Diagnosis Obstructive Sleep Apnea OSA

2.2.7. Diagnosis

Polisomnografi adalah tes diagnostik standar untuk Obstructive Sleep Apnea OSA. Meskipun dianggap sebagai standar emas , polysomnogram ini memiliki keterbatasan. Hal ini membutuhkan pasien menginap semalam di laboratorium tidur staf dengan teknisi ahli yang dapat mengumpulkan dan menginterpretasikan data fisiologis yang kompleks. Proses ini memakan waktu, dan dapat mahal Punjabi, 2008. Polisomnografi menggunakan kombinasi dari elektroensefalografi untuk mencatat gelombang listrik saraf pusat, elektro-ukolografi untuk mencatat gerakan mata, oksimetri untuk mencatat rekaman jantung, dan elektromiografi untuk mencatat gerakan otot pernapasan selama keadaan tidur malam, dan monitor posisi tidur. Parameter yang dihasilkan adalah hasil dari perhitungan terjadinya periode apnea dan hipopnea disebut Indeks Apnea Hipopnea AHI. Indeks normalnya adalah kurang dari 5 kejadian perjam. Dinyatakan OSA bila AHI lebih dari 5 kali perjam. Penilaian polisomnogram meliputi berhentinya aliran udara minimal 10 detik dengan gerakan napas masih berjalan OSA, berhentinya aliran udara dengan diikuti juga berhentinya gerakan napas, dan campuran keduanya Sumardi et al, 2009. Sebelum dilakukan Polisomnografi, pasien akan diminta kesediannya untuk mengisi kuesioner berlin untuk menjaring pasien yang mempunyai risiko tinggi terjadinya OSA Antariksa, 2010. Kuisioner berlin adalah perangkat diagnostik sederhana yang telah tervalidasi untuk menentukan adanya faktor risiko OSA, yaitu kebiasaan mendengkur, apnea, rasa mengantuk yang berlebihan sepanjang hari, kelelahan, obesitas dan hipertensi Weinreich et al, 2006. Mengingat bahwa polisomnografi memerlukan waktu, biaya yang mahal, dan belum tentu tersedia di fasilitas kesehatan, maka diperlukan suatu metode lain sebagai uji tapis. Uji tapis yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Brouilette dkk, menunjukkan bahwa penelitian tidur yang abnormal dapat diprediksi dengan suatu questionnaire score yang dapat disebut skor OSAS. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara SKOR OSAS = 1,42D + 1,41A+ 0,71S-3,83  D: kesulitan bernapas 0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu  A: apnea 0: tidak ada, 1: ada  S: snoring mendengkur 0: tidak pernah, 1:sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu Dengan rumus di atas, ditentukan kemungkinan OSAS berdasarkan nilai:  Skor -1 : bukan OSAS  Skor -1 sampai 3,5 mungkin OSAS mungkin bukan OSAS  Skor 3,5 sangat mungkin OSAS Dengan menggunakan skor di atas, dapat diprediksi kemungkinan OSAS meskipun tetap memerlukan pemeriksaan polisomnografi. Artinya meskipun skor 3,5 untuk diagnosis pasti tetap memerlukan polisomnografi. Skoring tersebut mempunyai nilai sensitivitas 73 dan spesifisitas 83 dibandingkan dengan polisomnografi yaitu sensitivitas 80 dan spesifisitas 97 Supriyatno dan Deviani, 2005; Sharkey, 2014.

2.2.8 Penatalaksanaan