ISOLAT PROTEIN KEDELAI TINJAUAN PUSTAKA A.

C. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang sering diekstrak atau diisolasi proteinnya. Isolat protein kedelai merupakan salah satu hasil isolasi protein dari kedelai, selain tepung dan konsentrat protein kedelai. Isolat protein merupakan hasil ekstraksi protein kedelai yang paling murni, karena kadar protein minimumnya sebesar 95 persen berdasarkan persentase bobot kering. Isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung bubuk kedelai Koswara, 1995. Menurut Koswara 1995, isolat protein kedelai dibuat dari tepung kedelai bebas lemak maupun biji kedelai utuh. Proses pembuatannya hampir sama, hanya cara ekstraksi proteinnya saja yang berbeda. Jika dibuat dari tepung kedelai, maka mula-mula tepung harus dicampur dengan air perbandingan tepung : air = 1:8, kemudian pH-nya ditingkatkan menjadi 8.5- 8.7 dan diaduk pada suhu 50-55 C selama 30 menit, sehingga proteinnya terekstrak. Sedangkan ekstraksi protein dari biji utuh dilakukan dengan perendaman 5-8 jam, diikuti pembuatan bubur kedelai kedelai kupas kulit dihancurkan seperti pada pembuatan susu kedelai, lalu diencerkan hingga perbandingan kedelai kering : air = 1:8, setelah itu dilakukan pengaturan pH hingga 8.5-8.7 dan diaduk 30 menit. Setelah proses tersebut, dilakukan pengaturan pH untuk kedua kalinya dengan melakukan penambahan larutan NaOH 2 N, sambil dipanaskan hingga suhu 50-55 C untuk mengefisiensi ekstraksi protein. Setelah protein terekstrak, maka residu nonprotein harus dipisahkan dengan sentrifugal atau pemusingan. Tahap ini penting, karena menentukan kemurnian isolat protein kedelai yang dihasilkan. Pada umumnya makin cepat sentrifugal dilakukan, isolat yang dihasilkan makin murni, sehingga kandungan proteinnya makin tinggi dan sifat fungsionalnya makin baik Koswara, 1995. Filtrat yang diperoleh dari tahap pemisahan yang berisi protein yang larut, kemudian diturunkan pH-nya sampai 4.5 sehingga protein mengendap. Penurunan pH ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan HCl atau larutan TCA trikloroasetat. Endapan protein yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan sentrifugal. Kemudian endapan tersebut dicuci dicampur air lalu disentrifugal kembali dan dikeringkan dengan pengering beku freeze dryer atau dapat juga endapan dibuat suspensi kental dengan air 1:2 dan dikeringkan dengan pengering semprot spray dryer. Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi protein kedelai adalah pengendapan seluruh protein pada titik isoelektrik yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal. Pemilihan suasana basa berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar asam amino akan bermuatan negatif pada pH di atas isoelektrik, muatan yang sejenis cenderung untuk tolak menolak, hal ini menyebabkan minimumnya interaksi antara residu-residu asam amino. Kemampuan ekstraksi protein kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio pelarutan pH dan kekuatan ion dari medium pengekstrak Kinsella, 1979. Penggunaan protein kedelai dalam industri pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok bentuk protein berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu tepung kedelai yang dibuat dengan cara mengekstrak lemaknya, mengandung 50 persen protein dan memiliki karakteristik “beanny” langu karena kandungan karbohidratnya yang masih tinggi, konsentrat protein kedelai yang mengandung paling sedikit 65 persen berat kering protein, masih mengandung serat dan dibuat dengan cara ekstraksi menggunakan alkohol, isolat protein kedelai yang mengandung 90 persen kadar protein berat kering dibuat dengan cara ekstraksi dengan menggunakan air. Isolat protein kedelai ini sudah banyak digunakan secara luas dalam pembuatan formulasi pangan serta menghasilkan sifat fungsional yang diinginkan dalam proses pembuatan produk pangan, seperti pembuatan daging tiruan, kecap, susu dan sebagainya. Isolat protein kedelai sangat baik digunakan ke dalam formulasi berbagai produk pangan, sebagai bahan pengikat dan pengemulsi dalam produk-produk daging dan produk pangan lainnya Winarno, 1993.

D. PENGERINGAN