xlix dengan suatu efek terhadap morbiditas akibat penyakit jantung. Selama 6 bulan
peraturan tidak boleh merokok ini dilaksanakan, jumlah admisi rumah sakit karena infark miokard akut turun secara bermakna -16 admisi, 95 CI -31—0,3,
yaitu dari rata-rata 40 admisi selama bulan yang sama pada tahun sebelumnya menjadi 24 admisi setelah 6 bulan peraturan dijalankan secara efektif.
xlviii
The Münster Heart Study menyimpulkan bahwa merokok berhubungan dengan perubahan profil lipid lebih besar pada wanita, dan fibrinogen lebih
besar pada pria. Bagaimanapun, perubahan ini hanya suatu bagian kecil dari peranan merokok dalam meningkatkan risiko PJK.
xlix
Meskipun merokok tidak begitu konsisten dihubungkan dengan keseluruhan insidens PJK pada wanita, namun kedua jenis kelamin menunjukkan
peningkatan kemungkinan mengalami infark miokard.
30
2.5.6. Gaya hidup diet, obesitas, inaktivitas fisik
Obesitas adalah keadaan dimana terdapat akumulasi lemak tubuh berlebihan sebagai manifestasi berbagai faktor yang melatar-belakanginya.
Faktor-faktor yang diduga berperan pada regulasi penyimpanan lemak antara lain heriditas, metabolik, hormonal, obat-obatan, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan
makan, dan psikologik.
l
Pada wanita, lingkar pinggang merupakan suatu prediktor yang lebih kuat terhadap risiko PJK dibandingkan IMT dan berhubungan lebih dekat dengan
tingkat latihan pada wanita premenopause.
li
Hasil analisis data suatu penelitian follow-up selama 14 tahun menemukan bahwa wanita yang termasuk dalam kelompok risiko rendah untuk mengalami
l PJK, yaitu tidak merokok sejak penelitian dimulai, indeks massa tubuh IMT
25, konsumsi alkohol rata-rata minimal setengah dari kebiasaan alkoholik per hari, aktivitas fisik sedang sampai berat, diet tinggi serat, dan makan ikan laut
RR=0,17, 95 CI, 0,07-0,41 dibandingkan dengan kelompok lain. Penelitian ini menyimpulkan bahwa wanita yang memiliki gaya hidup sehat, termasuk diet,
aktivitas fisik, dan tidak merokok mempunyai risiko PJK yang sangat rendah.
lii
Perubahan gaya hidup berperan penting pada peningkatan prevalensi obesitas. Kelebihan berat badan berhubungan dengan kematian karena penyakit
kardiovaskuler, diperkirakan kelebihan berat badan ikut berperan pada 20-30 kematian karena penyakit kardiovaskuler. Pria dan wanita yang overweight atau
obese memiliki risiko 2-3 kali terkena penyakit kardiovaskular.
liii
Secara klinis, obesitas ditentukan dengan indeks massa tubuh IMT, yaitu berat badan dalam kg dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter. Untuk
Indonesia, nilai IMT yang digunakan adalah yang dikeluarkan WHO-Regional Office for the Western Pacific 2000 dengan klasifikasi seperti pada Tabel 2.10. :
liv
Tabel 2.10. Klasifikasi berat badan berdasarkan IMT untuk orang Asia dewasa.
Klasifikasi IMT kgm
2
Berat badan kurang Berat badan normal
Berat badan lebih Pra obese
Obese I Obese II
18,5 18,5-22,9
≥23 23-24,9
25-29,9 ≥30,0
Sumber : WHO. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment, 2000.
Cara sederhana lain adalah dengan mengukur lingkar pinggang waist circumference. Untuk orang Asia termasuk Indonesia, batas normal ukuran
lingkar pinggang pada pria adalah 90 cm dan pada wanita 80 cm. Ukuran ini lebih disukai daripada rasio lingkar pinggang terhadap pinggul waist to hip
li ratioWHR. Dinyatakan obesitas viseral apabila WHR pada pria 1,0 dan pada
wanita 0,85.
53
Berlawanan dengan hasil penelitian NHS, PROCAM, dengan mengikutsertakan lebih dari 7.300 wanita dan dengan follow-up selama 8 tahun,
menemukan bahwa IMT bukan merupakan suatu faktor risiko PJK.
lv
Penelitian cohort dengan subyek 39.372 wanita pekerja sehat yang berusia ≥45 tahun menunjukkan bahwa risiko relatif timbulnya PJK pada wanita yang
melakukan aktivitas yang memerlukan 600-1499 kkalminggu adalah lebih kecil RR=0,55, 95, CI 0,37-0,82, secara respektif P for linear trend=0,03.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa bahkan aktivitas ringan sampai sedang berhubungan dengan angka kejadian PJK yang rendah pada wanita.
lvi
Walaupun belum dapat diterangkan kaitannya secara langsung, namun beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan terbalik antara intensitas aktivitas
fisik dengan risiko PJK. Alameda Country Study yang mengamati selama 17 tahun usia lanjut berumur 60-94 tahun menyimpulkan bahwa usia lanjut
“bermalas-malasan pada waktu luang” berkaitan dengan mortalitas karena PJK.
52
Suatu penelitian prospektif yang mengikutsertakan hampir 40.000 wanita yang berusia 45 tahun antara tahun 1992 dan 1995, dan dilakukan follow-up
sampai 1999, menemukan bahwa hanya dengan berjalan cepat selama 1 jamminggu mengurangi risiko PJK sebesar 15. Berjalan cepat lebih dari 1
jamminggu akan mengurangi minimal 50 risiko koroner. Diduga bahwa peningkatan aktivitas fisik memperbaiki profil lipid, sensitivitas insulin, dan
fungsi endotel koroner.
9
lii
2.5.7. Keadaan sosioekonomik