5 melembek jika dipanaskan, sedangkan perekat termoset adalah perekat yang
mengeras bila dipanaskan dan akan tetap keras bila didinginkan Shield, 1970.
Perekat karet pada logam komersial yang beredar di Indonesia saat ini masih diimpor dan harganya mahal. Pada perekat karet pada logam diperlukan
suatu bahan yang dapat merekatkan karet atau elastomer pada permukaan logam bonding agents. Penambahan bahan ini ditujukan untuk
meningkatkan daya rekat dari bahan-bahan yang direkatkan. Salah satu bahan peningkat daya rekat adalah karet siklo cyclised rubber.
Wake 1976 menyatakan bahwa fungsi perekat secara jelas harus mampu mengisi ruang-ruang dari permukaan bahan yang direkat dan
menggantikan udara yang terjebak pada interfase. Menurut Shields 1970 perekat dapat berikatan lebih baik pada permukaan yang kasar daripada
permukaan halus. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi perekatan adalah jenis bahan yang akan direkat, pemilihan jenis perekat, metode
penyiapan, dan pengawasan terhadap proses perekatam.
B. Karet Alam
Tanaman karet Hevea brasilliensis yang merupakan sumber utama penghasil lateks dan dibudidayakan secara luas. Menurut Subramaniam
1987, lateks karet alam mengandung partikel hidrokarbon karet dan substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan serum. Kandungan
hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30-45 persen tergantung klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri atas protein,
asam lemak, sterol, trigliserida, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat, dan garam- garam anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi lapisan
permukaan dan sebagai pelindung partikel karet. Komposisi dari lateks disajikan pada Tabel 1.
6 Tabel 1. Komposisi lateks alam segar
Komponen Persentase
Karet 36 Protein 1,4
Karbohidrat 1,6 Lemak
1,0 Glikolipid+fosfilipid 0,6
Garam anorganik 0,5
Lainnya 0,4
Air 58,5
Sumber : Subramaniam 1987 Lateks hasil penyadapan dinamakan lateks kebun. Lateks kebun rata-
rata memiliki kadar karet kering KKK 30-45 persen. Variasi KKK-nya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur tanaman, musim, dan
tenggang waktu setelah penyadapan. Tanaman yang lebih tua menghasilkan lateks dengan KKK yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman muda.
Pada musim penghujan lateks cenderung lebih encer Subramaniam, 1987. Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan makromolekul
poliisopren C
5
H
8
n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor. Poliisopren mempunyai bobot molekul berkisar antara 400.000 – 1.000.000. Rantai
poliisopren ini membentuk konfigurasi cis dengan susunan ruang yang teratur sehingga rumus kimianya adalah 1,4 cis-poliisopren. Karet yang mempunyai
susunan ruang yang teratur memiliki sifat kenyal elastis. Sifat kenyal dari karet berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet Morton, 1963.
Rumus bangun dari karet alam dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren Morton, 1963 Menurut Subramaniam 1987, karet alam tidak seluruhnya terdiri dari
hidrokarbon karet, tetapi juga mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet CH
3
CH
3
H H
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
C = C C = C
n
7 seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan organik,
dan lain-lain. Komposisi bahan-bahan karet alam adalah seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi karet alam
Komponen Persentase
Karet 93,7 Protein 2,2
Karbohidrat 0,4 Lemak
2,4 Glikolipid+fosfilipid 1,0
Garam anorganik 0,2
Lainnya 0,1
Sumber : Subramaniam 1987 Selain hidrokarbon karet, lateks alam juga mengandung beberapa
bahan non karet terutama protein. Beberapa bahan non karet tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap sifat produk akhir barang karet, tetapi
keberadaan protein kurang menguntungkan karena sifatnya yang polar dan bersifat hidrofilik menyebabkan karet yang mengandung protein yang lebih
banyak, relatif lebih menyerap air sehingga sifat dinamik barang jadi karetnya lebih buruk John dan Sin, 1974. Juga diketahui bahwa protein dalam lateks
alam dapat memacu peningkatan kandungan gel, yang akan menghambat kemampuan memodifikasi karet alam Gelling, 1991.
Menurut Yapa dan Lionel 1980 sifat dinamis barang jadi karet dapat ditingkatkan apabila kandungan proteinnya dikurangi. Kandungan air tinggi
dalam karet alam juga akan menurunkan efisiensi mastikasi dan menghasilkan kompon dengan viskositas Mooney tinggi. Menurut Tanaka dan Kawahara
1996 serta Nakade et al. 1997 , karet alam yang dikurangi proteinnya juga lebih mudah diproses, mempunyai stabilitas mekanis yang lebih tinggi, serta
dapat mengurangi efek alergi dari karet alam. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja siklisasi, maka kandungan protein dalam
lateks yang akan digunakan sebagai bahan baku siklisasi harus dikurangi semaksimal mungkin.
Karet alam digolongkan ke dalam elastomer untuk penggunaan umum karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis dan tipe barang jadi
8 karet. Penggunaannya sebagai bahan baku barang jadi karet sangat disukai
dikarenakan keunggulan sifat-sifatnya seperti daya pantul, elastisitas, daya lengket, dan daya cengkeram yang baik serta mudah untuk digiling. Selain itu
karet alam juga memiliki beberapa sifat mekanik yang baik antara lain memiliki tegangan putus, ketahanan sobek, dan ketahanan kikis yang baik,
sehingga karet alam merupakan elastomer pilihan. Namun demikian karet alam juga memiliki beberapa kekurangan yaitu sifat-sifatnya yang tidak
konsisten dan warnanya bervariasi dari kuning hingga coklat gelap, serta tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon, sehingga tidak
dapat digunakan sebagai bahan baku barang jadi karet khususnya yang tahan minyak, panas dan oksidasi Arizal, 1989.
C. Karet Siklo