memiliki berat tubuh antara 50-90 kg. Ukuran tubuhnya sangat besar, memiliki bantalan pipi, kantung suara, berjanggut, dan memiliki rambut yang panjang serta
lebat.
2.4. Habitat Orangutan
Habitat merupakan keseluruhan resources sumber daya, baik biotik maupun fisik pada suatu area yang digunakandimanfaatkan oleh suatu spesies
satwa liar untuk melakukan survival dan melakukan reproduksi. Habitat dapat menghubungkan kehadiran spesies, populasi atau individu satwa atau tumbuhan
dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi. Kerusakan hutan yang mencapai 56,6 juta hektar dengan laju 1,8-2,8 juta hektar per tahun, baik yang
diakibatkan oleh faktor manusia maupun alam yang telah mengakibatkan habitat berbagai jenis satwa terutama satwa liar berkurang dan terfragmentasi,
seperti habitat orangutan sumatera Pongo abelii
Kuswanda, 2012.
Menurut Rijksen 1978, Orangutan hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran rendah sampai hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak
ditumbuhi tanaman dari famili Dipterocarpaceae. MacKinnon 1974 menyatakan bahwa, orangutan merupakan satwa yang arboreal, yakni hewan yang segala
aktivitasnya dilakukan di atas pohon.
2.5. Populasi Orangutan
Populasi Orangutan di habitatnya saat ini mengalami penurunan drastis, diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir populasi tersebut telah
menyusut 30- 50. Penurunan populasi itu karena habitatnya telah rusak oleh penebangan liar, kebakaran hutan dan tingginya perburuan liar. Untuk menjaga
kelestariannya tetap berjalan secara berkesinambungan, maka diperlukan upaya konservasi satwa dengan langkah-langkah yang benar. Upaya pelaksanaan
konservasi satwa meliputi juga unsur lingkungan atau ekosistem satwanya. Ekosistem ini memiliki fungsi yang sangat penting sebagai unsur pembentuk
lingkungan satwa yang kehadirannya tidak dapat diganti, harus disesuaikan dengan batas-batas daya dukung alam untuk terjaminnya keserasian, keselarasan
dan keseimbangan ekosistem satwa sendiri Mawarda, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wich dkk 2008, populasi orangutan padasaat ini mengalami penurunan yang signifikan. Perkiraan jumlah individu orangutan Sumatera sekitar
12.770 individu pada tahun 1997 dan pada tahun 2004 jumlah ini menurun menjadi sekitar 7.500 individu. Perkiraan terakhir pada tahun 2008 jumlah
populasi sekitar 6.600 individu. Penurunan jumlah populasi orangutan yang secara terus-menerus dan sangat
besar ini menyebabkan orangutan dimasukkan kedalam satwa yang dilindungi, bahkan sejak tahun 2000 IUCN Red List of Threatened Species telah memasukkan
orangutan Kalimantan ke dalam kelompok satwa Endangered dan orangutan Sumatera ke dalam kategori Criticaly Endangered Prayogo, 2014.
Estimasi populasi orangutan yang dilakukan menemukan bahwa populasi orangutan di Pulau Sumatera hanya terdapat sekitar 9.200 ekor sedangkan di
Pulau Kalimantan hanya terdapat sekitar 10.000-15.000 ekor. Penurunan populasi orangutan tersebut terjadi karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan
hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran.Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan serta
maraknya perdagangan orangutan sebagai satwa peliharaan Kuncoro, 2004. Pengurangan jumlah populasi ini disebabkan banyaknya konversi habitat
dalam skala besar dari hutan menjadi perkebunan monokultur, illegal logging, pemukiman, pembukaan lahan untuk ladang, perburuan untuk dikonsumsi ataupun
untuk diperjual belikan sebagai hewan peliharaan. Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi faktor eksternal dan berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan
hidup orangutan. Selain faktor eksternal diketahui juga adanya faktor internal yang berpengaruh yaitu ukuran tubuhnya yang relatif besar dan geraknya yang
cukup lambat dibandingkan dengan kera lainnya sehingga mudah untuk diburu, panjangnya interval kelahiran antara satu anak dengan anak yang lain sekitar 6-8
tahun Prayogo, 2014.
2.6 Penyebaran Orangutan