koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang lebih baik adalah hasil kali BH. Hasil kali BH maksimum lebih sering digunakan karena merupakan barier energi kritis yang harus dilampaui. Magnet lunak merupakan pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah induksi jenuh tinggi, medan koersif rendah, dan permeabilitas maksimum tinggi. Van Vlack, 1984

2.5 Medan Anisotropi Anisotropy Field Fasa Magnetik

Anisotropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress dan lain sebagainya. Kebanyakan material feromagnetik memiliki anisotropi kristal yang disebut “Magnetocrystalline anisotropy ” dimana kristal memiliki arah magnetisasi yang disukai dan disebut sebagai arah mudah. Bila magnetisasi dilakukan searah dengan sumbu mudah ini,